Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis dan Proses "Interseksi Hobi", Solusi Mencerdaskan Pikiran dan Hati Suami-Istri

19 September 2022   08:10 Diperbarui: 19 September 2022   08:11 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suami dan istri memang terlahir berbeda. Keberhasilan membangun rumah tangga, tentunya bukan keberhasilan menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada. 

Namun, kecerdasan suami dan istri dalam mengelola perbedaan. Demikian juga tentang hobi. Tentu hobi tidak bisa sama antara suami dengan istri. Maka tugas suami dan istri harus menemukan "interseksi hobi" yaitu mencari titik temu hobi di tengah perbedaan yang ada. 

Sebab dari seratus perbedaan hobi masing-masing, pasti ada titik temu yang bisa menyatukan. Jika tidak ada betul, maka perlu dicari konsep "take and give" yaitu bagaimana bisa saling melengkapi di tengah perbedaan hobi yang dimiliki.

Interseksi dalam kajian sosiologi merupakan proses sosial untuk mendapat kesamaan di tengah perbedaan identitas social yang ada. Dengan kata lain ada "irisan" yang dapat dijadikan penyatu dari unsur-unsur yang berbeda. 

Maka yang dimaksud "interseksi hobi" dalam tulisan ini adalah proses yang dialami atau dilakukan untuk memperoleh titik temu tentang hobi suami-istri yang berbeda agar dapat disinergikan dalam suatu aktivitas yang lebih bermanfaat.

Langkah-langkah mencari titik temu

a) Identifikasi hobi

Melakukan identifikasi hobi pasangan kiranya perlu dilakukan. Tujuannya agar dapat ditemukan mana-mana hobi yang ada kemiripan. Biasanya kalau ada yang mirip-mirip mudah untuk disatukan.

b) Menentukan opsi

Setelah diketahui ada yang mirip-mirip perlu dilakukan opsi yang bisa disepakati berdua. Opsi ini perlu dilakukan sebagai upaya mencari titik temu agar hobi yang beda bisa disalurkan dengan saling memberikan dukungan.

c) Prioritas kebermanfaatan hobi pasangan

Menentukan prioritas nggak ada jeleknya juga dibahas sama pasangan. Yang jelas agar hobi yang disalurkan bisa ditimbang kebermanfaatan bersama. 

Kan juga perlu ditimbang nilai manfaat dalam membangunan kualitas hubungan suami istri. Hiburan, pencerahan hati, pencerahan pikiran, relasi social adalah beberapa pertimbangan kebermanfaatan yang bisa dijadikan bahan bincang-bincang dengan pasangan.

Pada pertimbangan di atas, penulis berada dalam prioritas kebermanfaatan yang lebih focus pada pencerahan pikiran dan hati. Maka pilihan penulis jatuh pada aktivitas menulis. Mengapa? 

Alasan obyektifnya, penulis memang senang menulis (walaupun tidak pinter menulis), sedangkan istri punya hobi membaca. Maka menulis bagi penulis merupakan "interseksi hobi" yang dipilih sebagai upaya penulis menyinergikan hobi suami-istri.

Bahkan 5 tahun sebelum purna tugas, penulis juga diizinkan ikut pelatihan menulis. Kegiatan demikian beberapa kali penulis ikuti di luar kota. 

Semua itu hasil "interseksi hobi". Sebagai wujud sinergi, sebelum  tulisan penulis publis, biasanya penulis meminta  istri untuk  membaca dan memberikan catatan yang perlu ditambahkan atau dikurangi. 

Ada beberapa alasan penulis menentukan hobi menulis:

a) Usia

Usia hendaknya juga menjadi pertimbangan dalam menyalurkan hobi. Bukan saja pertimbangan fisik, namun kebermanfaatan penyaluran hobi untuk kesehatan pikiran dan hati atau jiwanya. 

Sebisa mungkin (kalau sudah usia tua), penyaluran hobi juga bisa berfungsi ganda. Ya edukatif, rekreatif, relasi sosial, sekaligus sehat pikiran dan hati/jiwanya. 

Namun semua ini didasarkan pada pertimbangan subyektivitas masing-masing individu. Dalam hal ini penulis memilih menulis, sebab usianya sudah menjelang purna. Bahkan sudah menyiapkan diri sejak lima tahun sebelumnya mengikuti berbagai kegiatan yang berkaitan tulis menulis.

b) Kondisi subyektif

Selain usia, juga kondisi subyektif masing-masing orang. Ketepatan penulis tinggal berdua di rumah. Tiga anaknya sudah berkeluarga dan semuanya berada di luar rumah dan di luar daerah. 

Kondisi subyektif ini akhirnya mendorong penulis menyinergikan hobi dengan istri pada pilihan menulis. Ketepatan istri punya hobi membaca buku-buku. Maka menulis menjadi pilihan penulis.

Ternyata hobi menulis banyak memberikan  manfaat secara psiko-sosial. Secara psikologis bisa memberikan rasa bahagia bisa menuangkan ide melalui kata-kata yang dieja dalam tulisan. 

Secara sosial, penulis juga merasa bahagia dapat membangun relasi sosial walaupun lewat layar kaca.  Pertimabngan finansial nanti dulu. 

Sebab menulis bagi penulis adalah hobi, bukan profesi. Jadi yang penting hobi tersebut bisa memberikan nutrisi sehat bagi pikiran dan hati. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun