Di tengah modernisasi dalam berbagai bidang, mitos "anak rambut gembel" masih bertahan. Bersama dengan mitos-mitos yang lain, mitos "anak rambut gembel" berkembang di wilayah Kabupaten Wonosobo dan sekitarnya (khususnya di dataran tinggi Dieng).
Mitos ini masih tumbuh dan berkembang sampai sekarang. Bahkan kehadiran "anak rambut gembel" oleh pemerintah setempat dijadikan salah satu ikon daerah untuk mengangkat citra wisata daerahnya. Tentu langkah ini dimaksudkan untuk menarik bagi wisatawan baik domestik maupun asing.
Seperti diketahui, masyarakat setempat menganggap bahwa "anak rambut gembel" diyakini sebagai anugerah dari nenek moyang yang menjadi penjaga dataran tinggi Dieng yang bernama Kyai Kolo Dete. Bahkan ada pula yang beranggapan bahwa kehadiran "anak rambut gembel" sebagai indikator kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Oleh sebab itu kehadiran "anak rambut gembel" di keluarga dianggap sebagai "berkah". Sebab kondisi demikian berkaitan dengan dengan eksistensi nenek moyang yang hadir di tengah keluarganya.
Maka secara khusus, anak-anak rambut gembel akan memperoleh perlakuan yang "lebih istimewa" dibanding dengan anak-anak yang tidak berambut gembel.
Pantangan yang diyakini bagi setiap orangtua anak rambut gembel adalah tidak diperbolehkan melakukan kekerasan fisik maupun verbal.
Ada beberapa keunikan yang berkaitan dengan mitos anak rambut gembel:
1. Usia anak rambut gembel sekitar 1-7 tahun.
2. Rambut yang gembel harus dipotong melalui ritual pemotongan rambut gembel. Pemotongan rambut dilakukan oleh tokoh adat.
3. Anak rambut gembel akan "meminta sesuatu" yang harus dipenuhi. Permintaan tersebut harus dipenuhi oleh orangtua.
Apabila tidak, maka rambut mereka akan gembel lagi. Pada umumnya permintaan mereka yang biasa mereka lihat dan saksikan. Jadi sesuai pengetahuan mereka. Misalnya makanan, pakaian, sepeda, ayam, itik, dll.
4. Masyarakat (khususnya orangtua), tidak boleh bertindak kasar apalagi menganiaya kepada "anak rambut gembel".
Sebab diyakini, perlakuan tersebut akan berdampak pada petaka yang akan diterima oleh pelakunya (dalam Bahasa Jawa disebut "malati").
5. Populasi anak rambut gembel umumnya perempuan. Memang ada yang laki-laki, tetapi jumlahnya sangat kecil.
6. Jenis rambut gembelnya ada beberapa macam yaitu gembel gombak (gembel di belakang), gembel pari (gembel kecil-kecil), gembel pethek (gembel yang tumbuh di bagian samping kepala di atas telinga), dan gembel kuncung (gembel yang tumbuh di ubun-ubun).
Secara umum, keberadaan "anak rambut gembel" berada di dataran tinggi Dieng. Namun di wilayah dataran rendah juga masih ditemukan. Khususnya di Dusun Anggrung Gondok Desa Reco Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.Â
Di tempat tersebut penulis pernah mendampingi peserta didik melakukan pengamatan dan latihan meneliti kehidupan mereka, mendampingi teman-teman Guru Sosiologi Surabaya, mendampingi guru dan peserta didik kelas XI IPS SMAN 5 Surabaya, serta menemani guru dan peserta didik kelas XI IPS SMA Labschool Jakarta untuk melakukan observasi tentang fenomena "anak rambut gembel."
Mitos "anak rambut gembel" sudah berjalan turun temurun dalam waktu yang sangat panjang dan sudah mengkristal menjadi sistem religi yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat.
Maka, di tengah modernitas yang terus berjalan, fenomena tersebut akan tetap bertahan. Walaupun populasinya makin berkurang dari waktu ke waktu.
Sampai kapan mitos tersebut akan hilang, tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan masyarakatlah yang akan menjawabnya. Sebab fenomena tersebut secara faktual banyak ditemukan di wilayah pedesaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H