Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menelisik Nilai-nilai Kearifan Lokal Bangsa dari Situs Liangan

2 Oktober 2024   07:43 Diperbarui: 2 Oktober 2024   07:43 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Repro proses ritual situs Liangan hasil penelitian tahun 2014. Dokpri.

Berdasar ciri temuan candi, lingga maupun yoni, sudah bisa disimpulkan bahwa situs Liangan bercorak Hindu. Pertanyaan berikut adalah, siapa raja yang memerintah saat itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu diuraikan tentang prasasti yang terkait yaitu prasasti Rukam 907 M. Prasasti ini menjelaskan adanya desa yang hilang akibat letusan gunung. Selain itu dapat dilacak dari temuan guci yang diduga kuat dari dinasti Tang (Cina) yaitu abad IX M.  Selanjutnya juga dilihat seni arsitek pada kaki candi situs Liangan yaitu berupa pelipit persegi, pelipit setengah lingkaran dan pelipit sisi genta. Berdasar ciri tersebut diperkirakan merupakan salah satu ciri asrisitek Jawa Tengah abad IX M.

Apabila didasarkan pada prasasti Rukam 907 M, maka penguasa Mataram Hindu saat itu adalah Balitung. Sebab Balitung berdasarkan isi prasasti Wanua Tengah III naik tahta tahun 23 Mei 898 M. Sehingga sembilan tahun berkuasa, dia mengeluarkan prasasti Rukam 907 M. Bisa saja Balitung saat berkuasa terjadi letusan hebat gunung Sindoro yang mengakibatkan situs Liangan hilang terkubur material gunung. Maka, Balitung mengeluarkan prasasti Rukam 907 M untuk memberikan sima sebagai pengganti desa yang hilang akibat letusan gunung.

Mengingat keberadaan Liangan diduga sudah ada sebelum Balitung, bisa saja yang berkuasa adalah raja Kayuwangi. Sebab raja ini naik tahta tanggal 27 Mei 855 M. Berdasarkan fakta (prasasti maupun peninggalan candi-candi), Kayuwangi pada kisaran tahun 856 M sangat gencar melakukan ekspansinya di wilayah Magelang. Sebab beberapa candi (Pendem, Asu, Lumbung, situs Plandi, situs Samberan?, situs Brongsongan?, candi Umbul?,dll) dibangun masa pemerintahannya. Maka tidak mustahil kalau situs Liangan juga menjadi karya monumentalnya. Bisa saja Pikatan yang juga berkuasa pada saat Liangan itu ada. Sebab Pikatan naik tahta 847 M s.d. 855 M. Selanjutnya Pikatan digantikan oleh Kayuwangi. Rakai Pikatanlah yang diduga kuat membangun candi Prambanan yang metropolit itu. Sehingga tidak mustahil, kampung peradaban di Liangan juga merupakan karya kekuasaanya.

Apabila sejak abad IX M situs Liangan sudah ada, maka raja-raja yang dimungkinkan berkuasa adalah Warak (803-827 M), Garung (828 M-847 M), Pikatan (847 M-855 M), Kayuwangi (855 M-885 M), Watuhumalang (894 M-898 M), Balitung (898 M-911 M).  Pada awal Balitung memerintah, sangat mungkin terjadi letusan dahsyat yang materialnya mengubur desa Liangan. Sehingga 907 M Balitung memerintahkan mengeluarkan prasasti yang berisi pemberian sima sebagai pengganti desa yang hilang akibat letusan gunung Sindoro (ilang dening Guntur). Namun penulis condong situs Liangan dibangun atas perintah raja Kayuwangi. Seperti diuaraikan di atas, pada masa Kayuwangi di wilayah Magelang banyak dibangun candi-candi bercorak Hindu.

Situs Liangan berdiri dan berkembang abad IX M relevan dengan ciri bangunan kaki candi yang arsiteknya bercirikan periode Jawa Tengah abad IX M. Demikian juga temuan keramik yang berasal dari dinasti Tang abad IX M.

Menelisik Nilai-nilai Kearifan Lokal

a) Penataan masyarakat yang teratur

Berdasar pada fakta di lapangan, situs Liangan merupakan bekas perkampungan yang tertata secara teratur. Keteraturan social yang nampak pada beberapa hal yaitu areal hunian (tempat masyarakat berinteraksi) dikelilingi oleh pagar, talud, dan tempat pemujaan (candi). Hadirnya tempat pemujaan merupakan bukti bahwa masyarakat mempunyai sikap relegius yang baik. Selanjutnya sebagai masyarakat yang ingin mempertahankan hidupnya, mereka hidup dari pertanian maupun perdagangan.

Tata kehidupan kampung yang sudah teratur, sudah ada sejak masa Indonesia memasuki masa bercocok tanam. Agar masyarakat bisa bercocok tanam dengan tenang dan maksimal, mereka membangun tempat hunian di dekat areal bercocok tanam. Agar ada ketenangan dan kenyamanan, mereka membuat simbol-simbol pemujaan. Kondisi demikian terus berkembang ketika Nusantara memasuki zaman perundagian.

Menurut Brandes (arkeolog Belanda) sebelum pengaruh India masuk ke Nusantara, nenek moyang kita sudah mempunyai 10 nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi identitas bangsa kita. Salah satunya adalah penataan masyarakat yang teratur. ( http://www.pda.or.id/pustaka/books-detail.php?id=20050020).

Liangan merupakan salah satu contoh tata kelola masyarakat yang teratur. Hal ini ditandai dengan  adanya tempat hunian, tempat ibadah, tempat mencari nafkah yang dikelilingi oleh struktur-struktur bangunan yang relevan dengan kepentingan. Gambaran demikian sudah muncul masa bercocok tanam, dan berkmebang pada masa perundagian. Maka tidak berlebihan apabila dijelaskan bahwa situs Liangan adalah protipe kampung yang telah ditata secara teratur.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun