Mohon tunggu...
Cisya Ratna
Cisya Ratna Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Seorang Mahasiswa

Sedang menempuh pendidikan sarjana Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Poligami Melalui Perspektif Paradigma Definisi Sosial

17 Desember 2021   18:53 Diperbarui: 17 Desember 2021   20:24 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Adapun di dalam paradigma ini, terdapat tiga teori inti, yaitu teori aksi, teori interaksionisme simbolik, dan teori fenomenologi. Pada teori aksi, Max Weber memberi penekanan pada tindakan intersubjektif dan intrasubjektif pemikiran manusia yang mengindentifikasi tindakan sosial. Teori ini menjadi sumbangan penting dalam mengembangkan teori interaksionisme simbolik. 

Teori interaksionisme simbolik menandai adanya proses berpikir yang menghubungkan antara stimulus dan respon. Menurut teori interaksionisme simbolik, struktur dan pranata sosial hanya merupakan kerangka ketika proses pedefinsian dan interaksi sosial berlangsung. 

Adapun teori fenomenologi hadir sebagai hasil dari perbedaan teori aksi dan interaksionisme simbolik. Teori ini fokus pada hubungan antara realitas struktur sosial dengan tindakan seseorang atau aktor dan memiliki perhatian yang besar dalam kehidupan sehari-hari.

Pada agama, seseorang sering kali mendefinisikan ajaran agama sesuai interpretasinya sendiri di luar konteks yang sesungguhnya. Tidak hilang dari kemungkinan bahwa poligami dipahami kerap melalui bermacam pendefinisian. Akibat dari interpretasi yang keliru ini, poligami membawa sejumlah masalah sosial di masyarakat. 

Pada dasarnya, poligami sejatinya harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, kesiapan dari berbagai pihak, dan pemahaman yang baik sesuai konsep yang diajarkan di dalam agama Islam. Apabila prinsip-prinsip tersebut tidak dilaksanakan, resiko masalah sosial akan terus muncul. 

Masalah sosial yang timbul akibat dari penyimpangan konsep poligami ini dapat berupa kemiskinan, keutuhan keluarga terancam, hingga isu keadilan untuk perempuan. Berkaca pada fenomena mentor tersebut, timbul masalah sosial berupa pernikahan usia dini yang memungkinkan menjadi akar masalah multidimensional.

Kembali pada An-Nisa’ ayat 3, sebenarnya sudah jelas bahwa poligami bukanlah sesuatu yang wajib. Artinya, tidak ada ungkapan dengan maksud mendorong atau memotivasi seseorang untuk melakukan poligami, terlebih jika menciptakan tren dan monetisasi. Islam memetakan poligami dengan maksud untuk perlindungan terhadap janda dan yatim piatu akibat korban perang. 

Quraish Shihab menyatakan bahwa ayat tersebut hanya berbicara mengenai bolehnya poligami serta tidak mewajibkan dan menganjurkan adanya poligami. Syarat yang dibutuhkan untuk menembus jalan poligami sebetulnya cukup ketat. 

Dengan demikian, pembahasan poligami di dalam Al-Quran sebaiknya ditinjau melalui segi yang ideal, tetapi tetap memperhatikan aspek penetapan hukum dan situasi yang terjadi. 

Adapun Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga menegaskan bahwa sebuah perkawinan bukan hanya tentang kepentingan individu atau golongan tertentu saja, tetapi juga bertujuan untuk membentuk tatanan masyarakat yang berbudaya, maju, dan beradab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun