Pengantar
Tahun 2019 merupakan tahun momentum bersejarah terkhususnya pada historis negara Bolivia. Pada tahun 2019, seharusnya menjadi timeline yakni pergantian masa pemerintahan Bolivia. Namun, menjadi catatan kelam ketika terjadi sebuah krisis pemerintahan atau krisis politik, yakni adanya pengunduran diri Presiden Bolivia dan politisi pemerintahan lainnya. Oleh karenanya, maka terjadi kekosongan kekuasaan pada pemerintahan Bolivia.
Krisis politik yang terjadi di Bolivia menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri Bolivia. Kekacauan ini disebabkan oleh kesalahan mekanisme pemilu yang diselenggarakan di Bolivia. Tuduhan adanya manipulasi terhadap hasil perolehan suara pemilu yang memenangkan Presiden Petahana Evo Morales dikarenakan sempat tidak mencapai margin 10% untuk dapat ditetapkan sebagai pemenang pemilu. Hal ini memicu ketegangan dan gejolak publik di Bolivia. Dampak yang terjadi akibat krisis politik ini sangatlah besar dan tentunya merugikan secara material yang juga mengakibatkan tewasnya warga negara Bolivia. Krisis Politik ini menarik perhatian dari dunia internasional untuk segera merespon konflik internal atau domestik yang sedang terjadi di Bolivia.
Sebagai tindak lanjut dari krisis ini, Organization of American States (OAS) sebagai institusi regional berkontribusi menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Bolivia. Bolivia merupakan salah satu negara di Benua Amerika terkhususnya berada dalam kawasan Amerika Selatan. Oleh karena itu, krisis yang sedang terjadi di Bolivia menjadi tanggung jawab OAS dikarenakan Bolivia berada dalam cakupan regional OAS. Berdasarkan uraian di atas, maka tulisan ini akan lebih lanjut membahas analisa terhadap keterlibatan OAS sebagai institusi regional dalam mengatasi krisis politik di Bolivia pada tahun 2019.
Kronologis Krisis Politik di Bolivia Tahun 2019
- Krisis politik di Bolivia di tahun 2019 diawali dengan kekisruhan pada masa pemilu yang diselenggarakan untuk memilih presiden Bolivia di periode selanjutnya. Kekacauan terparah di Bolivia terjadi dari 21 Oktober hingga 18 November 2019 yang terjadi sebagai rentetan kekacauan pemilu diantara dua calon presiden Bolivia yakni Evo Morales (sayap kiri) dan Carlos Mesa (sayap kanan). Kedua calon ini pernah memerintah sebagai Presiden Bolivia. Namun, yang menjadi akar masalah dari terjadinya krisi politik Bolivia yakni terletak pada hasil pemilu yang memenangkan Evo Morales.
- Berdasarkan publikasi real time didapatkan bahwa Evo Morales dengan keunggulan 9,33% dari pesaingnya Carlos Mesa. Angka tersebut tidak mencapai 10% sebagaimana syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menentukan pemenang pemilu, sehingga selanjutnya diperlukan pemilihan umum ronde kedua. Setelah penghentian penghitungan suara dihentikan, maka Otoritas Pemilu Bolivia berkewajiban mempublikasikan hasil perolehan suara pemilu namun badan resmi pemilu Bolivia tidak mempublikasikan hasil pemilu sesuai dengan waktunya. Kemudian, pada tanggal 21 Oktober 2019, Otoritas Bolivia yakni Organisasi Pemilu Plurinasional dalam konferensi persnya menyatakan hasil perhitungan cepat dari sistem Transmisi Hasil Pemilhan Umum Awal atau Transmission de Resultados Electorales Preliminaries (TREP) yakni 46,86% perolehan untuk Evo Morales dan 46,86% untuk Carlos Mesa dengan suara masuk sebesar 95,30%. Hasil rilisan ini menunjukkan telah tercapainya ambang minimal sebesar 10% sehingga tidak diperlukan adanya pemilu putaran kedua.
- Adapun hasil pemilu ini dinilai oleh oposisi Evo Morales bahwa tidak mencerminkan hasil yang sebenarnya, sehingga dicurigai adanya manipulasi terhadap data. Akibat adanya indikasi kecurangan tersebut, maka terjadi demonstrasi massa di Bolivia. Kekacauan dan ketegangan terjadi sebagai dampak dari krisis politik di Bolivia. Sementara itu, Pihak Carlos Mesa menuding pemerintah Bolivia telah memanipulasi hasil pemilu tersebut demi menghindari pemilihan umum putaran kedua (Indozone,id, 2019).
- Demonstrasi atau unjuk rasa dilakukan oleh rakyat Bolivia terutama oleh masyarakat anti-pemerintah. Kekacauan terjadi di Provinsi Cochabamba yakni adanya blokade Jembatan Vinto yang menyebabkan kerusuhan antara kaum pro dan anti pemerintah dan menyebabkan meninggalnya tiga orang. Alasan demonstrasi ini yakni kekecewaan terhadap hasil pemilu yang memenangkan Presiden Petahana Evo Morales. Pendukung oposisi Evo Morales bertindak brutal dengan menyerang markas kota dan menyeret paksa Walikota Patricia Arce ke jalan serta memotong dan mengecat rambut walikota. Evo Morales melalui cuitannya mengecam tindakan demonstran oposisi tersebut pada Kamis, 7 November 2019 bahwa tindakan penyerangan terhadap Walikota Arce merupakan tindakan yang kejam dan merendahkan wanita serta menuntut kepolisian untuk mengusut pelaku kekerasan ke pengadilan (CNN Indonesia, 2019).
- Sebagai respon dari hasil pemilu yang dirasa curang, maka pihak oposisi Morales yakni Carlos Mesa meminta Evo Morales yang sedang menjabat sebagai Presiden Bolivia untuk mundur. Pada 30 Oktober 2019, terjadi aksi demonstrasi yakni protes terhadap krisis politik tersebut dilakukan oleh pengikut Carlos Mesa di jalanan utama Bolivia termasuk di Pegunungan Andes. Pada aksi demonstrasi tersebut, terjadi kekacauan atau bentrok antara pendukung Evo Morales dan pendukung Carlos Mesa yang berujung pada meninggalnya dua orang. Pada hari Minggu, 3 November 2019, oposisi Evo Morales yaitu Carlos Mesa mengatakan bahwa perlu diadakannya pemilihan umum baru sebagai solusi dari krisis politik yang terjadi di Bolivia, sehingga apabila solusi tersebut belum tercapai maka aksi protes secara damai akan terus berlangsung. Selain itu, demonstasi tersebut juga menuntut Presiden Evo Morales turun dari jabatan kepresidenannya. Di lain sisi, pihak Evo Morales tidak merespon kondisi mengenai tuntutan diadakannya penyelenggaraan pemilu.
- Dengan meningkatkan kerusuhan di Boliviam Evo Morales setuju untuk diadakannya pemilu putaran kedua, namun gejolak publik tidak mereda (CNN Indonesia, 2019). Pada hari Minggu, 10 November 2019, Evo Morales yang masih menjabat sebagai Presiden Bolivia mengumumkan pengunduran dirinya dikarenakan adanya tuduhan melakukan tindakan curang dalam pemilihan presiden yang berlangsung pada Bulan Oktober 2019 (LEBA, 2019). Pengunduran diri ini diserukan oleh banyak pihak antara lain warga sipil, komandan militer dan kepolisian. Ketidakpastian politik pasca pemilu dan adanya ketidakberpihakan dukungan dari militer dan polisi Bolivia turut mendasari latar belakang pengunduran diri Morales (CNN Indonesia, 2019). Hal ini tercermin dari pidato Morales:
- “Saya mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai presiden. Saya mengirim surat pengunduran diri ke Majelis Legislatif Bolivia.”
- Dengan mundurnya Morales, di tengah adanya demonstrasi, masyarakat Bolivia merayakan pengunduran diri Presiden Evo Morales (CNN Indonesia, 2019). Di sisi lain, terjadi kerusuhan yang semakin membesar di Bolivia. Krisis ini menyebabkan 23 warga Bolivia meninggal dunia (MESSWATI, 2019).
