Kegiatan Asistensi Mengajar di satuan pendidikan merupakan aktivitas pembelajaran yang dilakukan mahasiswa secara kolaboratif dengan guru/tutor/fasilitator/orang tua di berbagai satuan pendidikan dalam subsistem pendidikan formal, nonformal dan informal. Melalui kegiatan Asistensi Mengajar Satuan Pendidikan (AMSP), mahasiswa dapat mengembangkan perspektif secara luas melalui interaksi secara langsung dengan warga sekolah dan berhadapan dengan permasalahan riil di lapangan. AMSP memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melihat, merasakan, dan menyelesaikan permasalahan pendidikan dengan menggunakan bekal keilmuan yang dimiliki.
Selama kurang lebih empat bulan kami melaksanakan kegiatan Asistensi Mengajar (AM) di SMA Negeri 1 Tulungagung, kami melihat banyak siswa yang masih takut dan memiliki perspektif yang cukup negatif terhadap BK yakni BK sebagai polisi siswa, BK hanya untuk siswa bermasalah seperti siswa membolos, siswa yang nakal dalam artian sering bertengkar, berkata kasar, siswa yang sering merokok di lingkungan sekolah, dan siswa yang sering terlambat. Selain itu, masih banyak siswa yang merasa malu saat ada panggilan untuk ke ruang BK. Mereka juga takut dengan pandangan siswa lain saat ada panggilan ke ruang BK.Â
Dalam menyikapi hal tersebut, kami segera bertindak untuk mengatasi pandangan yang keliru dari siswa mengenai Bimbingan dan Konseling. Berbagai usaha kami lakukan, salah satunya dengan melakukan pendekatan kepada beberapa siswa terlebih dahulu kemudian sedikit demi sedikit menyeluruh pada setiap kelas yang diberikan layanan. Cara yang cukup efektif adalah dengan mengajak mereka mengobrol mengenai keseharian di sekolah agar para siswa merasa nyaman dan menganggap kami sebagai teman ngobrol.
Kalimat yang bersifat humanis, nada bicara yang ramah dan bersikap friendly membuat banyak siswa yang memberikan respon positif terhadap apa yang kami selipkan tentang BK dalam setiap obrolan. Respon positif yang diberikan oleh siswa membuat kami merasa senang dan merasa apa yang sudah kami lakukan untuk BK membuahkan hasil yang memuaskan.Â
Sebagai contoh masing-masing dari kami memiliki cara yang berbeda untuk mengubah perspektif siswa yang keliru terhadap BK diantaranya sebagai berikut.
Almas Dwi Adibah
Almas  memiliki kesan baik ketika memberikan layanan bimbingan klasikal maupun bimbingan kelompok. Berawal dari mahasiswa AM yang mulanya hanya mendampingi guru BK ketika masuk kelas dan merasakan kekhawatiran dari para siswa yang merasa bahwa mahasiswa AM juga akan menangani siswa yang bermasalah. Namun, lambat laun para siswa akan memahami bahwa guru BK dan mahasiswa AM akan mendukung dan membantu seluruh siswa (baik yang bermasalah ataupun tidak).
Pelaksanaan layanan bimbingan klasikal yang pertama di kelas X-2 dengan topik "Percaya Diri" selama satu kali pertemuan dengan menggunakan video pendek sebagai medianya. Pada pertemuan ini siswa awalnya merasa kurang bersemangat dan ketika diminta menonton video ada yang menonton dengan seksama namun ada juga yang hanya sebentar menontonnya. Pada sesi tanya jawab siswa juga hanya sedikit yang mampu dan mau untuk menjawab pertanyaan. Dan selebihnya hanya diam dan tidak berani menjawab.
Pada pertemuan kedua di kelas tersebut yang menggunakan metode Project Based Learning dengan topik "Manajemen Waktu", para siswa sudah mulai berani untuk bertanya kepada mahasiswa AM apabila kurang paham. Para siswa juga cukup antusias dalam membuat jadwal atau perencanaan kegiatan untuk mengimplementasikan manajemen waktu dari kegiatan siswa.
Perubahan perspektif siswa melalui sikap yang ditunjukkan sangat tampak pada pertemuan ketiga layanan bimbingan klasikal dengan topik "Kesulitan Belajar". Layanan ini menggunakan metode diskusi kelompok, para siswa sangat antusias ketika diskusi dan melakukan presentasi. Ketika presentasi beberapa siswa lainnya juga mau menanggapi dari hasil presentasi teman - temannya. Seluruh siswa di kelas juga sudah tidak malu untuk bertanya kepada mahasiswa AM mengenai materi maupun menanyakan mengenai konseling dengan mahasiswa AM.
Melalui pemberian layanan bimbingan klasikal tersebut, membuat para siswa menginginkan untuk melakukan sesi konseling dengan mahasiswa AM. Beberapa siswa yang mengikuti sesi konseling ini juga mampu untuk terbuka dan sudah melakukan setidaknya dua sesi konseling baik individu maupun kelompok. Mereka juga tidak segan untuk sekedar menyapa dan menghampiri apabila bertemu di lingkungan sekolah. Hal itu dapat menunjukkan siswa sudah tidak takut untuk menemui mahasiswa AM maupun guru BK yang ada.
Citra Ayu Rahmaning Widi
Citra memiliki pengalaman baik saat proses layanan bimbingan klasikal maupun bimbingan kelompok. Sebelum mengikuti layanan bimbingan klasikal maupun bimbingan kelompok, banyak siswa yang merasa takut jika kakak AM jurusan BK masuk ke dalam kelas. Mereka khawatir bahwa kehadiran mahasiswa BK hanya untuk menangani masalah-masalah perilaku. Namun, setelah memahami bahwa guru BK dan mahasiswa BK hadir untuk membantu dan mendukung semua siswa (bukan hanya yang bermasalah), akhirnya mereka mau dan turut aktif mengikuti layanan bimbingan klasikal maupun bimbingan kelompok.
Layanan bimbingan klasikal pertama dilaksanakan di kelas X9 dengan topik "Manajemen Waktu" dengan alokasi waktu 1x45 menit. Selama layanan ini, banyak siswa yang awalnya takut dan ragu-ragu untuk berpartisipasi, namun setelah diberikan contoh dalam bentuk video yang merupakan implementasi metode pembelajaran interaktif, siswa menyadari bahwa BK dapat membantu mereka mengatur waktu dengan lebih baik, sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efektif dan terstruktur.
Layanan bimbingan klasikal kedua juga dilaksanakan di kelas X9 dengan topik "Percaya Diri". Video pendek yang ditampilkan sangat efektif dalam memotivasi siswa. Setelah menonton, siswa lebih berani berbicara tentang diri mereka sendiri dan berani unjuk bakat di depan teman-temannya. Walaupun, awalnya mereka masih malu dan takut. Hal ini membantu mengubah persepsi siswa bahwa BK adalah tempat untuk mendapatkan dukungan, bukan sekadar tempat untuk siswa yang bermasalah.
Layanan bimbingan klasikal ketiga dilaksanakan di kelas X8 dengan topik "Pilihan Karir Setelah Lulus SMA". Melalui layanan ini sangat membuka wawasan siswa tentang berbagai jalur karir yang mungkin mereka tempuh. Mereka melihat BK sebagai sahabat dalam merencanakan karir, bukan sebagai hakim dalam menentukan karir siswa.
Terakhir pada layanan bimbingan kelompok yang dilaksanakan di kelas X9 dengan topik "Mengenal Hobi, Bakat, dan Minat". Layanan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode permainan simulasi dengan media papan ular tangga, dadu, dan kartu pesan. Permainan simulasi ular tangga membuat siswa lebih terbuka dan bersemangat dalam berpartisipasi mengikuti layanan bimbingan kelompok. Siswa merasa lebih nyaman berbagi hingga unjuk tentang minat dan bakat mereka. Diskusi reflektif di akhir layanan membantu siswa menyadari bagaimana minat dan bakat mereka dapat diarahkan ke karir yang sesuai. Dengan demikian, melalui berbagai layanan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok, siswa yang awalnya takut dan malu sekarang melihat BK sebagai sahabat yang siap membantu dan mendukung mereka dalam berbagai aspek kehidupan, baik pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Innaya Rahmania Dewi
Innaya memiliki pengalaman baik dalam pelaksanaan layanan konseling individu maupun layanan konseling kelompok. Layanan konseling terjadi setelah saya melakukan pendekatan dengan beberapa siswa di kelas X yang saya ampu dalam melaksanakan layanan bimbingan klasikal. Awalnya hanya bertanya mengenai jurusan yang diinginkan di kelas XI kemudian berlanjut pada persetujuan mereka para siswa untuk mengikuti konseling, baik konseling individu maupun konseling kelompok.
Awalnya siswa-siswa yang berkonseling dengan saya tidak memiliki pandangan apapun mengenai konseling, mendengar kata "BK" atau "Ruang BK" saja mereka sudah menolak dan mengatakan "tidak mau Bu", "masa ke BK sih Bu....takut", dan "aku malu Bu ke BK". Kalimat itu yang sering diucapkan oleh para siswa jika sudah mendengar tentang BK. Melihat pandangan/perspektif siswa yang masih keliru dengan BK, membuat saya semakin semangat untuk merubah perspektif tersebut yang awalnya BK menakutkan menjadi BK sahabat siswa.Â
Pengalaman menyenangkan saya yang pertama adalah saat melaksanakan konseling individu dengan salah satu siswa (AL) dimana saya merasa senang karena AL selaku konseli memberikan respon positif terhadap layanan konseling yang diberikan. Melalui pendekatan yang sedikit panjang, konseli AL yang awalnya tidak berkeinginan konseling karena malu akhirnya memiliki keinginan untuk berkonseling. Dari proses konseling itu juga, AL aktif dalam bercerita dan setelah proses konseling berakhir, AL menjadi pribadi yang jauh lebih bisa menempatkan dirinya dengan kondisi sekitar.Â
Selanjutnya pengalaman baik saya saat melaksanakan layanan konseling kelompok dimana awal terjadinya konseling kelompok tidak jauh berbeda dengan konseling individu. Perlu pendekatan dengan cara mengobrol/berbincang-bincang dengan siswa secara langsung dan melalui media online (WhatsApp) untuk menguatkan mereka agar berkeinginan mengikuti konseling. Setelah pendekatan yang cukup panjang, terbentuklah enam orang siswa yang berada di satu kelas yang sama dimana mereka berkeinginan untuk mengikuti konseling kelompok dengan topik "Pilihan Karir: Jurusan Kelas XI dan Jurusan Saat Kuliah". Respon yang diberikan sangat positif dan dalam proses konseling juga menyenangkan. Keenam siswa tersebut sangat aktif dalam proses konseling dan setelah konseling kelompok berakhir, keenam siswa tersebut mampu memilih jurusan dan lebih percaya diri dengan jurusan yang diinginkan masing-masing siswa.
Dari beberapa pengalaman yang dijabarkan diatas, didapatkan bahwa butuh usaha untuk merubah pandangan/perspektif siswa mengenai "BK yang menakutkan" menjadi "BK sahabat siswa". Setelah melalui proses panjang, banyak siswa yang mulai berdatangan ke ruang Bimbingan dan Konseling untuk terbuka bercerita mengenai masalah pribadi, sosial, belajar, maupun karir untuk masa depannya. Bahkan juga sudah mulai banyak siswa yang datang ke ruang BK untuk mengobrol bersama guru BK mengenai hal-hal yang terjadi di sekolah atau hal-hal yang mereka alami. Dengan demikian, upaya kami dalam mengubah perspektif negatif mengenai BK menjadi BK sebagai sahabat siswa telah membuahkan hasil yang positif.
Salam Hangat dari kami
Almas Dwi Adibah
Citra Ayu Rahmaning Widi
Innaya Rahmania Dewi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H