Mohon tunggu...
Cita juwita alwani
Cita juwita alwani Mohon Tunggu... Psikolog - PSIKOLOG RS.BHAYANGKARA POLDA JATIM

Trying to be a minimalism.. Bekerja sebagai seorang psikolog di ppt jatim perlindungan thd perempuan n anak korban kekerasan.. Berusaha melakukan yg terbaik dan menikmati setiap ritme kehidupan yg diberikan Allah SWT

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Balik Telekonseling: Kedukaan Ditinggal Suami Selamanya

31 Agustus 2021   12:24 Diperbarui: 31 Agustus 2021   13:40 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejadian yang dialami oleh si Ibu muda terjadi tepat sebelum PPKM yaitu bulan Juli dan saat ini kondisinya sudah lebih baik. Si ibu muda ini sudah menemukan coping dan social support yang tepat sehingga mampu melalui tahapan kesedihannya dengan baik menurut versinya. Si ibu muda sudah mulai belajar menerima bahwa apa yang dialaminya merupakan suatu cerita menarik dalam perjalanan hidupnya.

  1. Berkaca dari apa yang dialami oleh si ibu muda yang saya jelaskan di atas, kasus yang hampir sama juga dialami oleh banyak orang khususnya di Indonesia terutama di saat pandemi. Kondisi ini merupakan kondisi baru dan benar-benar menguras emosi kita.  Sekali lagi semua merasakan hal yang sama hanya saja kita tidak bersama.

Kisah ditinggal meninggal oleh orang yang dicintai selama pandemi, membuat kita belajar bahwa di era pandemi ini, kematian terasa lebih dekat dan membuat perubahan kondisi psikis kita. Hal ini sesuai dengan apa yang diteliti oleh Elizabeth Kubler Ross yaitu The Five Stages Of Grief  atau model lima tahapan kedukaan.

Tahapan kedukaan menurut Elizabeth Kubler Ross, diantaranya:

1. Penyangkalan atau denial

Ini adalah tahap pertama yang dialami, dimana orang yang berduka masih menyangkal bahwa orang yang dicintai sudah tidak ada. Pada pengalaman dari si ibu muda tadi, tampak jelas bahwa dirinya saat itu masih tidak menyangka bahwa ditinggal      suaminya. Suaminya adalah orang yang rajin berolahraga.

2.  Kemarahan (Anger)

Pada tahapan ini, seseorang akan merasa bahwa ini tidak adil kenapa harus terjadi pada saya. Pada kisah si ibu muda ini juga tampak kemarahan pada Tuhan dimana dia merasa tidak adil. Si ibu muda memimpikan memiliki anak dan saat sudah memiliki anak justru malah ditinggal oleh suami, dan ini menunjukkan Tuhan jahat, tega, dan tidak adil. 

Target kemarahan yang dirasakan seseorang dalam tahapan ini adalah orang-orang yang ada disekitarnya yang tidak mengalami hal seperti yang ia rasakan, dalam tahap ini orang yang mengalami kedukaan akan semakinsulit untuk dirawat, karena kemarahanya akan disampaikan kepada orang orang yang ada disekitarnya seperti dokter, perawat dan keluarga.(Santrock, J.W 2007:15)

3. Tawar Menawar (Bargaining)

Menawar atau tawar menawar adalah tahapan Elizabeth Kubler Ross yang ketiga bagi orang yang mengalami kedukaan, dimana pada saat ini mulailah muncul pemikiran bahwa kenapa harus saya yang mengalami ini kenapa tidak orang lain atau kenapa harus suamiku, dia masih muda dan saya masih membutuhkan kehadirannya, kasian anak saya. 

Kondisi ini juga dialami oleh si ibu muda yang merasa bahwa mengapa bukan orang lain, dan kenapa diberi anak kalau pada akhirnya suami meninggal.

4. Depression

Ini adalah kondisi terberat yang dialami oleh seseorang sebab semua perasaan marah, kecewa, menyesal, depresi menjadi satu dan pada tahapan ini biasanya seseorang tidak mau dibantu, ditenangkan, tidak mau dihibur melainkan hanya ingin didengar. 

Pada apa yang dialami oleh si ibu muda sepertinya si ibu menghubungi saya itu saat berada di tahapan keempat ini. Karena apa? Karena pada saat itu si ibu muda emosinya tidak stabil, pembicaraannya tidak runtut sehingga sulit dipahami.

5. Penerimaan (Acceptance)

Penerimaan adalah tahap kelima, dimana orang yang mengalami kedukaan mulai mengembangkan rasa damai, dalam penelitian ini banyak kasus sesorang yang mengalami kedukaan menginginkan dibiarkan sendiri untuk menenangkan diri.


Setiap orang tidak semuanya mengalami apa yang dialami oleh si ibu muda yang kebetulan runtut dalam mengalami kedukaan. Pada beberapa kisah orang lain ada yang mengalami kedukaan dengan cepat, atau justru lambat tergantung dari bagaimana karakter individu dan bagaimana social supportnya.

Hal yang perlu dilakukan saat mengalami kedukaan adalah satu yaitu meyakinkan diri bahwa apa yang dialami saat ini merupakan suatu takdir yang diberikan Tuhan dan takdir itu pasti baik karena kita adalah pribadi terpilih. Segera meminta bantuan ahli untuk membantu anda mencari coping yang tepat dalam mengatasi masalah anda. Self healing juga dapat dilakukan secara mandiri setelah sebelumnya mendapat bantuan dari Ahli.

Satu lagi, penanganan terhadap kedukaan penting melibatkan keluarga karena psikologmu tidak satu rumah denganmu jadi akan percuma kalau psikolog sudah berbusa-busa lalu individu dan keluarga juga tidak mensupport . Terakhir pesan dari saya: salam sehat untuk kita semua, kita BISA kita KUAT dalam menghadapi pandemic covid

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun