Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jejak Peradaban Hindu di Magelang: Membaca Warta Magelang dari Prasasti Tukmas

6 Mei 2024   17:29 Diperbarui: 7 Mei 2024   12:59 1378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simpul mata air yang menyalurkan pada pipa-pipa untuk kepentingan masyarakat baik rumah tangga maupun pertanian. Dokpri

Pertanyaan ini perlu diungkapkan guna menjawab pertanyaan di atas yaitu siapa yang memerintahkan penulisan prasasti. Apakah ada hubungan Magelang (khususnya penulisan prasasti Tukmas) dengan kerajaan Kalingga?

Berdasar ulasan berbagai sumber dari beberapa pakar Sejarah, keberadaan Kalingga tidak berdasarkan pada prasasti. Nama dan eksistensi Kalingga, lebih didasarkan pada berita Cina. Maka peran politik yang dimainkan juga berdasar pada berita Cina.

Dilansir dari buku Sejarah Nasional Indonesia II tulisan Sartono dkk, (1975:76-77) diperoleh penjelasan bahwa Holing (diduga Kalingga) terletak di suatu pulau di laut selatan, rajanya bertahta di istana bertingkat, penduduknya sudah pandai menulis dan mengenal ilmu perbintangan. Selanjutnya dijelaskan orang Holing kalau makan tidak menggunakan sendok atau sumpit, melainkan menggunakan tangan.

Dijelaskan lebih lanjut pada tahun 674 M Jawa diperintah oleh seorang raja perempuan bernama Si-mo (Sima/Simha). Ia memerintah dengan tegas. Barang-barang yang tercecer di jalan tidak ada yang berani mengambil. Selanjutnya seorang Ta-che menyuruh seseorang meletakkan pundi-pundi berisi dinar di suatu jalan. Masyarakat tidak berani mengambilnya. Namun tanpa sengaja kaki putra mahkota menyentuhnya. Sang anak akhirnya dipotong kakinya oleh Ratu Sima akibat kesalahan yang dilakukan. 

Dari berita Cina tersebut dapat diketahui bahwa secara politik, di Jawa Tengah pada tahun 674 M berdiri kerajaan Kalingga (Ho Ling) dengan rajanya bernama Sima (Simo/Simha). Berdasar intepretasi para ahli sejarah (Sartono Kartodirjo,dkk:76) bahwa letak kerajaan Kalingga di Jepara/Batang/Pekalongan. Namun secara umum Jepara yang dianggap sebagai ibukota.

Berdasar beberapa sumber yang ada, dapat dipastikan bahwa Magelang pada abad V M sampai VI M belum berbentuk kerajaan. Sebab berdasar prasasti Canggal kerajaan Sanjaya baru berkuasa pada abad VIII M. Dugaan yang agak rasional adalah bahwa Magelang setidaknya sudah berada dalam wilayah pemerintahan "watak" yang diperintah oleh seorang "rakai atau samgat" yang berada dalam wilayah kekuasaan Kalingga masa pemerintahan Sima. Sedangkan desa Dakawu berbentuk wilayah "wanua" yang menjadi bagian kekuasaan rakai Magelang. Maka penulisan prasasti Tukmas sangat mungkin atas perintah "rakai/samgat" kepada brahmana yang dianggap sudah memahami huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta. Namun tetap sepengetahuan sang ratu Sima, penguasa kerajaan Kalingga. Ratu Sima inilah yang selanjutnya mempunyai anak yang salah satunya menjadi peletak dasar berdirinya kerajaan Mataram Kuno.     

Kesimpulan

1) Prasasti Tukmas berada di Dusun Dakawu Kecamatan Lebak Kabupaten Grabag. Bisa saja daerah ini sudah ada sejak abad V/VI/VII M. Sebab masyarakat selalu hidup yang dekat dengan sumber air baik sungai atau mata air pegunungan. Bisa saja, masyarakat Dakawu saat itu yang menemukan sumber mata air itu dan memanfaatkan untuk keperluan sehari-hari baik untuk pertanian maupun kebutuhan rumah tangga.

2) Secara sosiologis, masyarakat Magelang sudah terbuka interaksidengan India (baik langsung maupun tidak). Sebab dengan adanya prasasti Tukmas, bukti nyata Magelang sudah terkena pengaruh agama Hindu. Bahkan secara historis, telah banyak peninggalan besar masa Hindu-Budha di Magelang. Hal ini menunjukkan bahwa  masyarakat Magelang telah mempunyai hubungan yang makin terbuka dengan dunia luar (khususnya India dan Tiongkok). 

3) Secara keagamaan, masyarakat Magelang beragama Hindu sekitar abad V/VI/VII M. Agama Hindu telah dijadikan sebagai agama baru yang menggantikan atau terjadi sinkritisme dengan kepercayaan yang dianut sebelumnya. Sangat mungkin masyarakat sekitar prasasti juga sudah menganut agama Hindu. Sebab biasanya tempat-tempat tertentu yang dianggap berpengaruh bagi masyarakat, disikapi dengan ritual. Tidak mustahil lokasi mata air (Tukmas) juga dikunjungi sebagai salah satu tujuan ritual pada saat itu.

Menurut penuturan salah satu petugas PDAM yang bertugas di sana, salah satu sumber mata air (khususnya sebelah kanan gardu simpul air) secara rutin diambil untuk ritual masyarakat Hindu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun