Hari Rabu 20 Mei 1908 telah lahir wadah perjuangan baru bernama Boedi Oetomo. Tersebutkan nama dr Wahidin, dr Soetomo,dll serta para pelajar STOVIA yang menjadi aktor wadah tersebut. Maka kelahirannya memunculkan aktivitas ngrumpi antar anak bangsa. Aktivitas ngrumpi itu muncul sebagai reaksi spontan masyarakat tentang kelahiran Boedi Oetomo. Ada dua hal penting yang dijadikan bahan ngrumpi yaitu perintisnya dan profesinya.
Pertama: pelopor, perintis dan pengurus adalah kaum terpelajar
Hadirnya kaum terpelajar sebagai aktor perubahan tentu menimbulkan pertanyaan, baik yang mengarah pada hal positif maupun hal yang bersifat sinisme. Bagi yang berpandangan positif bisa saja menaruh harapan. Sebab mereka memang kaum terpelajar, suatu status sosial baru yang lahir di tengah masyarakat pada masa kolonial. Â Namun bagi yang sinis, tentu menyepelekan apa kemampuan anak-anak kemarin sore itu. Mengurus dirinya saja belum tentu bisa, apalagi mengurus masalah bangsa. Kira-kira seperti itulah aktivitas ngrumpi yang terjadi pada saat kaum terpelajar naik panggung perjuangan bangsa.
Namun dalam catatan sejarah, sejak kelahiran Boedi Oetomo telah mengubah arah, cara pandang pencapaian target perjuangan yang fondamental dalam pencapaian akhir perjuangan bangsa (kemerdekaan). Beberapa catatan historis yang bersifat komparatif dapat dilihat tentang bagaimana "gaya" perjuangan bangsa sebelum dan sesudah Boedi Oetomo.
Apabila dicermati gaya perjuangan tersebut, kiranya dapat dijelaskan bahwa langkah mereka adalah revolusioner. Sebab gaya perjuangan yang dilakukan telah merubah secara fonmamental hal ikhwal yang pernah dilakukan oleh para pejuang terdahulu. Ini artinya para pelajar bisa mencermati sebab musabab kekalahan demi kekalahan para pejuang terdahulu. Dengan kata lain para pelajar tersebut telah melahirkan tatanan baru dalam menghadapi kekuatan kolonial. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa mereka adalah pembuka tabir perjuangan bangsa kita dalam mencapai kondisi terang benderang di masa depan (kemerdakaan).
Kedua: pelopor, perintis dan pengurus Boedi Oetomo adalah Dokter.
Pada saat sekarang saja profesi dokter masih dipandang sebagai profesi yang "wah". Apalagi dokter pada masa kolonial, tentu akan memperoleh pengakuan dan respon yang terhormat di masyarakat. Bagi pemerintah kolonial kehadiran dokter memang dibutuhkan agar dapat memperbaiki citra kolonialnya, termasuk para kaum terpelajar. Mereka diharapkan akan menjadi pegawai pemerintah kolonial. Â Memang ada yang berminat menjadi pegawai pemerintah, namun tidak sedikit juga yang terlibat dalam dalam perjuangan bangsa, khususnya para dokter dan pelajar STOVIA yang mendirikan Boedi Oetomo.
Kondisi demikian itulah yang mendorong aktivitas ngrumpi sesama anak bangsa. Bagi yang positif, mereka memang berharap bahwa kehadiran para dokter tersebut bisa menjadi jembatan emas bagi perjuangan bangsa. Sebab betapapun harus disadari, bahwa perubahan itu membutuhkan aktor perubahan. Aktor yang muncul biasanya berasal dari kalangan elit di masyarakat. Â Kalangan elit inilah yang kiprahnya akan mendapat respon di masyarakat dibanding "kawulo alit".
Bagi yang negatif berpikirnya, mereka memandang para dokter tersebut bisa saja dianggap kurang kerjaan, cari sensasi bahkan "caper",dll. Padahal mereka bisa menjadi pegawai pemerintah kolonial dengan gaji yang jelas dan fasilitas yang lebih dibanding pribumi lainnya. Mungkin kalimat-kalimat ini muncul dari golongan tua atau para elit lokal yang sudah menjadi pegawai pemerintah kolonial.
Sebenarnya respon tersebut merupakan hal yang wajar. Sebab selama itu yang muncul sebagai aktor perubahan adalah para elit feodal, kaum bangsawan maupun priyayi. Maka kehadiran dokter sebagai aktor perubahan tentu membuat sesuatu yang mengejutkan baik bagi masyarakat apalagi kaum elit feodal. Walaupun para dokter tersebut adalah anak para elit lokal. Sebab tidak mungkin kalau mereka berasal dari kalangan rakyat biasa.
Sesama orang Belanda pun, berbisik-bisik...anak-anak itu diberi kesempatan belajar biar membantu pemerintah, malah menjadi anak yang nakal "berani "melawan" kepada pemerintah Belanda.