Kalau kita terbang ke Gorontalo, kita akan mendarat di Bandara Djalaludin. Tidak banyak yg tahu nama siapa yg diabadikan tsb, yg ternyata adalah nama seorang penerbang AURI kelahiran Gorontalo, Letkol (Pnb) Djalaludin Tantu. Pemuda Djalaludin bergabung dengan BKR Oedara pada saat bersama pemuda-pemuda Gorontalo lainnya merebut lapangan terbang Gorontalo yg masih dikuasai oleh pasukan Jepang pasca Proklamasi Kemerdekaan RI pada tahun 1945.
Selanjutnya Djalaludin tetap bergabung dengan TKR Djawatan Penerbangan (selanjutnya berubah menjadi TRI-Oedara) selama masa revolusi dan bergerilya di kampung halamannya. Setelah pengakuan kedaulatan, Djalaludin dikirim tugas belajar ke Sekolah Penerbang Kalidjati di Subang. Setelah lulus, bersama 5 orang rekan seangkatannya, Djalaludin dikirim ke sekolah instruktur penerbang di Lanud Tjililitan (sekarang Bandara/Lanuma Halim Perdanakusuma).
Setelah resmi menjadi prajurit TNI-AU, Djalaludin dgn pangkat Opsir Udara Tingkat 2 (setara Letnan Dua) ditempatkan di Skuadron 2/Angkut yg mengoperasikan pesawat angkut Dakota C-47 yang berpangkalan di Lanud Tjililitan.
KAMPANYE TRIKORA, DAKOTA T-440 & PENDARATAN DARURAT DI LAUT (DITCHING)
Usai menerjunkan pasukan, saat pesawat hendak kembali ke Pangkalan Udara Laha, tiba-tiba muncul pesawat Neptune M-273 Belanda. Satu keadaan yang sangat sulit dihadapi Kapten Djalaludin, pesawat yang dikemudikannya, Dakota,memiliki kecepatan yang jauh lebih rendah dari kecepatan pesawat Neptune Belanda. Di samping itu, Dakota tidak bersenjata sama sekali.
Tidak langsung menyerah begitu saja, Kapten Djalaludin beserta seluruh awaknya berusaha sekuat tenaga untuk bisa keluar dari situasi yang sulit ini. Dia segera menurunkan ketinggian pesawat sampai serendah mungkin yang bisa dicapainya. Demikian rendah sehingga percikan air laut sebagai akibat dari putaran baling-balingnya terlihat jelas dan bahkan sempat menghantam badan pesawat. Tidak sekadar terbang rendah, Kapten Djalaludin juga menerbangkanT-440 secara zigzag dalam upaya semaksimal mungkin menghindari tembakan.
Namun, sekali lagi karena memang sudah menjadi sasaran empuk bagi Neptune, tidak lama tembakan pesawat musuh pun tepat mengenai sayap dan tangki bahan bakar. Api menyala dan dengan cepat menjalar ke seluruh sayap dan badan pesawat. Dengan satu guncangan hebat, akhirnya pesawat pun tidak dapat dikendalikan lagi dan terpaksa mendarat darurat di atas laut (ditching) di perairan sebelah timur Batu Belah. Pada saat terakhir pesawat nahas ini masih sempat mengirim berita ke Dakota T-480 yang dikemudikan Kapten Udara Hamsana.
Dalam kepanikan yang mencekam saat-saat terakhir pesawat masuk laut, seluruh kru berhasil menyelamatkan diri keluar pesawat menggunakan perahu karet. Dari dua perahu karet yang ada, hanya satu yang masih dapat dipergunakan karena tertembus peluru Neptune. Dengan menggunakan perahu karet yang tersedia, awak pesawat berusaha menyelamatkan diri tetapi usaha mereka mengalami kegagalan yang akhirnya ditawan Belanda menggunakan kapal HNLMS Friesland.
Kapten Djalaludin beserta awak pesawat diangkut dengan kapal Belanda HNLMS Friesland menuju Fak-Fak dan dijebloskan dalam penjara. Pada hari keempat, mereka dibawa ke Kaimana menggunakan kapal kecil “Snelius” dalam keadaan diborgol tangannya. Untuk selanjutnya mereka dipindahkan ke penjara di Waena, Hollandia (sekarang Jayapura) menggunakan pesawat Dakota. Dalam penjara mereka dijaga sangat ketat, siang oleh Militaire Politie (MP), sedangkan malam hari oleh Marinir Belanda. Dari Hollandia mereka dipindahkan lagi ke penjara Angkatan Laut Belanda di Sorido, Biak, dan selanjutnya dipindahkan lagi ke penjara di Pulau Wundi,sebuah pulau kecil dekat Biak.
Setelah melalui perundingan-perundingan yang memutuskan adanya genjatan senjata antara pihak RI dengan Belanda, akhirnya Djalaludin beserta awak Dakota T-440 yang dipenjara di Pulau Wundi dibebaskan. Mereka kemudian diserahkan kepada pihak Indonesia dan diterbangkan ke Jakarta menggunakan peswat C-130 Hercules milik UNTEA (United NationsTemporary Executive Authority).
Djalaludin dan awaknya dianugerahi BINTANG SAKTI oleh Presiden Soekarno pada tahun 1963.
KAMPANYE DWIKORA, OPERASI ANTASARI & MIA (MISSING IN ACTION) HERCULES T-1307
Selepas kampanye Trikora, Djalaludin dimutasi ke Skuadron 31 yg mengoperasikan pesawat Hercules C-130B. Dan pada tahun 1964, saat kampanye Dwikora, Mayor Udara (Pnb) Djalaludin ditugaskan ke perbatasan Kalimantan Barat untuk mendukung Operasi Antasari, menerbangkan Hercules berkode ekor T-1307 untuk menerjunkan pasukan PGT yg dipimpin oleh Letkol Udara Soegiri Soekani pada 2 September 1964.
Pesawat Hercules T-1307 tersebut diawaki delapan orang, yaitu copilot Kapten Udara (Pnb) Alboin Hutabarat, navigator Mayor Udara Juamardi, Kapten Udara Suroso, Letnan Udara Satu Sukarno, LMU I Sabil, LMU I Sutopo, serta LMU II M. Rukmana. Selesai operasi, dari 3 pesawat Hercules yg dikirim ke garis depan, hanya 2 pesawat yg berhasil kembali ke pangkalan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Informasi ini masih disangkal oleh pihak RAF sampai saat ini, karena secara resmi RAF dan Angkatan Bersenjata Inggris tidak terlibat dalam konflik ini, meskipun ada laporan intelijen bahwa pesawat Gloster Javelin tsb mendarat di pangkalan AU Kuching dengan 1 rudal Firestreak-nya tidak ada lagi di tempatnya di sayap.
Seluruh penumpangnya dinyatakan gugur, termasuk Djalaludin Tantu, Kapten Pnb Alboin Hutabarat dan Letkol Udara Sugiri Sukani. Djalaludin dinaikkan pangkatnya 1 tingkat menjadi Letnan Kolonel Udara (Pnb) dan diabadikan namanya sebagai nama pangkalan udara (lanud) di Gorontalo, yg sekarang juga melayani penerbangan komersial seiring diresmikannya Propinsi Gorontalo.
Sepanjang kariernya yg relatif singkat di AURI, Djalaludin pernah bertugas sebagai Perwira Penerbang di Lanud Halim Perdanakusuma (1954), Perwira Penerbang Skadron DAUM (1955), bertugas ke Hongkong Air Craft Engineering (1958), Perwira Penerbang Skadron Udara 2 (1960), Perwira Instruktur tidak tetap 005 Transition (1962) serta Perwira WOPS 001 Halim/Skadron Udara 31 (1964).
Sudah terdokumentasi di https://id.wikipedia.org/wiki/Djalaludin_Tantu
Disarikan dari berbagai sumber:
- http://tni-au.mil.id/…/pengabdian-dan-pengorbanan-djalaludi…
- http://tabloidaviasi.com/…/djalaludin-tantu-patriot-udara-…/
- http://forum.detik.com/sejarah-pesawat-indonesia-yang-jatuh…
- http://jihad-defence-indonesia.blogspot.com/…/operasi-milit…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H