Kebebasan berpendapat tak bisa dipungkiri di zaman sekarang. Terutama pada platform media sosial. Tersedianya berbagai media sosial sebagai penampung opini bak pisau bermata dua. Jika opini yang diungkap itu baik, maka akan bermanfaat bagi khalayak ramai. Sedangkan dengan opini buruk, maka akan menimbulkan permasalahan.
Segala opini yang diungkap oleh seseorang di media sosial akan menarik perhatian orang lain yang memiliki persepsi yang sama. Sedangkan dengan orang yang memiliki persepsi yang berbeda akan timbul konflik yang dapat menimbulkan perpecahan. Perpecahan yang besar dapat memecah atau melunturkan rasa persatuan terhadap NKRI.
Perbedaan opini adalah wajar. Hal tidak wajar ialah saat menentang opini tersebut dengan ujaran kebencian atau hate speech. Hate speech juga bisa dikarenakan oleh pribadi seseorang yang memang suka melontarkan ujaran kebencian atau perilaku trolling demi kesenangan pribadi. Tak hanya kesenangan pribadi, hate speech juga bisa sebagai ajang mencari panggung seseorang untuk ikut viral atau terkanal.
Sasaran hate speech ialah berita terkini. Contoh postingan yang terdapat hate speech ialah pada unggahan di media sosial X atau Twitter tersebut. Terdapat sosok pria yang sedang menggoreng krupuk untuk diperjualbelikan. Pada uanggahan tersebut, akun @Danipager melakukan hate speech. Ia berkomentar, "Makanya sekolah yg bener biar gedenya gk jualan krupuk."Ujaran tersebut dikategorikan hate speech karena termasuk ujaran penghinaan kepada orang lain. Ia tidak tahu menahu akan latar pendidikan sosok pria tersebut.
Hate speech juga termasuk pada kategori bullying. Oleh karenanya hate speech sangat berdampak bagi yang diberi ujaran, terutama bagi kesehatan mental. Rasa sedih, tak berharga, perasaan diteror, malu, frustasi, depresi hingga bunuh diri ialah dampak yang dirasakan oleh korban. Selain pada korban, pelaku juga mendapatkan dampak yaitu sesuai dengan UU no 19 tahun 2016 pada ayat (3) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah).
Tentu ujaran kebencian atau hate speech tersebut bertentangan dengan nilai persatuan pada sila Pancasila. Bijak dalam bermedia sosial tentu harus digalakkan. Penyaringan dan penghapusan ujaran kebencian setiap akun media sosial juga harus diterapkan.
Penerimaan informasi atau berita harus dipastikan kebenarannya. Etika berpendapat komunikasi juga harus diperhatikan. Selain itu, jika kita menemukan ujaran kebencian di media sosial, kita dapat melaporkan ujaran kebencian tersebut kepada pihak yang berwenang, terutama kepada pihak yang memiliki platform media sosial tersebut. Dengan begitu akan terwujudnya komunikasi yang sehat, saling menghormati, menghargai, dan memberikan hal positif lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H