- Keesokan harinya, pada malam hari Senin, 11 November 2019, Morales pergi meninggalkan Bolivia dijemput oleh Pemerintah Meksiko menuju Meksiko, setelah menerima tawaran suaka dari Pemerintah Meksiko. Penerbangan menuju Mexico City ini dikonfirmasi oleh Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard. Dalam konferensi pers pada tanggal 12 November 2019, Menlu Meksiko menjelaskan penerimaan oleh Meksiko didasarkan pada alasan kemanusiaan yang antara lain sebanyak lebih dari 20 pejabat tinggi pemerintahan Bolivia (CNN Indonesia, 2019). Melalui akun media sosial Twitter, Morales mencuit, ”Tetapi, saya sedih harus meninggalkan Bolivia karena alasan. Meksiko yang dikenal sebagai benteng politik bagi pemimpin sayap kiri di Amerika Latin memberi suaka kepada mantan Presiden Bolivia Evo Morales. (kompas, 2019). Morales berjanji akan kembali ke negerinya dalam kondisi lebih kuat (KOESTANTO, 2019)
- Selanjutnya, setelah mundurnya Presiden Evo Morales, Wakil Presiden Bolivia Alvaro Garcia Linera juga mengundurkan diri dari jabatannya dan juga mengajukan suaka politik ke Meksiko (CNN Indonesia, 2019). Selanjutnya, pengunduran diri juga dilakukan oleh Presiden Senat Adriana Salvatierra, Pimpinan DPR Bolivia Victor Borda dan Wakil Presiden Pertama Senat Ruben Medinaceli. Pada tahap ini krisis politik di Bolivia semakin parah.
- Berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu Bolivia, Kepala Otoritas penyelenggara pemilu Bolivia (TSE) Maria Eugenia Choque Quispe dan anggota TSE Antonio Costas termasuk 38 di dalamnya yang ditangkap oleh kepolisian Bolivia seperti yang dikonfirmasi oleh Kepala Kepolisian Bolivia Yuri Calderon. Sebelumnya, Kepala TSE Maria mengundurkan diri dari jabatannya. Hal ini berkaitan dengan pernyataan resmi dari Kantor Jaksa Agung Bolivia yang melegalkan segala tindakan terhadap seluruh anggota otoritas pemilu, TSE dan pihak lainnya yang terlibat dalam kecurangan pemilu 2019. (Felia, 2019).
- Pada hari Selasa, 12 November 2019, dikarenakan adanya kekosongan kekuasaan pada pemerintahan Bolivia, maka Jeanine Anez selaku wakil senat mengklaim dirinya sebagai presiden sementara Bolivia setelah kongres gagal mencapai jumlah peserta kuorum (LEBA, Senator Bolivia Klaim Diri sebagai Presiden Sementara, 2019). Sidang Kongres tersebut tidak mencapai kuorum karena diboikot oleh para legislator dari Partai Gerakan untuk Sosialisme (MAS) yang merupakan pendukung Evo Morales. Jeanine Anez merupakan politisi yang termasuk barisan oposisi. Naiknya Jeanine Anez ke kursi presiden mendapat dukungan dari polisi dan militer Bolivia.
- Peralihan kekuasaan ke Jeanine Anez dianggap tidak sah oleh beberapa negara di dunia. Sebagai tindak lanjut untuk mencari solusi krisis politik ini, Presiden Evo Morales memercayakan penyelesaian kepada PBB sebagai organisasi internasional dengan diutusnya Jean Arnult sebagai perwakilan dan Gereja Katolik khususnya Paus Fransiskus. Di saat yang bersamaan, para pendukung Evo Morales mengharapkan kembalinya Morales ke Bolivia dari Meksiko (Redaksi WE Online, 2019). Hingga saat ini, otoritas tertinggi Bolivia dipegang oleh Jeanine Anez.
Keterlibatan OAS dalam Krisis Politik Bolivia 2019
Organization of American States (OAS) adalah organisasi regional di Benua Amerika yang beranggotakan sebanyak 35 negara merdeka termasuk salah satunya adalah negara Bolivia. Sebagaimana terjadinya krisis politik akibat pemilu pada tahun 2019 di Bolivia, Organization of American States (OAS) bertindak sebagai pihak pengamat atas penyelenggaraan pemilu Bolivia. OAS sebagai institusi regional bergerak mengupayakan penyelesaian krisis politik yang menegangkan di Bolivia. Kecurigaan terhadap terpenuhinya margin 10% dalam perolehan suara pemilu oleh Evo Morales menjadi latar belakang penyelidikan atau audit oleh OAS. Kepala Staf OAS Gonzalo Koncke mengatakan tim beranggotakan 30 orang itu akan mulai bekerja Kamis dan merilis hasilnya dalam 10-12 hari, dengan fokus pada verifikasi perhitungan, sertifikat, surat (DW, 2019)
OAS memulai keterlibatannya pada krisis politik di Bolivia, setlah diundang oleh Presiden Morales untuk melakukan audit, yang hasilnya dijanjikan akan dihormati. OAS justru memperparaha kekacauan Bolivia. Audit pemilihan penuh semula dijadwalkan pada 12 November, tetapi pada 10 November, sehari setelah Morales mengumumkan bahwa terjadi kudeta dan di tengah kekerasan politik di seluruh negeri, OAS memutuskan untuk mengeluarkan audit pendahuluan.
Laporan ini, yang tidak termasuk data yang dapat diverifikasi secara independen, mengulangi klaim palsu dari pernyataan 21 Oktober dan menyerukan pemilihan baru. Sebagai tanggapan, Morales menyetujui pemilihan baru dan untuk mengganti dewan badan pemilihan, namun tawaran ini ditolak oleh para pemimpin kudeta. Alih-alih mengecam kudeta dan bersikeras bahwa Morales diizinkan untuk menyelesaikan masa jabatannya (yang berakhir pada Januari), OAS mengadakan pemungutan suara yang menolak menyebutnya kudeta, meskipun beberapa negara tidak setuju. (Flores, 2019)
Pada laporan akhir yang dirilis OAS mengenai pemilu Bolivia, menemukan bahwa adanya manipulasi yang disengaja dan adanya penyimpangan yang serius sehingga OAS tidak dapat menvalidasi hasil pemilu 2019 yang telah dikeluarkan otoritas Bolivia. Laporan tersebut menegaskan bahwa manipulasi pemilu yang disengaja terjadi di dua bidang. Pertama, audit mendeteksi perubahan dalam berita acara dan pemalsuan tanda tangan pejabat pemilihan. Kedua, ditemukan bahwa dalam pemrosesan hasil aliran data dialihkan ke dua server tersembunyi dan tidak dikendalikan oleh personil Mahkamah Pemilihan Umum (TSE), yang memungkinkan untuk memanipulasi data dan memalsukan notulen. Untuk ini ditambahkan penyimpangan serius, seperti kurangnya perlindungan terhadap tindakan dan hilangnya materi sensitif. Laporan ini juga merinci sejumlah besar kesalahan dan indeks.
Temuan audit juga mengungkapkan keberpihakan otoritas pemilihan. Anggota TSE, yang ditugaskan untuk memastikan legalitas dan integritas proses, memungkinkan aliran informasi dialihkan ke server eksternal, menghancurkan semua kepercayaan dalam proses pemilihan. Kesimpulan dari laporan ini adalah bahwa terdapat manipulasi dan penyimpangan sehingga tidak memungkinkan untuk memastikan margin kemenangan kandidat Evo Morales atas kandidat Carlos Mesa. Sebaliknya, berdasarkan bukti berlimpah yang ditemukan, yang dapat ditegaskan adalah bahwa telah ada serangkaian operasi yang disengaja yang bertujuan mengubah kemauan yang diungkapkan dalam jajak pendapat. ” (OAS, 2019).
Pengumuman oleh OAS mengenai hasil audit pemilu ini menyebabkan semakin parahnya situasi politik di Bolivia yang ditandakan dengan pengunduran massal dari jabatan pemerintahan antara lain para menteri, gubernur dan anggota Legislator (Dunia Tempo, 2019). Dalam auditnya, OAS menyatakan bahwa hasil pemilu Bolivia telah dimanipulasi sehingga tidak dapat diverifikasi pemenang pemilu tersebut. Dengan adanya manipulasi terhadap data komputer yang luar biasa, OAS menegaskan bahwa Bolivia harus menyelidiki kasus kecurangan ini secara mendalam terhadap semua persoalan di dalamnya dan menuntut adanya pertanggungjawaban atas hal ini (Felia, 2019).
Analisa terhadap Keterlibatan dan Efisiensi OAS dalam Krisis Politik Bolivia
Krisis Politik yang terjadi di Bolivia pada akhir tahun 2019 dalam penyelesaiannya telah melibatkan OAS. Tuduhan adanya upaya kecurangan pada hasil pemilu menimbulkan kekacauan domestik Bolivia yang mengakibatkan munculnya unjuk rasa masyarakat Bolivia dan diikuti oleh pengunduran diri elit pemerintahan Bolivia. Dalam perjalanannya yakni dari awal hingga akhir krisis politik yang terjadi di Bolivia ini mengalami dinamika yang cukup menegangkan. Oleh karena adanya ketegangan akibat konflik internal di Bolivia, maka OAS terlibat dalam upaya penyelesaian krisis politik Bolivia.
Keterlibatan OAS sebagai aktor yang dipercaya dapat mengupayakan perdamaian, dapat dianalisa berdasarkan teori HI. Upaya untuk mewujudkan perdamaian dapat dianalisa sebagaimana agenda utama dari paradigm Liberalisme. Kerusuhan yang terjadi di Bolivia dan ketidakstabilan politik di dalamnya merupakan tanda sedang terjadi konflik di Bolivia. Sebagaimana cita – cita Liberalisme, Bolivia juga menginginkan perdamaian.
Lebih lanjut, OAS dapat dipandang sebagai sebuah institusi yang dapat menyelesaikan konflik secara bersama sama atau berdasarkan collective security. Hal ini didasarkan pada ketidakmampuan Bolivia dalam mengatasi konflik internalnya yakni krisis politik secara mandir sehingga memerlukan bantuan pihak lain agar perwujudan perdamaian menjadi lebih mudah.
Selain itu, OAS dapat juga dianalisa sebagaimana pemahaman berdasarkan konsep regionalisme. OAS adalah sebuah organisasi regional yang dibentuk berdasarkan kesamaan geografi yakni berada di kawasan benua Amerika. Ketika negara anggota OAS sedang mengalami konflik, secara langsung maka OAS berkewajiban untuk berkontribusi dalam upaya mewujudkan perdamaian. Bolivia merupakan salah satu negara anggota OAS sehingga ketika Bolivia dihadapkan pada konflik internal dalam hal ini adalah krisis politik, maka OAS berkewajiban terlibat mengupayakan perdamaian sebagaimana konsep regionalisme. OAS dipercaya dapat menekan konflik di Bolivia.
Selain analisa diatas, penulis secara pribadi berasumsi, jika didasarkan pada pertimbangan tujuan dari OAS yang seharusnya adalah menciptakan perdamaian, pada kenyataannya malah menciptakan situasi yang berkebalikan. Seperti yang telah dijelaskan pada situasi dan kondisi ketidakstabilan domestik pada uraian sebelumnya, justru kekacauan semakin tidak stabil. Memang, bahwa keterlibatan OAS dalam krisis politik Bolivia di tahun 2019 telah sejalan dengan aturan OAS seperti yang termaktub dalam pasal 23 sampai 26 Piagam OAS mengenai penyelesaian sengketa. Hal ini dapat dilihat dari upaya OAS yang telah berkontribusi dengan menyediaakan jasa baik atau cara yang disepakati bersama dengan pemerintah Bolivia selaku pihak yang sedang berkonflik.
Namun, jika dilihat dari hasil yang didapatkan setelah upaya audit OAS terhadap mekanisme pemilu Bolivia yang mana menetapkan bahwa telah terjadi penyimpangan dan kecurangan oleh pihak petahana yakni Evo Morales, sehingga hasil pemilihan umum yang memenangkan Evo Morales tidak dapat divalidasi. Berkaitan dengan hal ini, dapat dianalisa bahwa hasil audit yang merugikan Evo Morales dapat dikaitkan dengan latar belakang Evo Morales dengan latar belakang OAS yakni pengaruh hegemon dari Amerika Serikat. Kedua pihak ini merupakan pihak yang berseberangan padangan dalam hal ideologi yakni sosialis dan liberal. Hal ini menunjukkan adanya ketidaknetralan OAS dalam menyelesaikan konflik negara anggotanya yang mana ini secara langsung juga dapat disimpulkan menjadi salah satu kekurangan OAS sebagai organisasi regional. Setelah melakukan kajian literature melalui browsing internet, asumsi penulis menjadi kuat dengan adanya publikasi oleh kajian Pusat Penelitian Ekonomi dan Kebijakan (CEPR) yang berbasis di Amerika Serikat yang menyimpulkan bahwa tidak ada penyimpangan dalam pemilu Bolivia. (Gunadha, 2019). Antropolog Bolivia Bret Gustafson mengatakan kepada The Intercept, Morales dihabisi secara politik oleh kaum oposan sayap kanan. Oleh karena itu, rekomendasi OAS yang tidak memvalidasi hasil pemilu 2019 dengan akhir tidak adanya penggelaran pemilu putaran kedua.
Kesimpulan
Krisis politik di Bolivia yang terjadi di tahun 2019 mengundang OAS sebagai organisasi regional di kawasan dapat dianalisa menggunakan teori Liberalisme. Keadaan domestik atau konflik internal di Bolivia secara khusus ditandai dengan mundurnya presiden Bolivia yang kemudian diikuti oleh mundurnya puluhan politisi pemerintahan. Hal ini menyebabkan kekosongan kekuasaan dan akhirnya menyebabkan kerusuhan yang merugikan. Sebagai tindak lanjut dari kekacauan politik yang terjadi di Bolivia, OAS sebagai organisasi regional yang ada di kawasan Amerika berkewajiban untuk menciptakan perdamaian di Bolivia. Keterlibatan OAS dalam penyelesaian krisis ini dapat dilihat dari perspektif liberalisme, yang mana alasannya didasarkan pada upaya menciptakan perdamaian. OAS sebagai organisasi atau sebuah institusi dipercaya sebagai aktor yang dapat meredakan konflik di Bolivia yang mana hal ini sejalan dengan asumsi liberal institusionalisme. Selain itu, keterlibatan OAS dapat dianalisa sebagai manifestasi dari konsep regionalisme.
Dengan terlibatnya OAS dalam upaya menyelesaikan krisis politik di Bolivia pada tahun 2019, yakni dengan melakukan audit, penulis menemukan bahwa kekacauan justru semakin parah setelah adanya publikasi laporan audit terhadap mekanisme penyelenggaraan pemilu 2019.
Saran
OAS sebagai organisasi regional sebaiknya mempertegas prinsip netralitas dalam menyelesaikan sengketa atau konflik yang dialami para anggotanya. Sebuah ketidakadilan akan dirasakan bagi pihak yang seharusnya mendapat perlakuan adil, justru mengalami kerugian akibat ketidakberpihakan OAS. Perihal dilematis jika berbicara tentang netralitas dikarenakan secara alamiah, di dalam satu himpunan atau perserikatan akan ada aktor dominan yang menghegemoni organisasi sehingga pengambilan keputusan akan menjadi korban terpengaruhi. Harapan ke depannya, penulis berharap OAS tidak menjadi wadah bagi aktor hegemon regional untuk dapat melancarkan misi atau kepentingan egoisnya.
REFERENSI
Cashman, K. (2019, November 16). OAS involvement in Bolivia precipitated the coup. Retrieved from mronline: https://mronline.org/2019/11/16/oas-involvement-in-bolivia-precipitated-the-coup/
CNN Indonesia. (2019, November 2019). Digoyang Unjuk Rasa Ricuh, Presiden Bolivia Akhirnya Mundur. Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20191111072443-134-447173/digoyang-unjuk-rasa-ricuh-presiden-bolivia-akhirnya-mundur
CNN Indonesia. (2019, November 8). FOTO: Demo Anti Pemerintah Kembali Pecah di Bolivia. Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20191108132626-136-446634/foto-demo-anti-pemerintah-kembali-pecah-di-bolivia/4
CNN Indonesia. (2019, November 12). FOTO: Wajah Krisis Politik Bolivia. Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20191112153807-136-447662/foto-wajah-krisis-politik-bolivia/4
CNN Indonesia. (2019, November 12). Mundur dari Presiden, Morales Ditawari Suaka hingga Presenter. Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20191112094653-134-447547/mundur-dari-presiden-morales-ditawari-suaka-hingga-presenter
CNN Indonesia. (2019, November 11). VIDEO: Masyarakat Bolivia Rayakan Kemunduran Evo Morales. Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20191111162720-139-447379/video-masyarakat-bolivia-rayakan-kemunduran-evo-morales
Dunia Tempo. (2019, November 11). Dibalik Mundurnya Presiden Bolivia Evo Morales. Retrieved from Dunia Tempo: https://dunia.tempo.co/read/1270853/dibalik-mundurnya-presiden-bolivia-evo-morales/full&view=ok
DW. (2019, Oktober 31). Organization of American States to audit Bolivia election. Retrieved from DW: https://www.dw.com/en/organization-of-american-states-to-audit-bolivia-election/a-51059987
Felia, R. (2019, November 11). Presiden Evo Morales Mundur, 5 Hal Terkini Soal Krisis Politik Bolivia. Retrieved from IDN Times: https://www.idntimes.com/news/world/rosa-folia/presiden-evo-morales-mundur-5-hal-terkini-soal-krisis-politik-bolivia/5
Fitriyani, R. (2020, Maret). Implementasi Teori dalam Kasus. Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia.
Flores, L. (2019, November 14). US and OAS help overthrow another government: Behind the coup against Bolivia’s Evo Morales. Retrieved from thegrayzone: https://thegrayzone.com/2019/11/14/oas-us-coup-bolivia-evo-morales/
Gunadha, R. (2019, November 16). Morales Dikudeta: Sayap Kanan dan Pukulan untuk Sosialisme Amerika Latin. Retrieved from Suara: https://www.suara.com/news/2019/11/16/185351/morales-dikudeta-sayap-kanan-dan-pukulan-untuk-sosialisme-amerika-latin
Indozone,id. (2019, November 5). FOTO: Selesaikan Krisis Politik, Oposisi Bolivia Serukan Pemilu Baru. Retrieved from Indozone: https://www.indozone.id/news/4WsY5q/foto-selesaikan-krisis-politik-oposisi-bolivia-serukan-pemilu-baru/read-all
Jackson, R., & Sorensen, G. (1999). Introduction to International Relatios. New York: Oxford University Press.
KOESTANTO, B. D. (2019, November 13). Morales Lari ke Meksiko. Retrieved from kompas: https://kompas.id/baca/utama/2019/11/13/morales-lari-ke-meksiko/
kompas. (2019, November 13). Kisruh Politik Bisa Panjang. Retrieved from kompas.
LEBA, E. E. (2019, November 11). Presiden Bolivia Evo Morales Mundur. Retrieved from kompas: https://kompas.id/baca/utama/2019/11/11/presiden-bolivia-evo-morales-mundur/
LEBA, E. E. (2019, November 13). Senator Bolivia Klaim Diri sebagai Presiden Sementara. Retrieved from kompas: https://kompas.id/baca/utama/2019/11/13/senator-bolivia-klaim-diri-sebagai-presiden-sementara/
MESSWATI, E. D. (2019, November 19). Redakan Gejolak di Bolivia, PBB Usulkan Negosiasi. Retrieved from Kompas: https://kompas.id/baca/utama/2019/11/19/redakan-gejolak-di-bolivia-pbb-usulkan-negosiasi/
OAS. (2019). Electoral Integrity Analysis, General Elections in the Plurinational State of Bolivia, 20 Oktober 2019. Washingtom DC: OAS.
OAS. (2019, Desember 4). Final Report of the Audit of the Elections in Bolivia: Intentional Manipulation and Serious Irregularities Made it Impossible to Validate the Results. Retrieved from OAS: https://www.oas.org/en/media_center/press_release.asp?sCodigo=E-109/19
Redaksi WE Online. (2019, November 16). Krisis Bolivia, Evo Morales Masih Percaya PBB Bisa Jadi Penengah. Retrieved from Warta Ekonomi: https://www.wartaekonomi.co.id/read256881/krisis-bolivia-evo-morales-masih-percaya-pbb-bisa-jadi-penengah.html
Scott. (2001). The Globalization of World Politics. New York: Oxford University Press.
Steans, J., & Pettiford, L. (2005). Introduction to International Relations: Perspective and Themes. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI