Pergantian kurikulum tentu berdampak pada tantangan baru yang harus dihadapi oleh guru. Mengapa harus guru? Sebab gurulah yang menjadi ujung tombak dalam pencapaian tujuan kurikulum.Â
Maka dalam setiap pergantian kurikulum, guru dituntut dapat menjalankan tugas profesinya secara adaptif. Sebab betapapun drastisnya pergantian kurikulum, tetap membutuhkan keteladanan dan profesionalisme guru.
Dengan kata lain sikap teladan, terbuka, inovatif, kreatif tetap menjadi modal utama yang digunakan guru dalam mendampingi peserta didik dalam proses pembelajaran guna menjabarkan kurikulum yang diamanahkan.
Tak lama lagi, semua sekolah kita akan menjalankan Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini banyak disebut sebagai recovery kondisi sebelumnya. Kurikulum ini juga dianggap sebagai proses evaluasi pelaksanaan kurikulum sebelumnya.Â
Kurikulum ini juga dianggap sebagai pilar demokratisasi pendidikan kita. Kurikulum ini juga digadang-gadang sebagai jalan penyiapan menuju wajah generasi Indonesia ke depan dalam menghadapi era digitalisasi.
Sudah barang tentu munculnya Kurikulum Merdeka juga memberikan beberapa tantangan yang harus dijawab oleh guru. Tantangan tersebut tentu bermuara pada capaian ideal Kurikulum Merdeka yang nanti akan diterapkan.Â
Setidaknya ada dua model pembelajaran yang tidak bisa ditinggalkan guru dalam menyambut dilaksanakannya Kurikulum Merdeka.
1. Teaching at the Right Level (TaRL)
Bagi kebanyakan guru bisa saja model pembelajaran TaRL adalah sesuatu yang baru. Sebab model ini berkaitan dengan langkah pemberian hak yang sama kepada peserta didik penyandang disabilitas. Mereka diberikan kebebasan untuk bisa mengenyam pendidikan di sekolah "umum."
Secara konsep pembelajaran dengan menggunakan pendekatan TaRL adalah mengatur peserta didik tidak terikat pada tingkatan kelas. Namun dikelompokkan berdasarkan fase perkembangan atau disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta didik yang sama. Sehingga acuannya pada capaian pembelajaran, namun juga disesuaikan dengan karakteristik, potensi, kebutuhan peserta didiknya.