Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Tak Ada Plan(et) B

23 Januari 2017   17:38 Diperbarui: 24 Januari 2017   04:12 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: jonathansandling.com

Suatu hari saya mengisi sesi mengenai isu lingkungan dan iklim di sebuah sekolah. Pesertanya adalah anak-anak kelas 6-10. Sebelum sesi dimulai, saya mengajak mereka bermain. Aturan mainnya mudah, ruangan dibagi menjadi 3 sisi: sisi “setuju”, “netral”, dan “tidak setuju”. Saya membacakan pernyataan, dan anak-anak itu harus memilih berada di sisi mana. Ketika mereka sudah memilih, saya menanyakan pada mereka apa alasannya.

Salah satu penyataan yang saya bacakan adalah:

Humans do harm to the environment.

Manusia melakukan perbuatan yang membahayakan lingkungan.

Banyak anak-anak yang berdiri di sisi “setuju”, beberapa di sisi “netral”, dan lebih sedikit lagi yang berada di sisi “tidak setuju”. Mereka yang setuju memaparkan alasan tentang aktivitas manusia yang membuat lingkungan rusak, seperti pembakaran hutan dan perburuan hewan. Mereka yang netral mengungkapkan bahwa manusia juga berusaha untuk menjaga dan menyelamatkan lingkungan dengan berbagai cara. Menarik mencermati bahwa anak-anak seusia mereka cukup tahu mengenai isu lingkungan, dan bisa memberikan pendapat yang solid mengenai isu tersebut.

Kita Memang Membahayakan Lingkungan

Manusia memang melakukan hal-hal yang membahayakan lingkungan, paling terlihat adalah kegiatan manusia (antropogenik) sifatnya kolektif dan masif seperti pembukaan lahan yang mengakibatkan kebakaran hutan, proses industri yang mencemari udara dan air, atau perburuan sistematis gading gajah dan organ hewan. Ketika ditanya apakah kita melakukan itu, barangkali jawabannya tidak. Apa hubungannya orang-orang kantoran, ibu-ibu rumah tangga, pengajar dan pendidik di sekolah- sekadar mewakili profesi, dengan kebakaran hutan atau perburuan satwa liar?

Nggak ada.

Tapi membahayakan lingkungan dan sekaligus membuat bumi ini menjadi kurang ramah dan nyaman ditinggali itu tak hanya disebabkan hal-hal besar tadi. Ada kegiatan harian atau hobi biasa yang sebenarnya punya efek jangka panjang dan membahayakan bumi kita juga.

Misalnya……

1. Menjadi penggila kuliner

WHAT? APAAAAH? Ciyus lo?

Iya, menjadi penggila kuliner itu membahayakan lingkungan, jika kita sekaligus buang sampah makanannya sembarangan. Dalam bahasa Inggris, ada istilah khusus untuk mereka yang buang sampah sembarangan yaitu litterbug.Nggak masalah kalau doyan kuliner tapi sekaligus sadar sampah. Beli bubble tea, bungkusnya dibuang sembarangan. Beli siomay, plastiknya dibuang di selokan. Lapar di mobil, makan dodol, bungkusnya dibuang keluar jendela. Itu semua contoh penggila kuliner yang juga sekaligus litterbug.

Logikanya sederhana, sudah diajarkan bahkan mungkin sejak TK, bahwa membuang sampah sembarangan itu bisa berakibat banyak: banjir, nyamuk, lingkungan nggak indah. Faktanya, 635 juta (JUTA) kilo sampah-sampah yang dibuang sembarangan itu berakhir di lautan. Barangkali Anda pernah melihat foto sedih kura-kura yang bentuk cangkangnya tak normal karena terjebak dalam kantong plastik. Atau ikan yang isi perutnya bukan makanan melainkan tutup botol dan potongan kaleng minuman soda.

Faktanya juga, everyone litters – somewhere, some thing, some time. Mungkin saat masih kecil, mungkin sekarang karena malas, mungkin di lain kesempatan. Saya pun tak suci, penuh dosa!

Jadi, buanglah sampah pada tempatnya, dan coba kurangi sampah ya.

2. Memberi makan Vampir

Bukan vampir Bella dan Edward, melainkan vampire load. Dalam hal konsumsi listrik, vampire load adalah daya listrik yang dikonsumsi alat elektronik atau gawai saat tercolok (maafkan bahasanya suka-suka begini) meskipun tidak dihidupkan. Jadi misalnya kita punya tivi, dan ketika tak dipakai, kita hanya pencet remotnya saja untuk membuatnya stand by. Meski tidak dipakai, tivi tersebut mengkonsumsi listrik, lho. Begitu pula dengan telepon genggam yang tetap diisi ulang batrenya meskipun sudah penuh (ngaku, siapa yang sering ngecas hape malam hari sekalian tidur?).

Risikonya apa? Selain membuat tagihan listrik lebih mahal (menurut penelitian di AS, tagihan listrik bisa membengkak hingga 110% dari normal) dan adanya risiko kebakaran, perlu diingat juga bahwa konsumsi listrik berlebih sama dengan konsumsi energi yang lebih. Asal listrik kita dari mana sih? Dari PLN. Iya, PLN punya pembangkit listrik, baik itu tenaga air, uap, gas, angin, dsb dst. Kebanyakan pembangkit listrik di PLN masih menggunakan batu bara. Batu bara adalah bahan bakar “kotor”, emisi karbon dioksidanya banyak. More energy = more fuels = more pollutants, kecuali sumber energinya adalah sumber energi bersih.

Hayo cek sendiri-sendiri, gimana selama ini kita mengkonsumsi listrik.

3. Pergi ke sekolah atau kerja

(pada bagian ini anak-anak bersorak karena mereka berpikir tak perlu pergi ke sekolah)

Pergi ke sekolah atau kerja dengan satu kendaraan untuk masing-masing orang, maksudnya. Menurut statistik Ditlantas Polda Metro Jaya, jumlah mobil di Jakarta di tahun 2014 sebanyak hampir 3,3 juta. Jumlah penduduk Jakarta sendiri kira-kira 10 juta. Jika diasumsikan keluarga di Jakarta terdiri dari 4 orang, maka satu keluarga di Jakarta setidaknya memiliki 1 buah mobil. Yah, tahu sendiri pasti ada yang punya 2, 3, 4, bahkan lebih. Itu baru mobil. Menurut data yang sama, jumlah sepeda motor di Jakarta itu 13 juta! *pengsan*

Wajar kan kalo macet?

Wajar juga banyak penumpang sepeda motor atau kendaraan umum yang menggunakan masker karena udara di Jakarta itu memang sedemikian buruknya. Menurut Greenpeace Indonesia, tingkat polusi udara di Jakarta itu 4,5 kali lebih tinggi dibanding standar WHO. Euh. Berita buruknya, 70-80% dari polusi udara itu disumbang oleh sektor transportasi. Yang mana besar kemungkinannya disumbang oleh mobil atau motor Anda (soalnya saya nggak punya, maaf ya numpang tsurhat).

Gimana dong? Coba carpooling alias barengan mobilnya, atau sesekali nikmati Transjakarta.

4. Shopping

Percayalah, ini adalah pemandangan yang lazim di supermarket…

Kredit foto: Tribun Kaltim
Kredit foto: Tribun Kaltim
Mamak, sampai kapan harus bilang bahwa plastik itu racun untuk bumi? Karena praktis itu, jumlah plastik yang diproduksi sepanjang 10 tahun terakhir ternyata lebih banyak dibanding produksi plastik sepanjang satu abad lalu. Sekarang semua-mua plastik, dan kita juga royal dalam menggunakan plastik. Diminta bayar di supermarket, bilangnya “Ya bayar aja, cuma 200!”

Coba harganya semiliar…

Kenapa plastik itu berbahaya? Sampah yang kita hasilkan itu sekitar 10%-nya adalah plastik. Dan kita harus ingat bahwa plastik akan terurai dalam waktu 500-1.000 tahun saja. Tiap hari pake plastik, tiap hari buang plastik, numpuk terus sampai seribu tahun. Modyar.

5. Beli smartphone baru

Saya punya teman yang tergila-gila pada iPhone. Pokoke begitu keluar yang baru, langsung ganti! Padahal satu smartphone itu dibuat dari banyak sekali elemen dan senyawa kimia yang diambil dari tanah, aka ditambang. Matematika sederhana lagi: banyak smartphone diproduksi = banyak penambangan = bumi rusak. Hiks.

Idealnya, alat elektronik itu punya masa hidup (life span). PC atau laptop: 3 - 4 tahun. Konsol game: 5 – 6 tahun. TV: 5 – 7 tahun. Smartphone: harusnya 5 – 6 tahun, tapi ngaku deh, siapa yang ganti 6 bulan sekali? Hihi. Alat elektronik yang kita pensiunkan dan buang itu akan jadi sampah elektronik atau bahasa kerennya e-waste. Coba kita main matematika lagi. Di tahun 2016, jumlah smartphone yang terjual: 1,6 miliar (MILIAR!) unit. Kira-kira 210 jutanya adalah iPhone. Ke mana para smartphone yang kita purnatugaskan itu pergi?

Diwariskan? Okelah. Disimpan? Buat apa? Dibuang? Ke mana?

Tingkat recycle dari elemen-elemen dalam smartphone tergolong rendah. Memang ada yang recycling rate-nya > 50%, tapi banyak yang < 1%. Dibuang ya dibuang. Padahal besar kemungkinan senyawa kimia berbahaya yang digunakan di smartphone itu akan mencemari tanah. Tanah tercemar, air tercemar, hidup kita tercemar.

Cobalah untuk setia (sambil dinyanyikan) dengan gawai kita. Nggak susah susah amat kok.

*********

Cuma 5 kelakuan aja, nih?

Tentu tidak. Masih banyak yang lain, tapi nanti jadi buku, bukan artikel. Sama seperti yang saya katakan pada anak-anak, yang jauh lebih berbahaya dari pada hal-hal di atas adalah IGNORANCE. Ketidakpedulian itu bahaya sekali. Tak peduli ada tempat sampah dan tetap buang sampah sembarangan. Tak peduli melihat teman buang sampah sembarangan dan malah mendiamkan. Tak peduli bahwa planet yang kita tahu pasti bisa ditinggali itu hanya satu ini.

There is no Plan B.

There is no Plan(et) B.

Kita hanya tahu planet ini. Kita pula yang punya kemampuan menjaganya supaya tetap lestari, dimulai dari diri sendiri, hari ini.

XOXO,

Citra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun