Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pelajaran Penting dari 2 Peribahasa Ini bagi Pengidap Syahwat Kekuasaan

30 Agustus 2022   06:55 Diperbarui: 1 September 2022   04:30 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sikap tamak yang merupakan salah satu  percikan syahwat kekuasaan (sumber: pixabay.com/Alexas_Fotos)

Jagad sosial politik negeri kita akhir-akhir ini sedang diramaikan oleh adegan syahwat kekuasaan. Sehingga masyarakat banyak yang terperanjat kaget, heran dan geleng-geleng kepala. Sebab betapapun syahwat kekuasaan itu tidak akan membawa pada ketenangan.

Nenek moyang kita melalui kearifan lokal yang diajarkan, telah banyak memberikan tuntutan dan pedoman hidup agar hidup generasi penerusnya tidak salah arah. 

Tuntutan dan pedoman tersebut bisa berupa nilai dan norma yang berupa adat istiadat, tradisi maupun nilai-nilai kehidupan yang berupa perilaku dan tindakan.

Dengan kata lain aspek-aspek kearifan lokal tersebut adalah tuntunan moralitas agar mendasari semua aktivitas kehidupan yang diperankan dengan status apapun yang disandangnya. 

Sebab tanpa moralitas yang luhur, setinggi apapun statusnya akan dipandang orang lain sebagai orang yang belum menampakkan   kualitas dirinya (harga diri).  Upaya mendapatkan pengakuan orang lain tentang kualitas dirinya, juga disampaikan melalui peribahasa.

Pesan moral yang disampaikan melalui peribahasa selain berfungsi sebagai nasihat juga berfungsi sebagai peringatan. 

Sebagai nasihat peribahasa tersebut berisi tentang langkah dan laku yang semestinya dilakukan di tengah kehidupan sesuai dengan status sosialnya masing-masing. 

Peringatan, peribahasa tersebut memberikan isyarat bahwa manusia itu tidak dibenarkan membiarkan syahwat duniawinya (khususnya syawat kuasa) digunakan semena-mena.

Maka peribahasa menjadi sarana edukasi yang bersifat sosial maupun moral. Edukasi yang bersifat sosial agar seseorang dapat menempatkan diri di tengah kehidupan agar menyesesuaikan dengan nilai dan norma yang telah disepakati. 

Edukasi yang bersifat moral agar seseorang dapat mengedepankan moralitas dalam kehidupan dengan status sosial apapun yang dimiliki.

Apabila nilai-nilai kearifan lokal tersebut tidak diindahkan, seseorang akan menikmati hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dalam kehidupan yang dijalaninya. Peribahasa tersebut mengingatkan agar manusia tidak terjebak dengan syahwat kekuasaan.

2 Peribahasa Yang Penting Kita Jadikan Pengendali Syahwat Kekuasaan 

Semua kita membutuhkan apa yang disebut dengan kekuasaan. Sebab dengan kekuasaan tersebut seseorang dapat memobilisasi orang lain, mendapatkan popularitas dan penghasilan. 

Melalui kekuasaan yang dimiliki, seseorang bisa melakukan perubahan ke arah kebaikan dan kemaslahatan. Sehingga masyarakat dapat merasakan buah kekuasaan yang dimilikinya.

Namun kekuasaan juga dapat mendorong seseorang terhinggapi syahwat kuasa  yaitu suatu keinginan menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk menebarkan kemaksiatan dan perilaku angkaramurka. 

Sehingga ucapan, perilaku dan tindakannya cenderung menampilkan egoisme, arogansi maupun keserakahan. Semua itu hakikinya adalah syahwat kekuasaan yang diidap oleh orang yang haus dengan kekuasaan. 

Nenek moyang kita telah mengingat hal-hal demikian melalui kemasan peribahasa.   Setidaknya ada dua peribahasa yang bisa dijadikan sebagai pengendali syahwat kekuasaan.

1) Ojo Dumeh yen Kaweleh

Peribahasa bahasa Jawa tersebut merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Jawa yang mempunyai nilai kehidupan yang mulia. 

Dilansir dari lpmpjateng.go.id, Ojo berarti jangan, Dumeh dapat diterjemahkan mentang-mentang. Sedangkan kaweleh berasal dari kata weleh yang berarti piwales (balasan yang setimpal).

Peribahasa tersebut jika dikaitkan dengan kekuasaan dapat diterjemahkan, jangan mentang-mentang mempunyai kekuasaan, terus bertindak semena-mena. Sebab akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan sikapnya yang semena-mena tersebut.

Peribahasa tersebut hakikinya mengingatkan kita agar tidak mengidap penyakit syahwat kekuasaan. Sebab penyakit itu sangat membahayakan baik kepada orang lain maupun diri sendiri. Pada akhirnya sikap semena-mena akibat kekuasaan yang dimiliki dapat menghancurkan pelakunya sendiri.

2) Sepandai-pandai Tupai Melompat, Akan Jatuh Juga

Semua kita diberikan skill (potensi), pengetahuan dan potensi yang berbeda. Intinya semua kita diberikan keahlian masing-masing. Demikian juga binatang juga diberikan keahlian masing-masing. 

Itik pandai berenang, burung elang pandai terbang,dll. Demikian juga "tupai" yang termasuk binatang pengerat juga diberikan kemampuan melompat dari dahan ke  dahan yang lain, dari pohon satu ke pohon yang lain.

Karakteristik tupai ini dijadikan sebagai sarana pendidikan oleh nenek moyang kita. Sehingga muncul peribahasa "Sepandai-pandai Tupai Melompat, Akhirnya Jatuh Juga."

Peribahasa ini mengajari kita agar tidak menampilkan sikap sombong, semena-mena dengan kekuasaan yang dimiliki. 

Sebab sebesar apapun kekuasaan yang kita miliki pada akhirnya bisa menjadikan kita terjatuh. Seperti seekor tupai yang pandai melompat, akhirnya juga bisa jatuh. Maka kita tidak boleh terjebak pada syahwat kekuasaan yang akan membahayakan bagi diri sendiri dan orang lain.

Sikap mental yang perlu dibangun terkait dengan kekuasaan

  • Jangan meminta kekuasaan. Namun apabila dipercaya silahkan diterima. Upaya meminta kekuasaan biasanya cenderung membawa kepada kemadharatan.
  • Menyadari bahwa kekuasaan apapun bentuknya adalah amanah dan akan dimintai pertanggungjawaban, khususnya di akhirat.
  • Menggunakan kekuasaan untuk kepentingan kemaslahatan, kemakmuran, kesejahteraan dan tegaknya keadilan. Kekuasaan yang demikian akan mebawa keberkahan baik kepada orang lain maupun dirinya sendiri. Kekuasaan demikian yang dapat mengantarkan pemiliknya menikmati ketentraman dan kebahagiaan hidup

Syahwat kekuasaan harus dihindari sejauh-jauhnya. Sebab akan membawa kehancuran baik bagi orang lain maupun diri sendiri. Mari belajar dari orang-orang yang jatuh akibat syahwat kekuasaan. 

Tanpa harus mengejek dan menjelekkan para pengidap syahwat kekuasaan tersebut. Mari kita selamatkan diri kita dan keluarga kita dan anak bangsa dari bahaya syahwat kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun