Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Bagaimana Menjadi Saksi yang 'Efektif'

16 Februari 2012   12:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:34 3523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1329399636817065774

[caption id="attachment_171533" align="aligncenter" width="640" caption="ilustrasi/admin(shutterstock.com)"][/caption]

Lanjutan Hak Miranda dan Bu Miranda :D

Tulisan ini lahir karena maraknya berita soal Angie, dan lagi-lagi karena saya penggemar serial. Untuk referensi tulisan ini saya merujuk ke Bones dan The Good Wife (lagi). Jadi kalau ada yang salah, tidak relevan, berlebihan (dengan kondisi sebenarnya di lapangan); silakan koreksi saya.

Kemarin (atau kemarin lusa ya), mas Isjet nge-twit soal Nazar yang menurutnya sengaja berpakaian batik biru. Ini mengingatkan saya pada Dr. Temperance Brennan (tokoh utama di Bones) yang disarankan untuk menggunakan kemeja biru saat diminta menjadi saksi ahli di persidangan. “Wear blue. It suggests truth. Make eye contact with the jury. Lose the clunky necklace”.

Sistem pengadilan Amerika menggunakan jury panel, dan untuk mendapatkan ‘simpati’ dari para juri ini, pengacara atau jaksa selalu mempelajari demografi dan karakter juri untuk bisa memperbesar kemungkinan mereka menang. Opening dan closing speech biasanya disusun khusus untuk para juri (disebut dengan ‘the speech has been tailor-made for the jury’). Pemilihan kata, contoh kasus sebelumnya, dan hal-hal lain yang bertujuan untuk mendapatkan simpati juri (kalau di Indonesia, simpati hakim).

Hukum memang seharusnya objektif, tidak melibatkan unsur simpati. Tapi ya namanya manusia. Hal-hal kecil seperti penampilan dan cara berbicara ini ternyata penting di persidangan. Entah hadir sebagai saksi atau tersangka. Kalau Bu Ira Oemar menyoroti penampilan Angie yang ingin terlihat dikasihani, ya memang maksudnya itu. Etiket berpakaian di persidangan biasanya konvensional. Baju resmi, bila menggunakan rok sebaiknya panjangnya di bawah lutut, perhiasan disarankan tidak digunakan, kecuali cincin kawin. Putih biasanya dimaksudkan untuk membuat kita ‘innocent’. Kacamata, supaya terlihat serius atau intelek. Ada satu kasus di The Good Wife dimana pengacara menyarankan klien-nya menggunakan kacamata supaya dia terlihat sebagai murid yang rajin (meski akhirnya nggak ngefek juga sih). Meski sekarang saya menggunakan lensa kontak, saya juga kadang menggunakan kacamata (asesoris) kalau sedang ingin terlihat serius. Hahaha. Dorky glasses, kata teman saya. Soalnya tanpa lensa, hanya frame.

Saksi di persidangan ada 2, saksi dari pihak tersangka (defense) atau saksi dari pihak penuntut (prosecution atau plaintiff, tergantung kasusnya). Saksi biasanya akan disiapkan oleh pihak yang memanggilnya untuk bersaksi (istilahnya ‘witness-prep’). Dalam persiapan ini, saksi akan dilatih untuk menjadi saksi yang efetif dan tidak ‘ember’. Dari kedua serial yang saya rujuk itu, ada beberapa poin untuk menjadi saksi yang efektif: jawablah hanya apa yang ditanyakan (jika memang yes/no question, jawab saja dengan yes atau no), katakan yang sejujurnya (karena ada hukuman untuk berbohong di pengadilan sebagai saksi, yang disebut ‘perjury’), dan jangan membuat dugaan (guess) tapi diizinkan membuat perkiraan (estimation). Di Amerika Serikat, saksi juga berhak untuk tidak menjawab pertanyaan (yang dilindungi di bawah Fifth Amendment) bila saksi merasa menjawab pertanyaan yang diajukan dapat membuatnya menjadi bersalah di mata hukum (biasanya saksi menjawab 'I refuse to answer on the grounds that it may incriminate me').

Saat mempersiapkan saksi, pengacara/jaksa penuntut akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang akan disampaikan di pengadilan. Bagaimana cara menjawab yang benar, berapa maksimal kata yang digunakan dalam satu kalimat supaya tidak merembet kemana-mana, bagaimana merespon pada pertanyaan yang si saksi tidak tahu jawabannya, dan sebagainya. Tidak jarang juga saksi disiapkan untuk ‘cross examining’, dimana saksi dilatih menjawab pertanyaan dari lawan. Jadi jawaban Angie yang katanya hanya ‘iya’, ‘tidak’, ‘nggak tahu’ dsb itu adalah jawaban yang memang seharusnya diberikan (entah ya kalau kebenarannya) dan mungkin itu memang strategi pengacaranya.

Itu untuk saksi biasa (bukan saksi ahli). Saksi ahli yang dipanggil untuk bersaksi (misalnya ahli forensik, ahli balistik, dsb) akan diwanti-wanti untuk tidak menggunakan ‘technical crap’ alias bahasa yang terlalu teknis ketika menjelaskan sesuatu. Ada satu dialog di Bones yang menurut saya pas banget untuk memberikan contoh soal ini. Si saksi ahli (Dr. Temperance Brennan) keberatan dengan saran tim penuntut soal gaya berbicara teknis ini dan mengatakan: you’re underestimating their intelligence. Balasan dari jaksa: you’re overestimating their ability to stay awake. Hahaha.

Menjadi saksi pun ada ‘aturannya’. Karena hakim dan juri juga manusia. Dan meski hukum dimaksudkan untuk objektif untuk melihat bukti atau data dan bukan ‘personality contest’, kadangkala yang terakhir mengambil peranan besar dalam dunia hukum. Sometimes it is not about the data, but how we present the data. Itu kata adviser saya. Soal riset. Hahaha.

Mari menonton serial! :D

-Citra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun