Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak Peradaban Hindu di Magelang: Membaca Warta Magelang dari Prasasti Canggal

18 Juni 2024   06:53 Diperbarui: 18 Juni 2024   06:54 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komplek candi Gunung Wukir di wilayah Salam Magelang. pada Abad VIII M (732 M) masyarakat Magelang sudah berkenalan dengan Arsitektur candi. Dokpri

Bagan pemerintahan diolah bersumber pada pendapat Sartono Kartodirjo,dkk.(Sejarah Nasional Indonesia Jilid II).Dokpri
Bagan pemerintahan diolah bersumber pada pendapat Sartono Kartodirjo,dkk.(Sejarah Nasional Indonesia Jilid II).Dokpri

Berdasar bagan tersebut, terdapat tiga pejabat yang langsung berada dalam perintah raja yaitu i hino, i halu dan i sirikan. Seperti diuraian di atas bahwa ketiganya merupakan pejabat yang berasal dari keluarga raja. Bahkan untuk jabatan i hino, adalah putra mahkota. Hal ini berarti bahwa seorang i hino adalah calon penerus tahta kerajaan. Ketiga pejabat tersebut yang secara operasional mempunyai kekuasaan memberi perintah dan menyampaikan kebijakan raja kepada para rakai/samgat. Selanjutnya para rakai/samgat menindaklnjuti perintah raja sampai kepada pejabat terendah yaitu beberapa rama yang menjadi wilayah kekuasaan masing-masing rama.

Oleh sebab itu seorang rakai/samgat dapat diidentikkan sebagai "raja bawahan". Sebab betapapun para rama akan tunduk pada perintah seorang rakai/samgat. Dengan demikian, wibawa seorang rakai/samgat bahkan melebihi wibawa i hino, i halu atau i sirikan. Dengan sistem pemerintahan tersebut, makin banyak wilayah kekuasaan seorang rakai/samgat, wibawa, pengaruh maupun kekayaan yang dimiliki makin banyak.

Apabila di dalam lapisan raja juga masih terdapat lapisan sosial yaitu raja dan keluarga, pejabat tinggi kerajaan (i hino, i halu dan i sirikan), dan para pelayan kerajaan (abdi dalem?). Lapisan sosial para rakai/samgat juga terdiri dari rakai/samgat, para pejabat pembantu rakai/samgat, para pelayan rakai/samgat. Demikian juga pada lapisan sosial rama. Seorang rama tentu tidak mungkin menjalankan tugas sendirian. Mereka juga mempunyai para pejabat tingkat wanua yang disebut "halima marwwud" (5 pamong desa). Baru rakyat yang merupakan lapisan sosial paling bawah dalam struktur sosial vertikal pada masyarakat feodal.

Yang pasti rama wanua merupakan unsur birokrasi yang paling bawah yang langsung berhubungan dengan rakyat. Beberapa rama bertanggungjawab kepada para penguasa watak (rakai/samgat). Rama dipilih berdasar pada kriteria usia, pengalaman, keteladan dan kearifan (Heri Priyatmoko,2022:56). Ini yang membedakan dengan proses pemilihannya dengan Rakai/Samgat maupun raja.  Sebab keterpilihan mereka didasarkan pada keturunan.

Bahkan rama dan beberapa rama mempunyai kewajiban selain membayar pajak kepada para rakai/samgat dan raja, juga harus mau menyediakan lahan untuk bangunan suci dan bersedia memikul tanggungjawab untuk merawat. Bagi seorang rama atau beberapa rama yang tanahnya dijadikan tempat bangunan suci biasanya dijadikan sebagai "sima". Tanah yang berstatus sebagai sima tersebut dibebaskan dari pajak, namun hasilnya harus digunakan untuk merawat bangunan suci (Darmosoetopo,2003:91 dalam Yogi Pradana, 2022:48). Maka ada beberapa rama yang juga mempunyai tanggungjawab yang bertalian dengan sarana peribadatan. Oleh sebab itu, para rama tersebut bersinggungan langsung dengan pusat kekuasaan (kerajaan).

Seperti diuraikan di atas, bahwa nama-nama jabatan tersebut terjadi pada Masa Kayuwangi yang menjadi raja Mataram abad IX M. Setidaknya adanya unsur birokrasi pada Mataram Kuno tersebut, mengindikasikan masa Sanjaya juga sudah ada sistem birokrasi yang sudah dijalankan. Bisa saja nama pejabat, nama wilayah berbeda. Namun Mataram Kuno sama-sama menerapkan sistem kerajaan dengan menempatkan raja adalah penguasa tertinggi yang berjalan secara turun temurun.

b. Sistem Pemerintahan Magelang

Lalu sistem pemerintahan di Magelang seperti apa? Apakah menjadi ibukota Mataram Hindu masa Sanjaya? Atau hanya berada pada wilayah berstatus watak? Atau hanya berada dalam sistem pemerintahan yang berstatus wanua (desa)? Mungkinkah Magelang adalah ibukota Mataram Kuno? Dalam hal ini, prasasti Canggal tidak menjelaskan. Cerita Parahyangan juga tidak menjelaskan. Nama ibukota baru disebut awal abad X M yaitu berdasar prasasti Mantyasih (907 M), yang menyebut ibukota Mataram Kuno pertama adalah Poh Pitu. Apakah masa Sanjaya sudah ada nama Poh Pitu? Selanjutnya, apakah Poh Pitu ada di wilayah Magelang? Jawabnya bisa mungkin dan bisa tidak.

Mengapa bisa mungkin? pertama, sampai sekarang belum ada pendapat ahli yang berani menetapkan tentang letak ibukota Mataram Hindu. Kedua, tersebarnya peninggalan Hindu di wilayah Magelang hendaknya menjadi celah argumen untuk melacak ibukota Mataram masa Sanjaya berada di Magelang. Setidaknya pada abad VIII M di Magelang sudah berdiri candi Gunung Wukir (Salam), candi Losari (Salam), candi Selogriyo (Windusari), candi Umbul (Grabag). Penerus Sanjaya pada abad IX M membangun candi Gunung Sari (Salam), candi Asu, candi Pendem, dan candi Lumbung yang berada di wilayah kecamatan Dukun. Selanjutnya ada situs Candiretno yang berada di wilayah kecamatan Secang.

Tabel disusun berdasar temuan situs di berbagai kecamatan se Kab. Magelang.Sumber:Dokpri
Tabel disusun berdasar temuan situs di berbagai kecamatan se Kab. Magelang.Sumber:Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun