Ngawi merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang mempunyai sejarah panjang. Rekam jejak kehidupan manusia pra sejarah juga ditemukan di sini. Di Ngawi terdapat Museum Trinil sebagai salah satu upaya memberikan penjelasan tentang jejak kehidupan manusia purba (pra sejarah).
Berdasar catatan sejarah yang ada, Â Ngawi sudah ada sejak 7 Juli 1358 M ((https://id.wikipedia.org/wiki/). Â Berdasar penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa Ngawi sudah ada sejak zaman Majapahit masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
Seiring perkembangan politik, Indonesia akhirnya dijajah oleh pemerintah Belanda. Sebab  31 Desember 1799 M VOC yang pernah berkuasa dinyatakan bubar. Maka sejak tahun 1800 Indonesia dijajah oleh pemerintah Belanda.
Periode tahun 1825-1830 terjadi perang Diponegoro. Perang ini berhasil menjatuhkan moral Belanda, namun dengan "politik pengkianatan" Diponegoro berhasil ditangkap dan diasingkan.
Dalam perang tersebut di Ngawi juga terjadi perlawanan terhadap Belanda. Perlawanan terhadap Belanda dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirotani. Namun perlawanan mereka dapat dipatahkan. Pada tahun 1825 Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. (https://id.wikipedia.org/wiki/Benteng_Van_den_Bosch). Pangeran Diponegoro mengirim KH Nursalim untuk membantu perlawanan terhadap Belanda dan menyebarkan Islam di Ngawi.
Untuk mempertahankan nilai strategis Ngawi sebagai lalu lintas perniagaan yang menghubungkan Jawa Timur dengan Jawa Tengah, maka pada tahun 1839 dibangun benteng yang diberi nama Van Den Bosc. Benteng ini selesai dibangun tahun 1845 dan dihuni oleh 250 orang tentara bersenjata dan 60 orang kavaleri.(sumber)
Dilihat dari arsitekturnya benteng Van Den Bosh termasuk benteng yang megah dan karismatis. Baik dari pintu masuk, konsep bangunan secara menyeluruh, segmen-segmen bangunan sesuai dengan peruntukan. Tentu saja anasir teknologi Eropa menambah karisma tersendiri Benteng Van Den Bosh.