Terakhir, Sultan Ternate yg membeli King Dick pada tahun 1913. Keinginannya untuk memiliki dan mengendarai sendiri ‘kereta setan’, setelah merasakan nikmatnya duduk di kendaraan merk King Dick yang dibawa oleh seorang Belanda dalam perjalanan keliling Maluku.
Sultan begitu terkesan dan langsung memesan sebuah mobil yang disesuaikan dengan kondisi daerahnya, tidak seperti King Dick yang beroda tiga, tetapi Sultan Ternate menginginkan kendaraan roda empat yang bisa dibawa kemana saja bila ia inginkan.
SEJARAH INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA
ERA HINDIA BELANDA (1894 - 1939)
Hingga tahun 1939, menurut catatan De Ingeniur, seperti yang dikutip Rudolf Mrazek (2006), di Hindia Belanda ada 51.615 mobil. Tentu saja sebagian besar kendaraan roda empat di tanah jajahan itu dimiliki toewan-toewan kulit putih; dan masyarakat bumiputera lebih cenderung berada di belakang kemudi alias jadi sopir saja.
Seperti di tulisan sebelumnya, disebutkan bahwa Sunan PB X memesan mobilnya melalui J. Prottle & Co, toko yang menjual barang - barang impor yang berlokasi di passer besar (Pasar besar) di Soerabaja! Boleh dibilang toko inilah perintis industri mobil di Indonesia. Besarnya minat orang2 kaya membeli mobil, menggugah minat para pengusaha kuat untuk menjadi importir mobil. Maka bermunculanlah perusahan2 baru yang menawarkan jasa pengurusan pengiriman mobil dari Eropa maupun Amerika. Sampai tahun 1941, beberapa pengusaha importir mobil antara lain:
- R.S Stockvis & Zonnen Ltd, yang tidak saja mengurus pesanan mobil-mobil Eropa maupun Amerika tetapi juga menyediakan suku-suku cadang lain yang diperlukan untuk mobil dan motor.
- Verwey & Lugard dan Velodrome yang berkantor pusat di Surabaya.
- O’Herne yang juga memiliki mobil Peugeot juga akhirnya berminat menjadi perantara importir mobil seperti merk yang dimilikinya.
- H.Jonkhoff yang berangkat dari pengusaha Piano kemudian menanamkan modalnya untuk bertindak sebagai agen impor mobil dari Amerika seperti merk Ford, Studebaker dan mobil-mobil keluaran Jerman, Darraq, Benz, Brasier, Berliet dan lainnya.
- Selain itu ada beberapa perusahaan yg mendatangkan mobil-mobil Italia dan Perancis, terutama mobil merk Fiat yang mungil bentuknya namun bertenaga besar. Cabang para importir mobil tersebut bukan hanya di Batavia dan Surabaya, tetapi ada juga di Semarang, Bandung, Medan dan kota lainnya.
[caption caption="Pabrik GM di Tanjung Priok 1937"]
Menjelang Perang Dunia 2, KNIL memesan kendaraan truk, peralatan bengkel, mesin mesin berat, dan suku cadang kepada NVGMJHM, yang kemudian dikirim ke sebuah gudang di dekat Solo. Menjelang kedatangan Jepang di pulau Jawa pada 9 Maret 1942, sebagian besar mesin dan suku cadang tersebut dihancurkan oleh pihak militer Belanda. Sampai pecah PD 2, pabrik NVGMJM tersebut merakit 47 ribu mobil, sebagian besar bus2 Chevrolet dan truk GM. Selanjutnya kegiatan operasional NV GMJHM dibekukan pada 24 Maret 1942. Para staf dan karyawan yang berkebangsaan Amerika, Inggris dan Belanda segera ditangkap dan pabrik tersebut dikuasai oleh tentara Jepang. Melihat hal ini, GM Corp. menarik seluruh investasinya dari NVGMJHM pada 31 Desember 1942.
ERA ORDE LAMA (1949 - 1966)
[caption caption="Gallery Dealer PT. Udatin (mobil Holden)"]
Upaya pengembangan sektor industri menjadi bagian penting dari nasionalisme ekonomi Indonesia sejak usainya perang kemerdekaan pada tahun 1949. Salah satu proyek pertama yang dilaksanakan di republik yang baru merdeka ini ialah pembangunan pabrik perakitan kendaraan niaga, NV Indonesia Service Company (ISC). Impor mobil utuh (istilah sekarang CBU-Completely Build Up) pun masih berlangsung, terlebih saat menjelang Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung, saat Pemerintah mendatangkan mobil2 seperti Plymouth Belvedere, Opel Kapitan, dan Opel Kadett untuk mendukung pelaksanaan konferensi tersebut. Akibatnya pada dekade 1950an, jalanan di Indonesia lebih didominasi mobil2 buatan Amerika dan Eropah.
Namun seiring dengan kebijakan nasionalisasi perusahaan2 asing pada paruh kedua dekade 1950an, membuat industri mobil pun terkena dampaknya. Pada tahun 1954, GM resmi menghentikan operasi pabriknya, pada RUPS 14 April 1956, diputuskan untuk melikuidasi NV GMJHM dan Djakarta Branch, dan belakangan assetnya dibeli oleh Bank Industri Negara dan diberi nama Gaya Motor NV. Selama 7 tahun beroperasi (1946-1953), GM mampu menghasilkan dan memasarkan 5.306 kendaraan pribadi, 14.050 kendaraan komersial/kendaraan umum, 3.811 rangka kendaraan komersial/kendaraan umum dan 1.794 kendaraan yang telah diperbaiki, 102 unit perabotan rumah tangga, serta 202 mesin diesel dan mesin-mesin kapal.
Tahun 1961, 100 unit Toyota Land Cruiser beratap kanvas (terpal), yg belakangan populer dengan sebutan jip Toyota kanvas, dibeli oleh Departemen Transmigrasi, Koperasi, dan Pembangunan Masyarakat Desa untuk kebutuhan proyek2 transmigrasi di seluruh penjuru tanah air. Jip Toyota Kanvas ini sempat menjadi kendaraan dinas kebanggaan Mayjen Soeharto pada 1961-1965. Selain itu, di jalanan Jakarta bermunculan bemo alias Daihatsu Midget, yg didatangkan dari Jepang sebagai pampasan perang dalam rangka persiapan Asian Games IV 1962 di Jakarta. Kedua kendaraan inilah cikal bakal merajalelanya mobil2 buatan Jepang di tanah air.
Kemudian disusul oleh jip Nissan Patrol. Kedua mobil itu digunakan di kalangan militer, polisi, pertambangan, dan perkebunan pada saat-saat kejatuhan Orde Lama. Pada awal kehadirannya, jip-jip buatan Jepang itu harus bersaing dengan GAZ (Russia), Land Rover (Inggris), dan jip-jip buatan AS, seperti Willys, Ford, Internasional, dan Cherokee yang sudah ada lebih dahulu. Belakangan juga muncul jip Mitsubishi, yang sosoknya mirip dengan jip Willys.