Seperti biasa, kususuri pijakan aspal tebal. Ada lubang di beberapa sudutnya, sekarang sudah bagus, sih. Ramah tamah kuterima, di rumah kedua ku tiba. Jarak lima kilo meter dari rumah Bapak. Kulajukan Si Gahar di 50-60km kurang lebih tekanannya.
Setiba ku disana, kupesan Aren favoritku kepada Topik, salah satu barista disana.
"Pik, Aren, biasa, nyaa."
"Oke siap. Tapi sekarang sama Iprut dibikinnya, ya."
"Okeh, santaii."
Ku keluarkan benda lipat di tas, kubuka ia dan kupandangi. "Oh... sepuhnya." Gumamku di kepala.
Hari ini rasanya berat. Berat karena banyak hal yang hinggap di kepala, mata, lalu telinga. Hati? Apalagi. jangan tanya. Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya??????
Detik demi detik rasanya memaksaku untuk terus maju. Putih di depan lambat laun terisi hitam dari kepalaku. Kalo di buku, katanya manusia hanya menggunakan 9% kemahirannya untuk menulis. bisakah aku menjadi satu persennya? biarkan kususuri skill menulisku di meja tunggu.
"Silakan, Cika..."
"Okey siap, nuhun, Pik."
Aren yang kutunggu, akhirnya tiba juga di mejaku. Kata demi kata, Frasa demi Frasa, kulepaskan pada benda lipat didepanku.
Tik tik tik tik tik... RASANYA INGIN MELEDAK.
Hingga kudengar seruan Tuhan berkumandang. Rasanya ledakan yang tersimpan harus kuledakan ditempat yang semestinya. Tempat yang tersembunyi dari keramaian. Kuizin mlipir ke belakang. Rasanya yang aku keluarkan harusnya tawar, tapi ini bercampur dengan war. AKHIRNYA keluar, tumpah, riuh. Ia keluar bersamaan dengan Bunga kuning favoritku. Seharusnya jangan, sih. Sepertinya, hanya beberapa orang yang memiliki skill sepertiku. Mau sekeras apapun ia keluar, ia tak pernah meninggalkan jejak.
Keluar aku, kupandangi benda di depanku, rasanya sudah pilu. Terlalu lelahkah aku?
"Pik, itu boleh dipinjem?"
"Apa? kayanya apa aja boleh, asal jangan pinjem seratus."
"Hahaha, sa ae."
Kulangkahkan kakiku menuju pajangan didepanku, ada tiga buah buku. Kubawa salah satu yang paling kelabu, covernya. Kubaca satu demi satu. Pada bab 1, terdapat judul "Bismillah"
DEG...
Rasanya semua buyar, tertampar. Harusnya yang kususur bukanlah jalan. Tapi, jika masalah tidak ada jalan keluarnya. Bukankah mending Aku yang keluar jalan-jalan?
Susur menyusur. Akhirnya aku menemukannya. Yang kubutuh hanyalah Dia, Yang Maha Segalanya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H