Prasasti Mantyasih selain mewartakan tentang sistem pemerintahan juga menjelaskan tentang keagamaan yang hidup dan berkembang pada masa pemerintahan raja Balitung. Mengingat Balitung menobatkan diri sebagai penerus Sanjaya, maka Balitung adalah penganut agama Hindu. Namun sebelum ia berkuasa, para pendahulunya (setidaknya Panangkaran dan Pikatan) ada dugaan kuat membangun bangunan suci agama Budha (Panangkaran: candi Kalasan, Pikatan: candi Plaosan). Â
Pada saat ia berkuasa sudah ditandai perkembangan agama Budha berikut bangunan suci yang ada. Misalnya di wilayah Poros Prambanan sekitar ada candi Sojiwan, Banyunibo, Sewu, Plaosan, Kalasan, Sari, bahkan di Poros Magelang sudah berdiri candi Ngawen, Mendut, Pawon dan karya monumental penganut Budha yaitu candi Borobudur.
Dengan demikian, pada saat Balitung berkuasa sudah berkembang secara bersamaan (khususnya di wilayah Magelang) agama Hindu dan agama Budha dengan bangunan suci masing-masing. Kedua agama ini bisa saja mengalami persaingan dalam menyebarkan ajaran masing-masing. Indikasi yang bisa dilihat adalah perkembangan bangunan suci (candi) yang berdekatan tempat maupun kurun waktu. Hal ini setidaknya dapat dapat dilihat pada poros Prambanan sekitar dan poros Magelang. Di kedua poros tersebut bertebaran candi Hindu dan Budha. Oleh sebab itu Magelang secara keagamaan sudah merasakan pengaruh Hindu dan Budha yang sedemikian kuat.
6. Sistem Budaya
Prasasti Mantyasih juga memberikan warta budaya pada tahun 907 M tentang aktivitas budaya yang dilakukan. Pemandangan paling nampak adalah pembangunan candi. Masa Balitung disebutkan berhasil menyelesaikan pembangunan candi Prambanan yang sudah dimulai sejak zaman Pikatan. Selain penyelesaian bangunan candi yang megah bercorak Hindu, Balitung yang berkuasa pada 899 s.d. 911 M merupakan salah satu raja Mataram Hindu yang meninggalkan banyak prasasti. Menurut Baskoro, 2017: Prasasti Peninggalan Balitung antara lain:
Tabel di atas menjelaskan tentang dugaan wilayah kekuasaan Balitung meliputi Jateng, Yogjakarta dan Jatim. Bahkan diduga hingga wilayah Bali. Selanjutnya tabel di atas juga menjelaskan bahwa pada masa itu sudah terjadi perkembangan literasi yang bersifat formal di kalangan kerajaan dalam bentuk penulisan prasasti. Melalui prasasti tersebut akhirnya dapat disingkap kehidupan Mataram Kuno. Prasasti tersebut juga menandai adanya perkembangan budaya tulis di Mataram Hindu. Kelak mengalami perkembangan pada periode Kediri dalam bentuk karya-karya sastra.
Perkembangan budaya Mataram Kuno juga ditandai perkembangan bangunan suci baik yang bercorak hindu maupun budha. Persebaran candi-candi di Magelang jejaknya banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Magelang. Uraian bangunan candi dapat dilihat pada tabel berikut:
Berdasar tabel di atas dapat diketahui bahwa sejak abad VIII M di Magelang berdiri bangunan suci yang bercorak Hindu. Bangunan candi abad VIII M semua didirikan oleh Sanjaya. Bangunan suci yang bercorak Hindu berkembang juga di Magelang abad IX M yaitu dibangunya candi Asu, Lumbung dan Pendem oleh raja Kayuwangi. Bangunan suci yang bercorak Budha lebih dahulu dibangun di wilayah Magelang yaitu candi Ngawen, Pawon, Mendut dan Borobudur. Bangunan tersebut didirikan oleh raja Samarotungga dari dinasti Sailendra. Dengan demikian di Magelang dinasti Sanjaya yang berperan mendirikan candi yaitu Sanjaya dan Kayuwangi. Sedangkan dari dinasti Sailindra yang mendirikan bangunan sucinya adalah Samarotungga.
7. Sistem Sosial