Pendidikan Indonesia saat ini tengah dihadapkan dengan berbagai tantangan. Mulai dari kesenjangan kualitas pendidikan antar wilayah, rendahnya hasil belajar peserta didik, hingga kurangnya kompetensi pendidik dalam menghadapi perkembangan zaman. Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) meluncurkan program Sekolah Penggerak. Program Sekolah Penggerak merupakan sebuah upaya transformasi pendidikan yang berfokus pada lima program utama, yaitu pengimbasan kepemimpinan kepala sekolah, peningkatan kompetensi pendidik, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, pengelolaan sekolah yang otonom, dan peran serta masyarakat dalam mendukung dan memajukan sekolah.
Kegiatan pembelajaran dalam sekolah penggerak sangat menarik untuk dipelajari bagi banyak pihak termasuk di dalamnya tenaga pendidik dan mahasiswa calon pendidik. Bagi tenaga kependidikan menjadi suatu kewajiban untuk mempelajari dan mengimplementasikan prinsip-prinsip pembelajaran dalam sekolah penggerak. Â Sedangkan bagi mahasiswa calon pendidik perlu memiliki pemahaman yang baik terkait pembelajaran dalam sekolah penggerak.Â
Wawasan terkait pembelajaran dalam sekolah penggerak dapat diperoleh mahasiswa melalui kegiatan akademik dalam perkuliahan dan secara praktikalitas dapat diimplementasikan melalui kegiatan-kegiatan yang difasilitasi oleh perguruan tinggi. Universitas Negeri Malang merupakan salah satu perguruan tinggi negeri yang memberikan kesempatan mahasiswa untuk mengimplementasikan wawasan yang diperolehnya melalui program Asistensi Mengajar di satuan pendidikan. salah satu tim asistensi mengajar mendapat kesempatan melaksanakan asistensi mengajar di sekolah penggerak yang berada daerah Blitar.
Pada daerah Blitar Raya terdapat 2 sekolah penggerak. Salah satu dari sekolah tersebut yaitu SMA Negeri 3 Blitar yang terletak di Jl. Bengawan Solo, Kelurahan Pakunden, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar. Menyandang predikat sekolah penggerak menjadikan SMA Negeri 3 Blitar memiliki konsekuensi yang harus dilakukan. Konsekuensi tersebut dapat menjadi tantangan dan hambatan, namun juga dapat menjadi peluang dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam sistem pembelajaran konsekuensi yang harus dilakukan yaitu harus dilaksanakannya program kurikulum merdeka yaitu pembelajaran berdiferensiasi merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar peserta didik. Dalam hal ini, fokus pembahasan pembelajaran berdiferensiasi pada pembelajaran fisika.Â
Pembelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting untuk dipelajari di sekolah. Mata pelajaran ini tidak hanya mengajarkan konsep-konsep fisika, tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis peserta didik. Ditambah lagi, banyaknya peserta didik yang memiliki anggapan bahwa fisika itu merupakan pelajaran yang sangat sulit. Keterampilan berpikir kritis dan analitis merupakan keterampilan yang penting untuk dimiliki oleh setiap orang. Keterampilan ini diperlukan untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan mengevaluasi informasi. Namun, pembelajaran fisika konvensional seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan semua peserta didik. Peserta didik memiliki tingkat kemampuan, minat, dan gaya belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pembelajaran fisika yang berdiferensiasi menjadi penting untuk diterapkan.
Tahap pertama pada pembelajaran diferensiasi yaitu melakukan analisis kebutuhan dan kemampuan peserta didik untuk dilakukan pemetaan. Analisis yang pertama yaitu terkait dengan pemahaman konsep awal peserta didik. Analisis pemahaman konsep awal peserta didik dilakukan setiap memasuki bab baru. Hasil dari analisis pemahaman konsep peserta didik digunakan untuk pemetaan kelompok high, middle, dan low. Analisis yang kedua yaitu gaya belajar peserta didik. Analisis gaya belajar peserta didik dilakukan dengan menggunakan media Google Form. Hasil dari analisis ini bertujuan untuk mengetahui gaya belajar peserta didik yang meliputi audio, audio visual, atau kinestetik yang nantinya akan digunakan untuk penyediaan bahan ajar dan tugas akhir peserta didik.
Tahap kedua yaitu perencanaan pembelajaran atau pembuatan perangkat pembelajaran. Rencana pembelajaran disesuaikan dengan pemetaan yang telah dilakukan di awal. Rencana pembelajaran ini tertuang dalam modul ajar yang nantinya meliputi langkah pembelajaran, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), serta asesmen. Langkah pembelajaran yang dilakukan diintegrasikan dengan eksperimen atau simulasi dan proyek dalam pembelajaran.
Tahap ketiga yaitu mengimplementasikan rencana dan perangkat pembelajaran yang telah dibuat dalam proses pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, aspek yang didiferensiasikan adalah proses, konten, dan produk. Diferensiasi proses dilakukan dengan melakukan variasi pada pembelajaran. Pada proses pembelajaran juga dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Contoh pemanfaatan teknologi yang dilakukan adalah penggunaan laboratorium virtual PhET dan Quizizz. Selain itu, pada proses pembelajaran juga dilakukan diskusi kelompok dengan topik yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman peserta didik.
Diferensiasi konten dilakukan dengan melakukan variasi pada pemilihan media pembelajaran yang beragam menyesuaikan dengan pemetaan peserta didik. Diferensiasi produk dilakukan dengan pemberian tugas akhir sesuai dengan pemetaan peserta didik. Dalam kegiatan pembelajaran perlu menggunakan media pembelajaran yang inovatif untuk memotivasi peserta didik untuk belajar dan meningkatkan pemahaman konsep peserta didik. Media pembelajaran inovatif yang dapat digunakan salah satunya adalah Wordwall yang merupakan salah satu contoh permainan edukatif.
Tahap terakhir pada pembelajaran yaitu melakukan asesmen dengan perbedaan level kognitif dan penilaian kinerja peserta didik dalam eksperimen atau proyek. Asesmen dengan perbedaan level kognitif bertujuan untuk mengetahui ketuntasan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan di awal pembelajaran.
Implementasi pembelajaran fisika berdiferensiasi dapat dikatakan berjalan lancar. Melalui pembelajaran ini peserta didik menunjukkan minat dalam pembelajaran sehingga cenderung lebih aktif dalam proses belajar. Suasana kelas yang inklusif di mana semua peserta didik merasa dihargai dan diterima. Peserta didik cenderung lebih nyaman membagikan ide-ide mereka ketika belajar bersama kelompok pemetaan dan berdampak juga ketika melakukan diskusi dalam lingkup antar kelompok dalam satu kelas. Pembelajaran berdiferensiasi dapat dikatakan ampuh untuk meningkatkan motivasi peserta didik. Salah seorang peserta didik menuturkan bahwa bagi peserta didik yang memiliki sifat kompetitif bisa jadi batu loncatan untuk meningkatkan kompetensinya dan bagi yang kurang dalam hal kesiapan, pembelajaran berdiferensiasi juga dapat menjadi reminder terkait kompetensi yang belum tercapai dan target yang harus dicapai.
Melalui pembelajaran berdiferensiasi, peserta didik merasa nyaman dan memahami konten dengan lebih mudah meskipun kecepatan dan gaya belajar  mereka berbeda. Selain  aspek kognitif, pembelajaran ini juga mengedepankan keberagaman keterampilan. Hal ini terjadi karena tugas dan kegiatan yang dirancang pendidik didasarkan pada keberagaman kemampuan peserta didik.
Pembelajaran berdiferensiasi terlaksana dengan baik karena adanya beberapa faktor pendukung yaitu kolaborasi yang efektif dan efisien antar warga sekolah. Beberapa kegiatan sosialisasi seperti Project Management Office dilaksanakan  untuk mengatasi permasalahan dan tantangan dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dalam upaya meningkatkan kualitas kapasitas guru dan kualitas pembelajaran.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa kendala dan tantangan yang dihadapi diantaranya dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi pendidik memerlukan keterampilan manajemen kelas yang baik karena harus mengelola kelompok peserta didik dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Selain itu, melalui pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan ketidaksetaraan/tidak meratanya perhatian yang diberikan oleh pendidik. Hal ini terjadi ketika peserta didik yang membutuhkan perhatian lebih cenderung mendapatkan lebih banyak waktu dan bantuan dari pendidik, sementara peserta didik yang mandiri akan merasa kurang terfasilitasi. Dalam hal ini, tantangan untuk pendidik adalah dapat membagi waktu serta memastikan bahwa dapat memberikan pendampingan seluruh kelompok belajar.
Sumber :Â
Faiz, A., Pratama, A., & Kurniawaty, I. (2022). Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Program Guru Penggerak pada Modul 2.1. Jurnal Basicedu, 6(2), 2846–2853. https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i2.2504
Pendidikan Fisika, J., Keguruan dan Ilmu Pendidikan, F., Muhammadiyah Tapanuli Selatan, U., Utara, S., & Pendidikan Kimia, J. (2023). Pengembangan E-Modul Fisika Berbasis Pembelajaran Differensiasi Sebagai Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Di Era Society 5.0 Elisa 1*) , Heni Mulyani Pohan 2) , Fatma Suryani Harahap 2).
Rahayu, R., Rosita, R., Rahayuningsih, Y. S., Hernawan, A. H., & Prihantini, P. (2022). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah Penggerak. Jurnal Basicedu, 6(4), 6313–6319. https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i4.3237
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H