Mohon tunggu...
Ciput Putrawidjaja
Ciput Putrawidjaja Mohon Tunggu... Praktisi Inovasi dan Inkubasi Bisnis Teknologi Kelautan -

Direktur Badan Pengelola Marine Science Techno Park Universitas Diponegoro (MSTP UNDIP)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pertempuran Jatingaleh (1811): Waterloo van Java

17 Mei 2017   00:05 Diperbarui: 17 Mei 2017   00:15 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan suasana pertemuan Gubernur Jenderal Janssen dengan pasukan Jawa pimpinan Pangeran Prang Wedono di Gombel Lama, Jatingaleh, Semarang, Jawa Tengah.

Selasa pagi 17 September 1811, Janssen memanggil von Winkelman dan memerintahkannya untuk menemui Auchmuty dan mengusulkan gencatan senjata selama 24 jam. Von Winkelman kembali ke camp pada pukul 9 pagi dengan berita bahwa Auchmuty menyepakati gencatan senjata tersebut. Janssen memanggil Generaal De Kock dan Overstee La Chapelle untuk menghadap. Keduanya diperintahkan untuk menyusun surat penyerahan diri dengan syarat. Ia berpikir untuk mengulangi penyerahan dirinya saat kalah di Cape Town, Afrika Selatan, 8 tahun sebelumnya, dimana ia dan pasukannya tidak ditawan sebagai tawanan perang biasa, dipersilakan membawa persenjataannya dan dipulangkan dengan hormat ke Perancis.

Proposal Janssen ditolak oleh Auchmuty, meskipun ia tetap mengijinkan pasukan Perancis membawa senjatanya, toh hanya pasukan kecil saja, tak bakal mampu menyusun serangan balasan, pikirnya. Janssen memerintahkan von Winkelman untuk bernegosiasi dengan Auchmuty, atau ia akan kehilangan kehormatan dan martabatnya dan bisa-bisa ia dihukum mati oleh Kaisar. Namun negosiasi tersebut gagal juga, dan pasukan Inggris sudah bermanuver menyerang.

Rabu 18 September dini hari, Janssen dan pasukannya menyaksikan penurunan bendera tiga warna Perancis dan menyerahkannya kepada Auchmuty setelah sebelumnya menandatangani surat pernyataan menyerah dengan muka merah padam menahan malu dan kesedihan yang mendalam. Jenderal logistik tersebut gagal mengulangi strateginya di Afrika Selatan dan terpaksa pulang dengan terhina. Maka berakhirlah kekuasaan Perancis di Hindia Timur yang sangat singkat.

EPILOG

Janssen dibawa ke Inggris dengan segala penghormatan sesuai jabatan dan pangkatnya. Ia selanjutnya dipulangkan ke Perancis pada 18 Nopember 1812. Setiba di Paris, ia menghadap Kaisar dengan lesu, namun jawaban Napoleon sungguh mengejutkannya. Kekalahannya dimaafkan, dua bulan kemudian ia ditunjuk sebagai komandan divisi ke-13 di Groningen dan belakangan dianugrahi gelar kebangsawanan Jonkheer pada 24 Nopember 1816 dan Chancelier de l'Orde van de Nederlandse Leeuw (Ksatria Singa Belanda) pada 9 Januari 1834.

Janssen sempat mengabdi pada Napoleon hingga terluka dalam pertempuran di Arcis-sur-Aube pada 20 Maret 1814 dan bekerja di Kementerian Perang Perancis hingga mengundurkan diri dari angkatan perang Perancis pada 9 April 1814.

Ia kembali ke kampung halamannya di Belanda pada 9 Mei 1814, diterima di jajaran angkatan perang Belanda dengan pangkat Jenderal pasukan, sama dengan pangkat terakhirnya di angkatan perang Perancis, dan bekerja di Kementerian Perang Belanda sebagai Ketua Komisi Penataan Pasukan Kolonial dan kemudian Ketua Komisi Penataan Pasukan Nasional. Sempat melamar menjadi gubernur jenderal Hindia Belanda pada tahun 1815, namun ditolak karena pemerintah Belanda belum lupa dengan kekalahannya di Jatingaleh 4 tahun sebelumnya. Kecewa, akhirnya ia mengundurkan diri dari ketentaraan dan pemerintahan di usia 52 tahun pada 22 Mei 1815, kembali ke kehidupan sipil hingga wafat di Den Haag pada 23 Mei 1838 di usia 75 tahun.

Disarikan dari beberapa referensi:

  1. Jean Rocher. 2011. La Debandade de Jean-Fesse (Perang Napoleon di Jawa 1811.
  2. William Thorn. 1815.Memoir of the Conquest of Java.
  3. Jatingaleh: Waterloo Van Java
  4. Indonesia as French Colony: a History Trivia
  5. Wikipedia (en): Invasion of Java

Gambar Ilustrasi: 

  1. Lukisan suasana pertemuan Gubernur Jenderal Janssen dengan pasukan Jawa pimpinan Pangeran Prang Wedono di Gombel Lama, Jatingaleh, Semarang, Jawa Tengah.
  2. Foto udara milik Leiden University Library menggambarkan kamp KNIL Djatingaleh KNIL (sekarang digunakan sebagai markas Batalyon ARHANUDSE Kodam IV Diponegoro) pada tahun 1930-1932. Disandingkan dengan sketsa peta pertempuran yg dimuat di dalam buku William Thorns berjudul Memoir of Conquest of Java, tanda X di atas menunjukkan posisi pasukan Perancis di Bukit Gombel sedangkan tanda X di bawah adalah posisi Lembah Jatingaleh (dalam sketsa ditulis Jatty Nallee). Saat ini lembah tersebut telah dibangun menjadi ruas jalan Tol Jatingaleh-Tembalang/Banyumanik .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun