Sebagai anak jebolan sekolah setengah hari (half-day school/HDS) dan juga sekolah berasrama yang jadwalnya seperti sekolah penuh hari (full-day school/FDS), saya bimbang dan ragu (halah) mau setuju atau tidak dengan wacana pemberlakuan FDS ini. Menurut saya untuk masalah dijadikan pilihan, itu memperkaya. Jika jadi kebijakan, banyak implikasinya: anggaran yang mahal, apakah menjawab tujuan soal pendidikan karakter, hingga cocok tidaknya diterapkan di negara dengan diversifikasi tinggi macam Indonesia.
Mari kita perjelas di sini sesuai dengan rilis pres dari Kemdikbud bahwa full-day school yang dimaksud adalah siswa tetap menerima pelajaran hingga setengah hari, sisanya untuk kegiatan ekstrakurikuler.
Yang mana sebenarnya sudah banyak diterapkan di berbagai sekolah, terutama sekolah swasta di kota besar.
Secara personal, saya cenderung memilih half-day school. Itu kalau pilihannya dua tadi. Pada dasarnya saya percaya konsep pendidikan yang baik itu yang sesuai dengan kebutuhan anak, termasuk di antaranya homeschooling dan after-school enrichment (pengayaan sepulang sekolah). Ambillah contoh sewaktu saya berada di SD.
Dulu saya termasuk anak yang senang bersekolah (dan berkegiatan di sana), sesekali ada ekstrakurikuler (dulu kenalnya cuma Pramuka, hihi), dan saya juga diikutkan les di luar beberapa hari dalam seminggu. Apa yang saya rasakan? Capek. Iya ada trade off antara saya dan orangtua, bahwa saya mau les dengan syarat boleh mampir ke perpustakaan setelahnya; namun tak jarang saya merindukan bermain bersama teman-teman sepulang sekolah: kasti, sepak bola, layang-layang.
So yes, I loved being at school, but no, I did not want to stay longer in school.
Bicara Konteks
Untuk memperjelas situasi, ada baiknya kita bicara konteks. Berita yang sepenggal-sepenggal seringkali tak menyajikan konteks. Maka pernyataan kontroversial tadi hendaknya dikaji secara lebih mendalam. Atau lebih tepatnya, kita ajukan beberapa pertanyaan mendasar.
Apa tujuannya pemerintah mempertimbangkan FDS?
Bagaimana rencana penerapannya?
Adakah kajian awal mengenai kecocokan FDS bagi iklim pendidikan di Indonesia?