Sejak sekolah di Muntilan lalu lanjut kuliah di Surabaya, saya biasanya memilih mode transportasi kereta api sebagai pilihan utama untuk pulang. Dari Prambanan Ekspress yang melayani rute Solo-Yogyakarta saat SMA, lalu Sancaka (Yogyakarta-Surabaya) ketika kuliah. Pun ketika masih kuliah di Taiwan dan saatnya berlibur, saya selalu memilih penerbangan dengan tujuan akhir Surabaya dan menuju Solo dengan Sancaka.
Pulang tahun kemarin dan selama 5 bulan ini mbolang alias jalan-jalan di sekitaran Pulau Jawa, masih dengan kereta, saya merasakan ada peningkatan yang cukup signifikan dari PT. KAI (di luar tarif yang juga naik, tentu). Apa saja?
1)Pembelian tiket online terintegrasi
Dulu saya suka ngomel-ngomel karena jika mau membeli tiket kereta sebelum hari keberangkatan ya ya hanya bisa dilakukan di stasiun. Malese, rek; begitu kata orang Surabaya. Ya kalau rumahnya dekat stasiun, kalau jauh? Beli mendadak sebelum berangkat tentu bisa, tapi untuk perjalanan lebih dari 3 jam, saya suka memilih tempat duduk (tidak mau di bagian aisle/lorong, maunya yang dekat jendela). Dulu saya juga suka membandingkan, kalau di Taiwan, beli tiket kereta cukup jalan 3 menit ke basement gedung di mana terdapat 7-11, bayar di sana, cetak di sana, selesai.
Eh, ternyata sekarang PT. KAI juga sudah mengembangkan jaringan pembelian tiket online terintegrasi. Bisa beli di situs PT. KAI, bisa beli di minimarket-minimarket terdekat dengan biaya tambahan Rp 7.500. Bisa juga membelinya di kantor pos. Mudah. Kekurangannya memang belum bisa digunakan untuk memilih tempat duduk, selain itu struk yang diberikan harus ditukarkan dengan tiket asli di stasiun paling lambat 1 jam sebelum keberangkatan.
2)Jam keberangkatan yang tepat
Dulu sih memang biasanya tepat kalau stasiun tempat saya naik adalah stasiun pertama. Kalau bukan stasiun pertama, karena saya naik Sancaka dari stasiun Solo Balapan, sementara stasiun keberangkatan Sancaka adalah stasiun Tugu Yogyakarta, meski di tiket tertera jam berangkat dari Solo, sering sekali berangkatnya terlambat. Kadang 3 menit, kadang 5 menit, pernah juga 10 menit. Tiwas kesusu (padahal terlanjur terburu-buru).
Lima bulan terakhir menggunakan kereta, berangkatnya on time terus. Tidak hanya Sancaka yang notabene ada gerbong eksekutifnya (biasa, kalau ‘kereta besar’ biasanya tepat waktu), ini juga berlaku untuk ‘kereta kecil’ seperti Sri Tanjung (Yogyakarta-Banyuwangi) dan Penataran Ekspress (Surabaya-Malang).
Soal jam kedatangan di stasiun tujuan, memang belum bisa on the dot. Banyaknya kereta yang melalui jalur yang sama dan rel tunggal adalah penyebabnya. Tapi sudah bagus, terlambatnya sudah berkurang (sejauh ini kereta yang saya naiki tiba di stasiun akhir terlambatnya 5 menit saja, sekali waktu bahkan lebih cepat dari jadwal). Sebenarnya seminggu lalu saya sempat khawatir, karena saya akan bepergian ke Malang dengan pergantian kereta di Surabaya. Sancaka Pagi dijadwalkan tiba di stasiun Surabaya Gubeng jam 12.04, lalu saya harus mengejar kereta Penataran Ekspress ke Malang yang berangkat jam 12.25. Sancaka tiba di Surabaya Gubeng jam 12.10. Lumayan, masih sempat mengejar kereta berikutnya.
3)Kebersihan gerbong kereta
Dulu saya pernah menulis juga di Kompasiana soal gerbong kereta eksekutif yang bocor saat hujan deras, ditambah kebersihannya yang kurang. Sekarang gerbong-gerbongnya bersih, dengan petugas kebersihan yang datang beberapa kali untuk mengambil sampah. Tak hanya eksekutif, ekonomi juga. Jadi senang melihatnya.
Toilet ya lumayan bersih, wangi. Meski masih saja tetap ‘bolong’, alias semua kotoran penumpang tu dibuang ke jalur rel. Ini perlu dibenahi ya PT. KAI. *senyum*
Kereta api ekonomi juga sekarang ‘bersih’ dari pedagang asongan dan penumpang yang duduk di lorong karena semuanya mendapat nomor tempat duduk. Hanya memang masih banyak yang belum paham soal pengaturan tempat duduk. Saya yang selalu memilih A atau E untuk kereta ekonomi, kadang diserobot tempat duduknya oleh si B dan D. Tidak masalah, tinggal diingatkan (sekali ngeyel juga sih, hehehehe).
Kalau lapar, selalu ada gerbong restorasi, meski ya makanannya seadanya.
Oh ya, sekarang semua stasiun dan rangkaian kereta bersih rokok! Menyenangkan. Di stasiun saja kalau mau merokok sudah disediakan pojokan merokok.
4)Fasilitas yang ditingkatkan
Untuk mengurangi kepadatan di stasiun, sekarang hanya penumpang yang bisa masuk ke peron. Ini melegakan bagi saya karena berada di tengah keramaian membuat saya pusing. Kan banyak terjadi, yang naik 1 orang saja, yang mengantar sekampung. Haduuuuh. Membeli tiket kereta juga harus dengan bukti identitas, yang kemudian akan diperiksa lagi saat akan memasuki peron. Kelebihannya memang membuat lebih teratur, kekurangannya: tahu sendiri orang Indonesia belum bisa antri. Ketika ada dua kereta yang akan berangkat dalam waktu dekat, semua langsung berjubel untuk masuk, tidak ada jalur, semuanya mendesak masuk.
Kereta ekonomi sekarang ber-AC, ini juga lumayan. Tidak sedingin kereta eksekutif yang memang AC-nya terintegrasi, kereta ekonomi ini ya gerbong sama, hanya dipasangi beberapa pendingin ruangan dalam satu gerbong. Kalau siang kurang panas, kalau malam terlalu dingin. Hahahaha.
Yang selalu bingung kalau gadget-nya lowbat, jangan salah, gerbong ekonomi-pun sekarang ada colokan listrik. Ada yang rusak di beberapa tempat duduk sih, kalau kebagian itu ya anggap saja sial. Hihihi. Ini sih kurang masang WiFi aja di kereta (maunyaaaa).
Bisa sewa bantal dan selimut, bagi mereka yang tidak mau lehernya pegal atau kedinginan.
Lalu juga banyak polsuska yang ‘berkeliaran’ di kereta, menjaga keamanan. Jadi merasa tenang (tapi tetap harus waspada yaaa).
5)Penambahan armada ekspress
Salah satunya adalah kereta api Penataran Ekspress jurusan Surabaya-Malang (PP) yang saya naiki minggu lalu. Sebelum ada versi cepat, kereta api Penataran sudah ada, melayani jalur Surabaya-Blitar melalui Malang namun berhenti di banyak stasiun kecil, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Penataran Ekspress baru diluncurkan November tahun lalu, hanya berhenti di beberapa stasiun saja sehingga jarak tempuh Surabaya-Malang bisa dipangkas sampai 2 jam saja. Harganya juga ‘cuma’ Rp 20.000 saja, kereta ekonomi AC.
Saya tentu makin senang naik kereta api. Ke depannya, peremajaan jalur kereta api yang belum juga berubah sejak jaman baheula perlu dilakukan, misalnya menambah rute baru, membuat jalur ganda yang lebih banyak. Terus kapan bisa punya kereta super cepat seperti Taiwan High Speed Rail?
Segera?
Saya aminkan.
XOXO,
-Citra, si tukang jalan-jalan yang sekarang masih jalan-jalan :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H