Seoul, 25 Agustus 2011. 11.59 PM. Seoul National University Metro Station.
Saya dan Tugba, teman sekamar yang berdarah Turki namun tinggal di Jerman, sedang berada di dalam kereta bawah tanah Seoul, hendak kembali ke hotel kami di daerah Gangnam setelah beberapa jam 'berkeliaran' di HongDae (daerah sekitar Hongik University). Metro berhenti di Seoul National University Station, dan semua orang keluar. Kami 'celingak-celinguk' tidak mengerti karena jalur ini harusnya jalur hijau dan kami bisa sampai ke Gangnam. Kami berdua sadar bahwa ini mungkin kereta terakhir karena sudah hampir tengah malam, namun asumsi awal kami berdua (kereta terakhir seharusnya sampai ke stasiun terakhir)Â ternyata salah: Â kereta berhenti di Seoul National University station tepat saat jam 12 malam. Yah, saya kelamaan tinggal di Taipei, karena meski kereta terakhir di masing-masing stasiun biasanya berangkat sekitar jam 12, kereta tersebut pasti 'mentok' sampai stasiun terakhir, jadi tidak khawatir diturunkan di tengah jalan.
Tiga menit kemudian.
Apa boleh buat, kami berdua tentunya harus keluar, masa mau ngambek di kereta. Sampai di luar, ada dua pilihan: naik bus atau taksi. Pilihan pertama adalah naik taksi karena kami berdua buta huruf Hangul, tidak bisa berbahasa Korea, tidak tahu juga harus naik bus yang mana. Oke, menyetop satu taksi, nego harga, dan akhirnya tidak jadi karena sopir taksi memasang tarif cukup mahal (dan karena Gangnam lumayan jauh).
Lima menit kemudian.
Saya dan Tugba kemudian menuju halte bus, mencoba mencari bus mana yang bisa lewat Gangnam. Hah, tidak ada sama sekali. Hmmm, dua turis asing, tinggal punya duit sedikit, terlantar tengah malam di tengah Seoul. Mau jalan tidak tahu arah pula. Melihat muka kami yang asing dan bingung (ya iya lah), seorang pria lokal Korea bertanya dalam bahasa Inggris. Dia kemudian menunjukkan bus mana yang harus kami naiki dan mengatakan kebetulan dia harus naik bus yang sama. Namun dia mengatakan, "you still have to walk a bit far from the bus stop". Tidak apa-apa deh.
Selama di bus, pria lokal baik hati tadi menjelaskan pada kami rute jalan yang harus kami lalui, karena rutenya sedikit ruwet. Saya dan Tugba sudah sedikit pasrah, maksudnya kalau nanti kebingungan di jalan, naik taksi saja deh, setidaknya lebih murah biayanya. Entah karena kami berdua cantik-cantik dan si pria lokal naksir (*halah banget :D), atau karena muka kami yang sedikit putus asa, si pria lokal ini mengatakan, "I will take you to the closest road intersection to your hotel". Haaaaaa. Seperti menemukan malaikat. Very nice oppa (:D). Dia seharusnya turun satu perhentian sebelum kami, namun dia berbaik hati turun bersama kami, dan menemani kami berjalan sekitar 20 menit sampai kami sampai di persimpangan jalan yang tinggal jalan lurus ke hotel. Kurang baik apa coba. Sepanjang perjalanan dia juga ramah menjelaskan banyak hal tentang Seoul (bahasa Inggrisnya baguuuus karena dia pernah bersekolah di Amerika).
Di persimpangan jalan kami berpisah, setelah kami mengucapkan terima kasih berkali-kali tentunya. Dia berbalik arah menuju rumahnya (yang tentunya perlu jalan lagi), kami menuju ke hotel. Saking lelah dan terpesona dengan kebaikan si pria lokal Korea, kami lupa menanyakan namanya! Duh.
Kamsahamnida, oppa. Semoga kebaikanmu dibalas oleh Tuhan. We both will never forget it :)
-Citra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H