Berdasar bukti tertulis yang ada, Sanjaya berkuasa sejak mengeluarkan prasasti Canggal 732 M dan ditandai dengan upaya mendirikan candi Gunung Wukir di kecamatan Salam, kabupaten Magelang. Â Para penerusnya terus melakukan ekspansi dalam memperluas hegemoninya. Dinamika sosial, politik dan budaya yang terus terjadi, akhirnya memunculkan banyak bangunan suci yang dibangun. Bangunan suci yang dibangun, di satu sisi menjadi karakteristik dan keunikan; di sisi lain menunjukkan adanya kepak sayap kekuasaan yang dilakukan. Pembangunan candi-candi yang beraneka tujuan, akhirnya dapat mengarahkan pada anatomi kekuasaannya. Pada akhirnya bangunan candi-candi tersebut menunjukkan adanya tipologi bangunan-bangunan suci yang dikembangkan oleh dinasti Sanjaya.
Pada tulisan kali ini, penulis mengajak pembaca melihat dan mencermati candi Ijo yang diulas secara induktif tentang karakteristik, keunikan, sekaligus menelisik kepak sayap kekuasaan dinasti Sanjaya di Poros Prambanan. Di poros ini, selain ada candi Ijo, setidaknya terdapat beberapa candi yang bercorak Hindu yaitu: candi Prambanan (candi terbesar dinasti Sanjaya), candi Barong, candi Kedulan, candi Sambisari, candi Morangan, dan candi Gebang. Dari sekian candi tersebut hampir semua merupakan candi kompleks, kecuali candi Gebang. Di poros tersebut juga terdapat candi-candi yang bercorak Budha yang jaraknya relatif dekat (+ 2-4 km) dengan candi Prambanan. Candi-candi tersebut antara lain candi Sewu, candi Lumbung, candi Bubrah, candi Plaosan, candi Kalasan, dan candi Sari. Candi-candi Budha tersebut yang masuk kategori kompleks percandian besar adalah candi Sewu dan candi Plaosan.
Secara umum, pola bangun candi-candi peninggalan dinasti Sanjaya di poros Magelang-Prambanan mempunyai pola bangun yang sama yaitu adanya candi induk yang berhadapan dengan tiga candi perwara. Pola bangun demikian dapat dilihat pada candi Ijo, Sambisari, Kedulan, Morangan. Di Magelang pola bangun demikian ditemukan pada candi Gunung Wukir, candi Losari dan candi Gunung Sari. Â Di dalam bilik candi induk biasanya ada lingga dan yoni yang menjadi simbol dewa Siwa dan Parwati (simbol kesuburan). Selain lingga dan yoni pada candi induk terdapat tiga relung yang biasanya ada patung Agastya, Ganesa dan Durga. Sedangkan pada candi perwara biasanya ada yoni dan Nandi (kendaraan dewa Siwa).
Fakta demikian memperkuat dugaan bahwa Hindu yang berkembang di wilayah Poros Prambanan-Magelang adalah aliran Saiwa (Siwa), secara khusus di candi Ijo. Candi Hindu yang bercorak Wisnu yang berada di Poros Prambanan-Magelang, baru teridentifikasi satu candi yaitu candi Barong. Â Â
Karakteristik Candi Ijo
Candi-candi Hindu di poros Prambanan-Magelang, selain mempunyai kesamaan pola bangun juga mempunyai perbedaan baik strukur bangunan, bentuk dan ukuran candi, status candi, maupun relief yang ada pada kaki maupun badan candi. Maka candi Ijo juga mempunyai karakteristik yang berbeda dengan candi Hindu yang lain.
Karakteristik candi Ijo setidaknya dapat dilihat pada letak candi dan struktur bangunan. Letak candi lebih melihat lokasi candi dibangun, struktur candi melihat pada tatanan pembangunan secara keseluruhan. Â Lokasi pembangunan candi Ijo di atas bukit (padahal kompleks percandian besar), serta mempunyai 17 struktur dan 11 teras berundak. Â Kedua hal ini dibahas pada uraian berikut:
1. Kompleks Candi besar yang dibangun di atas bukit
Candi Ijo adalah kompleks candi besar. Dibangun di atas bukit Gumuk Ijo. Sehingga masyarakat akhirnya memberikan nama candi yang bercorak Hindu tersebut dengan nama candi Ijo. Seperti diketahui, bahwa candi-candi peninggalan dinasti Sanjaya ada beberapa yang dibangun di atas bukit. Di wilayah poros Prambanan, setidaknya ditemukan candi Barong. Namun di wilayah Magelang ditemukan jauh lebih banyak, antara lain: candi Gunung Wukir (candi pertama Sanjaya di Magelang), Selogriyo, dan candi Gunungsari. Namun, candi-candi tersebut dapat dikategorikan kompleks percandian kecil atau sedang. Parameter yang penulis gunakan adalah luas areal bangunan candi, besar/kecilnya bangunan candi serta jumlah komponen maupun jumlah candi yang dibangun, termasuk status candi.