Dalam hajat itu, inisiator Sound of Borobudur Trie Utami yang lima tahun terakhir aktif melakukan riset terhadap relief-relief musik di Borobudur, memberi penilaian khusus pada alat musik tersebut.
"Setelah saya mendalami relief itu, saya mengetahui bahwa orang Sasak dengan alat musik penting ada di situ, dan bermusik bersama bangsa-bangsa lainnya pada 1.300 tahun yang lalu," ungkap Trie Utami.
Kolaborasi musik antar banyak bangsa ini, kata Trie Utami, tidak ada dalam budaya Jawa. "Kami mengundang orang Sasak dan etnis lainnya yang tergambar di relief candi, untuk bermain musik bersama dengan alat musik daerah masing-masing, agar ruh dari relief musik itu benar-benar mampu berpindah dan hidup," ujarnya.
Kholis memainkan nada-nada bernuasa Sasak di Borobudur, meningkahi bunyi alat musik lainnya yang berasal dari bermacam daerah di Nusantara dan benua lain. Nada-nada yang mengandung pesan yang bermakna. Pesan untuk semesta, sebagaimana yang dilakukan leluhur Bangsa Sasak, yang terpahat di dinding Borobudur, 1.300 tahun yang lalu.
Berikut penulis kompasianer cantumkan tulisan asli dari tulisan yang ini.
https://www.facebook.com/1580290166/posts/10218686244498836/?flite=scwspnss
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H