Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Petugas Pajak "Nakal" Sudah Ada Sejak Abad X M, Benarkah? Cermati Isi 2 Prasasti Ini!

28 Juni 2024   05:49 Diperbarui: 28 Juni 2024   07:30 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua prasasti awal abad X M Masa pemerintahan raja Balitung. Gambar diolah dari beberapa sumber:Dokpri

Berdasar isi prasasti Rumwiga II dapat diketahui bahwa telah terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh petugas pajak dengan cara memberikan beban lebih banyak dari ketentuan kerajaan. Maka protes rakyat Rumwiga yang dipimpin oleh ketua desa (karaman) diterima. Prasasti Rumwiga II memberikan bukti sejarah bahwa awal abad X M sudah terjadi penyimpangan pajak oleh petugas pajak.

b) Prasasti Palepangan 906 M

  • Ditemukan di Borobudur Magelang, menggunakan bahasa dan huruf Jawa Kuno. Terjemah isi prasasti sebagai berikut:
  • Selamat tahun saka yang telah berlalu 828 tahun, bulan ... tanggal 8 paroterang, paringkelan Haryang, pasaran Wage, hari Jumat. Pada saat itu para rama (kepala desa) di Palepangan
  • mendapat anugrah penetapan dengan prasasti dari Rakryan Mahapatih i Hino Pu Daksottama Bahubajrapratipaksaksaya. Adapun sebabnya karena para rama tidak setuju
  • terhadap sang Nayakan Bhagawanta Jyotisa bahwa sawahnya dihitung 2 lamwit luasnya dan dikenai pajak 6 dharana uang perak setiap tampah. Karena sempitnya maka para rama tidak sanggup membayar pajak. Para rama menghadap kepada Rakryan Mahapatih, dan diperintahkan agar sawahnya diukur dengan tampah haji.

Nugroho, L. A ,dkk (2018) menjelaskan bahwa intisari isi prasasti adalah sengketa pajak antara warga desa Palepangan dengan Nayaka (petugas pajak) yang bertugas memungut pajak di desa Palepangan. 

Warga Palepangan protes kepada petugas karena beban pajak yang harus dibayar terlalu besar. Kepala desa (rama) dan warga melaporkan kasus tersebut kepada mahamantri Daksa. 

Selanjutnya dilakukan pengukuran ulang tanah milik warga Desa Palepangan. Dari pengukuran ulang tersebut, warga desa akhirnya mendapat anugerah berupa keringanan pajak karena memang terjadi penyimpangan dalam pengukuran pajak sebelumnya yang dilakukan oleh petugas pajak yang bernama Bhagawanta Jyotisa.

Berdasar dua prasasti tersebut dapat disimpulkan bahwa sejak abad X M sudah ditemukan adanya perilaku  petugas pajak (oknum) yang 'nakal'. Perilaku tersebut tentu berorientasi pada upaya memperkaya diri sendiri. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perilaku memperkaya diri sendiri dan koruptif tidak mengenal zaman. 

Era kuno, era modern perilaku tersebut selalu ada. Masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang; perilaku tersebut akan selalu ada. Sebab perilaku demikian bersifat laten. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketidakjujuran bersifat laten. Ia terus ada dan tumbuh di setiap peradaban masyarakat. 

Demi kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara; semoga kita, anak keturunan kita dapat terbebas dari perilaku korup yang dapat merugikan diri sendiri, keluarga apalagi masyarakat.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun