Oleh : Abdul Kadir Pelu, SH
( Penulis merupakan alumni serta Mantan Ketua Umum BEM dari Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Ambon )
Kemanusiaan yang adil dan beradab pada sila II Pancasila, hanyalah sebuah tatanan konseptual semata tanpa implementasi yang konkrit. Sementara, pada hakikatnya eksistensi manusia adalah "Kepribadian Sosial". Semakin hari, budaya bangsa ini semakin tak terarah, yang bisa saja membawa Bangsa ini kedalam pintu kehancuran.
Masyarakat Indonesia yang dulu dikenal dengan Bangsa yang ramah, rukun, berintegritas, dan memiliki jati diri karena merasa mempunyai nasib yang sama, kini berubah menjadi Bangsa yang kurang akan semangat Nasionalisme dan lemah atas Integritasnya. Realita kehidupan Bangsa Indonesia saat ini dikhawatirkan akan mengalami kemunduran nilai-nilai moralitas sehingga menimbulkan problematika hukum. Padahal kita lupa bahwa kemandirian masyarakat dalam kedaulatan Bangsa adalah harga mati.
Fungsi atau tugas masyarakat adalah mewujudkan keadaan masyarakat itu sendiri dalam bekerjasama sehingga dapat menyelamatkan hidupnya secara optimal, agar tercapai integrasi kepribadianya. Untuk menunaikan fungsi tersebut, masyarakat membutuhkan tertib yang dinamakan Hukum. Betapa tidak, masyarakat yang sedang dilanda wabah penyakit pasti membutuhkan kehadiran dokter untuk mengatasinya, kemudian pula masyarakat Indonesia yang saat ini sedang mengalami ketidak-pastian dan ketidak-adilan, pasti membutuhkan dan mendambakan tegaknya hukum yang akan memulihkan kondisi masyarakat.
Hukum yang kita rindukan dan penegakan hukum yang kita harapkan adalah hukum yang tidak mengingkari eksistensinya. Sebab realitanya, kita sering kali kecewa dengan penegakan hukum yang masih jauh dari harapan. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran hukum mulai dari aparatur penegak hukum, Pemerintah maupun masyarakat Indonesia sendiri yang selama ini belum mengedepankan hakikat eksistensial hukum yang semestinya.
Penegakan hukum memang telah menjadi persoalan yang hingga saat ini mungkin masih menimbulkan tanda tanya. Bukan tanpa alasan, namun karena secara faktual telah banyak kasus-kasus hukum yang menyebabkan keraguan terhadap penegakan hukum. Disisi lain juga akan menurunkan tingkat kesadaran hukum masyarakat sehingga yang terjadi adalah kekacauan hukum, dimana penegakan aturan hukum berjalan lambat dan kesadaran hukum masyarakat lemah.
Dalam tahap proses penegakan hukum di Indonesia dari potret keseharian kita, ada beberapa faktor yang menjadi dasar ketimpangan sehingga hukum belum berjalan semestinya sesuai yang kita harapkan selama ini, seperti : (1)Moral Penegak Hukum yang buruk, (2) Adanya transaksional dalam penegak hukum, (3) Masyarakat belum sadar hukum dengan baik, (4) Adanya intervensi dari penguasa.
Hal inilah yang menjadi dasar ketimpangan Bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih terjebak dalam tantangan dari era globalisasi. Dalam perspektif hukum, realita kesadaran moral berhukum di masyarakat bisa kita tinjau dari persoalan sederhana seperti ber-Lalulintas di jalan raya. Yang pertama, sebagaimana kita ketahui jika ditinjau dari aspek persoalan dijalan raya, berarti masyarakat Indonesia harus menundukkan kepala dan mengakui bahwa kesadaran hukum masyarakat Indonesia masih jauh dari apa yang diharapkan sehingga mempertegas belum tercerminkannya kesadaran hukum yang baik.
Kedua, kesadaran moral hukum dari penegak hukum. Dimana banyak realita yang memepertegas bahwa penegak hukum di Indonesia masih jauh dari profesionalisme dan integritas, sehingga melahirkan asumsi negatif dari masyarakat yang sudah kurang percaya terhadap aparatur penegak hukum di negara ini.
Yang terakhir adalah kesadaran moral berhukum pada aspek pemerintah yang menjadi acuan untuk majunya suatu Negara. Dalam kesadaran hukum Pemerintah di Indonesia, secara sektoral masih banyak hal yang belum mengedapankan "Kedaulatan pada Tangan Rakyat" yang mana dalam domainnya, ada ekspansi-ekspansi kebijkan non logis yang diterapakan sehingga menimbulkan keresahan pada masyarakat. Padahal dari tiga komponen ini apabila dijalankan secara baik dan benar akan menghasilkan suatu negara yang bermartabat sesuai amanah sila II Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.