Jika sedang perlu motivasi, saya sering mampir ke tab mention PLN. Di sana, setiap menit, setiap hari, selalu ada yang mengeluhkan mengenai kondisi listrik di tempat tinggal/kerja mereka. Ada yang mati 2 jam, 3 jam, ada yang seharian. Ada yang lampunya redup. Ada pula yang mengalami "sekring turun" alias njeglek.
Saya tak habis pikir bagaimana admin Twitter PLN bergantian menghadapi para pelanggan yang punya masalah ini. Stok sabarnya pasti berlimpah ya.
Dekat Tapi Tersembunyi
Bicara akses energi, kita tak akan lepas dari listrik. Indonesia yang sudah merdeka hampir 72 tahun ini masih dalam perjalanan panjang dan terjal untuk melistriki semua wilayahnya. Mereka yang terlistriki pun tak lantas bebas masalah. Tab mention PLN hanyalah puncak gunung es yang terlihat di dunia internet. Kita tahu banyak pula saudara kita senegara yang tak berada di sana, gimana mau ngetwit kalo sinyal saja timbul tenggelam, listrik juga hanya menyala beberapa jam sehari.
Masalah listrik ini dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari, karena manusia modern sangat bergantung pada listrik. Memasak, mengawetkan makanan, mencuci, menyetrika, mengisi daya telepon genggam, menonton televisi; semuanya menggunakan listrik. Tantangan yang ada di sektor ini juga sangat beragam, hanya saja sebagian kecil dari kita yang menikmati listrik "sempurna" agaknya sedikit lupa tentang sebagian besar mereka yang merasakan tantangannya. Apalagi jika kita bicara Jakarta, di mana pohon dan tiang saja dipakaikan lampu-lampu.
Teman saya punya teman (jauh amat), seorang ibu muda. Sebut saja namanya Mawar. Menempati kompleks perumahan yang baru dibangun dan berada agak minggir dari kota memang memiliki tantangan tersendiri. Akses transportasi lumayan. Fasilitas perumahan terbilang cukup. Sesuai harga rumah dan sesuai harga cicilan.
Yang kemudian menjadi pembeda signifikan adalah soal listrik. Dalam sebulan kompleks rumahnya bisa mengalami pemadaman hingga lebih dari 5 kali, dan tidak sebentar. Sebagai ibu muda dan bertekat memberikan ASI ekslusif pada anaknya, Mawar menyimpan banyak ASI perah (ASIP) di freezerdi rumahnya. Betapa sedihnya Mawar karena pemadaman tanpa pemberitahuan ini membuat sekian kantong ASIP-nya basi. Padahal proses memerahnya juga bukan hal mudah.
Listrik itu erat dengan kehidupan kita, tapi kita sering nggak sadar dengan isunya sampai kita mengalami pemadaman listrik atau sampai tiba-tiba tagihan naik atau pulsa cepat habis. Ngaku.
Masa iya mereka yang di Pondok Indah bayarnya sama dengan yang di Kupang?
Sepanjang berada dalam golongan pelanggan listrik yang sama, bayarnya akan tetap sama, tidak dibeda-bedakan per wilayah. Permasalahannya adalah, apakah kualitas listrik yang diterima pelanggan sama? Apakah rumah Syahrini di Menteng juga mengalami pemadaman listrik hingga 11 kali per bulan seperti warga Kota Kupang? Rugi kan bayar sama tapi kualitas jauh?
Sementara rasio elektrifikasi (rasio jumlah rumah yang sudah berlistrik) merupakan tantangan yang hendak diselesaikan dengan percepatan pembangunan pembangkit listrik dan program listrik off-grid (luar jaringan); kualitas listrik yang dinikmati oleh konsumen listrik belumlah merata. Pulau Jawa pada umumnya tidak mengalami pemadaman dengan durasi dan frekuensi yang signifikan, namun banyak daerah-daerah terlistriki lain yang belum mendapatkan listrik dengan kualitas yang sesuai standar. Konsumen pelanggan listrik di Medan misalnya, sering mengalami pemadaman harian yang terjadi selama lebih dari 3 jam. Sumatera Utara memang mengalami defisit daya listrik, meski sudah mendapatkan cadangan daya melalui marine vessel power plant(MVPP) sebesar 240 MW. Kota lain di Indonesia seperti Makassar dan Kupang juga mengalami permasalahan defisit daya yang serupa.
Rencana besar untuk melistriki Indonesia seluruhnya tentunya juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas listrik di daerah-daerah yang sudah terlistriki. Jakarta sebagai ibukota negara dan provinsi dengan rasio elektrifikasi hampir 100% pun tak lepas dari pemadaman listrik. Begitulah yang terekam dari data #PantauListrikmu, sebuah inisiatif pemantauan kualitas listrik di Indonesia. Inisiatif ini menggunakan metode crowdsourcingdengan menempatkan alat di 28 lokasi di 4 provinsi (Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan NTT) untuk mengetahui kualitas listrik di tingkat pelanggan.