Apakah menghafal (memorize) materi pelajaran sama sekali harus ditinggalkan dalam pembelajaran berdiferensiasi? Sepertinya sulit. Sebab masing-masing mata pelajaran mempunyai karakteristik yang berbeda.Â
Di sisi lain dalam setiap mata pelajaran terdapat juga kosa kata, istilah kunci yang memerlukan adanya kemampuan peserta didik untuk menghafal (memorize).Â
Oleh sebab itu, guru harus menyinergikan dengan pendekatan dan metode lain yang bersifat analisis maupun pendalaman materi sebagai upaya menindaklanjuti materi pelajar yang dikuasai peserta didik melalui hafalan (memorize).Â
Pada umumnya, Â sebelum guru menggelar aksi pembelajaran, mengawali langkahnya dengan menyusun Global Desain Materi (GDM) (rancangan garis besar materi).Â
Fadilah penting langkah ini bagi guru adalah untuk mempermudah guru dalam menata tahapan materi yang akan dibahas bersama peserta didik.Â
Bagi peserta didik langkah ini juga berfungsi untuk mempermudah dalam menguasai konsep-konsep dasar materi. Penguasaan konsep dasar materi akan mempermudah peserta didik mendalami materi lebih lanjut.
Agar peserta didik dapat memahami GDM guru perlu menerapkan metode yang relevan. Salah satu metode yang memungkinkan untuk memahami adalah memorize.Â
Secara pedagogis, memorize yang diterapkan guru dapat mendorong peserta didik menerapkan langkah-langkah teknis agar dapat memahami materi.
Memorize adalah penting, sebab betapa pun suatu konsep akan bisa dianalisis secara mendalam apabila beberapa konsep pentingnya (garis besar materinya) dikuasai oleh peserta didik.Â
Ketika garis besar materi dikuasai, akan memberikan kemudahan dalam mengorelasikan dengan konsep. Khusus mata pelajaran rumpun ilmu sosial kiranya membutuhkan penguasaan garis besar materi dan istilah-istilah penting.Â
Dengan kata lain, memorize menjadi salah satu langkah yang digunakan guru guna memahami garis besar materi maupun istilah-istilah kunci materi pelajaran yang akan dibahas.Â
Setelah itu, materi dapat dilanjutkan dengan tugas menganalisis agar dapat melatih peserta didik berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.
3 Manfaat Memorize
Sebagai metode yang digunakan dalam pembelajaran, memorize mempunyai beberapa manfaat yang bisa dirasakan baik oleh guru apalagi peserta didik. Sebab ketika garis besar materi maupun istilah-istilah penting dalam setiap materi pelajaran dapat dihafal (dikuasai) oleh peserta didik, akan mempermudah peserta didik dalam menganalisis materi pelajaran.
Menurut Suprijono (2016) memorize mempunyai manfaat sebagai berikut:
- Dapat menyimpan informasi yang diterima sepanjang waktu. Sebab materi yang diingat mempunyai kecenderungan tersimpan di memori bawah sadar dalam waktu yang lama.
- Membangun hubungan konsepsual. Sebab dengan diingatnya materi-materi pokok akan mempermudah peserta didik membangun hubungan konsepsual materi. Dengan demikian memorize menjadi jembatan dalam membangun konsepsual materi yang dibahas. Dengan kata lain memorize menjadi modal awal yang perlu dimiliki oleh peserta didik, sebelum guru memberikan tugas yang bersifat problematik dan analitik.
- Peserta didik lebih cepat menguasai materi dan mendalaminya. Sebab dengan diingatnya garis besar materi dan istilah-istilah penting, peserta didik secara psikologis sudah merasa mempunyai modal untuk memahami materi yang dibahas dan dikaji.
Berdasar tiga manfaat tersebut dapat dipahami bahwa memorize dapat dijadikan sebagai upaya guru dalam memahami garis besar materi dan istilah-istilah penting, sebelum guru memberikan tugas-tugas yang bersifat analitis dan menantang peserta didik berpikir kritis.
Lebih lanjut menurut Suprijono (2016) menjelaskan ada tiga cara untuk mengetahui tingkat menghafal peserta didik:
- Guru meminta peserta didik untuk mengulang kembali yang yang pernah dipelajari (recognition)
- Guru meninta peserta didik mempelajari ulang materi yang pernah dipelajari (relearning)
- Guru meminta peserta didik tentang apa saja yang diingatnya (recall)
Intisari yang bisa dipahami dari tiga cara tersebut bahwa memorize dapat mengasah daya ingat peserta didik terhadap materi-materi global maupun istilah-istilah penting pada materi pelajaran. Â
Selanjutnya dari tiga cara tersebut guru dapat mengetahui tingkat penguasaan materi peserta didik. Tingkat penguasaan materi tersebut bisa dijadikan sebagai bahan masukan guru melakukan langkah-langkah pembelajaran lebih lanjut.
Bagaimana dengan pembelajaran berdiferensiasi?
Dalam pembelajaran berdiferensiasi, merekomendasikan dilakukan asesmen awal yang salah satunya bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan belajar peserta didik.Â
Maka memorize (hemat penulis) bisa saja dijadikan sebagai langkah penjajagan kesiapan belajar peserta didik. Hasil yang bersifat faktual berdasar aktivitas memorize dapat dijadikan sebagai bahan menyusun langkah pembelajaran berdiferensiasi dalam merancang konten, proses maupun produknya.
Kiranya penerapan kurikulum baru tidak mungkin akan meninggalkan semua aspek yang ada pada kurikulum sebelumnya. Sebab pada umumnya perubahan kurikulum lebih pada pendekatan yang diterapkan dan standar pencapaian kompetensi peserta didik yang ditekankan.Â
Ketika kurikulum menekankan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA/Kurikulum 1980 an) tentu menekankan pendekatan Active Learning.Â
Kurikulum KTSP lebih menekankan pada pendekatan Contexrual Teaching Learning (Pembelajaran Kontekstual). Pada kurikulum 2013 menekankan pada pendekatan Konstruktivisme.Â
Dalam implementasinya kurikulum 2013 merekomendasikan penerapan model pembelajaran Discovery Learning, Inqury Learning, PBL dan PjBL.
Kurikulum merdeka juga menekankan penerapan pendekatan Konstruktivisme dengan pembelajaran berdiferensiasi serta P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) sebagai upaya mencapai visi terbentuknya pelajar Indonesia yang Pancasialis.
Dalam hal standar pencapaian kompetensi, pada kurikulum sebelumnya lebih cenderung pada pencapaian materi yang telah ditetapkan. Sedangkan pada kurikulum merdeka merekomendasikan pendalaman materi, bukan banyaknya materi.
Pembelajaran berdiferensiasi menjadi ujung tombak keberhasilan kurikulum merdeka. Maka tuntutan kita sebagai guru, selain beradaptasi dengan tuntutan kualitas kurikulum baru, juga berusaha mengeksplorasi metode-metode pembelajaran yang masih memungkinkan, walaupun perlu adanya modifikasi dan sinergi dengan metode yang lain.Â
Salah satunya adalah metode memorize. Yang terpenting, agar sesuai dengan tuntutan kurikulum berparadigma baru, memorize tidak dijadikan sebagai satu-satunya metode pembelajaran.
Referensi:
Agus Suprijono.2016.Model-model Pembelajaran Emansipatoris.Pustaka Pelajar.Yogjakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H