Mohon tunggu...
Andhika
Andhika Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, Wartawan, Pebisnis

Sempatkan Waktu Untuk Baca, Sebarkan Informasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polusi, PPKM dan Dilema

5 September 2023   11:15 Diperbarui: 5 September 2023   11:31 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dilansir dari laman Jakarta Indeks Kualitas Udara (AQI), Polusi udara di Ibu Kota berada di angka 120 pada pukul 10.45 WIB dan menempati peringkat ke-3.

Polisi udara memang menjadi pekerjaan rumah (PR) semua pihak. Pemerintah telah berupaya mengurangi sumber polusi dengan berbagai cara. Bahkan tidak hanya itu, sempat ada waktu lumayan lama yang memaksa hal tersebut untuk berkurang, yakni Pembatasan semasa Pandemi Covid-19.

Nyatanya, satu dari sekian polusi bersumber dari asap kendaraan, asap industri dan pencemaran udara lainnya.

Jika berkaca dengan berbagai cara guna mengurangi polusi, mungkin bisa dikatakan hanya pandemi Covid-19 yang mampu menurunkan populasi polusi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) khususnya dan wilayah lain pada umumnya.

Lantas, apakah harus kembali lagi diterapkan PPKM, WFH? Saya rasa hal tersebut akan menjadi dilema, lantaran. Disaat PPKM yang mewajibkan untuk tidak sering keluar rumah hingga para pekerja ditetapkan WFH tak sedikit yang mengeluh. Baik dari segi kebiasaan, sosialisasi hingga produktifitas yang dihasilkan.

Ada beberapa sektor yang mungkin bisa disoroti dalam mengurangi polusi, diantaranya:
Pertama yakni pemberlakuan kebijakan Pembatasan lalu lalang kendaraan dengan cara mewajibkan menggunakan moda transportasi umum yang mampu menampung banyak penumpang, semisal Bis Kota. Namun hal ini tentu bukanlah hal mudah untuk ditetapkan, terkecuali adanya kesadaran dari masing-masing dan kebijakan dari perusahaan atau kantor dalam menyikapinya. Tak hanya itu, Selain gaya hidup dengan menggunakan kendaraan pribadi mungkin bisa dijadikan alasan utamanya. Aneka ragam pendapat pasti terlontar jika kebijakan untuk mewajibkan naik Bis Kota ditetapkan, salah satunya mengenai durasi.

Kedua, penerapan WFH secara bergantian. Mengapa demikian, sisi lain dari WFH ialah mengerjakan sesuatu pekerjaan tanpa wajib berangkat ke Kantor. Nyatanya, hal tersebut bisa dilakukan jika kantor tersebut berupa kantor administrasi yang tidak langsung berhubungan dengan manusia secara face to face langsung. Lantas bagaimana jika kantor tersebut merupakan jasa atau industri? tentu bukan hal mudah untuk penerapannya. Banyak hal yang pastinya tidak dapat diterima oleh pengusaha atau owner hingga kepala perusahaan atau kantor bersangkutan. Selain produktifitas kemungkinan menjadi alasan utamanya, koordinasi dan komunikasi juga dipastikan terbatas jika penerapan WFH diterapkan kembali seperti saat PPKM berlangsung.

Ketiga, mengurangi penjualan barang yang mengakibatkan penambahan polusi. Tentunya hal ini sangatlah sulit diterapkan, lantaran industri dan pemerintah bahkan kita semua tidak bisa terlepas dari hal ini.

Dengan demikian, perlu keberanian dan kejelian pemerintah dalam memilah sampai mengeluarkan kebijakan dalam mengurangi polusi. Eits, Taka hanya pemerintah saja loh, semua pihak dituntut kesadaran tingkat tinggi dalam upaya pengurangan polusi.

Dapat disimpulkan, bukti nyata keberhasilan dalam mengurangi polusi yaitu PPKM Covid-19. Jadi, apakah harus ada kembali PPKM dan WFH secara total? Mungkin akan jadi dilema tersendiri bagi semua pihak.

Diketahui, beberapa waktu kedepan akan terselenggara KTT Asean. Mungkin hal diatas sepertinya akan diterapkan dalam upaya pengurangan polusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun