Harap pengharap dan harapan mereka saling beradu di telinga Jaka. Pemuda yang sekarang sedang mengalami kebimbangan akan perasaan yang entah seperti apa bila diuraikan. Ia sering kali tertawa namun seketika diam tanpa kata, entah apa yang Ia pikirkan. Hati dan pikirannya tak selaras, Ia cemas akan harapannya kepada Wati wanita yang sangat Ia cintai dan kasihi tak berakhir seperti yang Ia perhitungkan.
Wati si gadis pujaan hati yang Ia cinta karna satu tempat kerja ternyata sudah ada yang punya. Namun nyatanya Wati masih memberikan kesempatan kepada Jaka untuk membuktikan keseriusannya. Jaka pun gembira bukan kepalang. Ia seperti mendapat suntikan semangat untuk mengarungi hari.
Hari demi hari berlalu, satu tahun sudah jaka dan Wati menjalin asmara. Jaka yang semakin yakin kepada wati mulai merasa bahwa dirinya harus bisa menghalalkannya. Karna jaka merasa untuk apa berlama-lama bersama tanpan ikatan yang ada. Jaka tidak suka berpacaran, Dia berprinsip kalo suka sama suka kenapa tidak untuk hidup bersama.Â
Hingga suatu hari selepas kerja Jaka bertanya kepada Wati
"Yank, panggilan mesra Jaka pada Wati."
"Dalem sayang, Wati menjawab dengan manjanya,"
"Aku mau bertanya sesuatu sama kamu, boleh ?," ucap Jaka meminta ijin.
Dengan wajah heran Wati menjawab," Iya, ada apa?".
"Kamu benar sayang aku ?", tanya jaka.
"Emang kenapa ?", Wati heran.
"Kalo kamu beneran sayang, kamu mau tidak nikah sama aku ?", Jaka coba mencari keyakinan Wati.
" Emmm... Emmm... Emmm ", Wati bingung mau jawab apa.
Seketika suasana hening Jaka dan Wati hanya terdiam bingung mau bicara apa lagi. Jaka yang tidak puas dengan jawaban Wati hanya menunduk dan berkata. " oh, yasudah." Sambil berjalan pergi pulang Ke rumahnya. Sedangkan wati yang bingung harus jawab apa merasa bersalah pada Jaka hanya diam dan berjalan pulang kerumahnya.
Malamnya Wati tak bisa tidur memikirkan pertanyaan terakhir Jaka. Wati sebenarnya sayang pada Jaka, Ia sayang karna merasa Jaka lebih pintar agamanya dibanding dirinya. Hanya saja Wati tidak bisa semudah itu meninggalkan pacarnya yang sudah bersamanya dikala senang maupun susah demi laki-laki yang baru satu tahun menjalin cinta segitiga dengannya. Meskipun Ia sadar pernah gagal waktu mau menikah dengan pacarnya dan tidak tau kapan lagi akan terlaksana. Sedangkan Jaka semakin bingung, Ia sadar akan posisinya. Ia merasa dirinya tamu dihati orang yang telah disinggahi. Tidak mungkin bagi dirinya mengusir penghuni pertamanya, Ia paham betul rasanya kehilangan orang yang dicintainya.Â
Hari demi hari berlalu Jaka dan Wati tetap menjalin asmara mereka. Jaka semakin rajin Ibadahnya setiap malam Ia selalu meminta kepada Tuhannya agar dijodohkan dengan Wati. Jaka rela menunggu bahkan seperti orang bodoh yang kadang tidak dianggap saat Wati sedang berdua dengan pacarnya.
Sedangkan Wati, Ia semakin bingung dengan pendiriannya. Ia enggak memutuskan, Ia terlalu takut memilih antara Jaka dan pacarnya. Wati semakin merasa bersalah, Ia hanya bisa pasrah sambil menunggu waktu yang akan menjawabnya.
Entah sampai kapan hubungan Jaka dan Wati akan berakhir. Apakah Jaka yang akan menang dengan mendapatkan ridho-Nya dan terkabul harapannya hidup dengan Wati sang gadis pujaan atau malqh Wati yang terwujud menikah dengan pacarnya dan dengan berat hati meninggalkan Jaka yang dengan sabar menunggu kepastian darinya. Semua sulit mereka sadar mereka saling menyakiti atas apapun yang terjadi.
Purdiawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H