Bulan Desember 2020 merupakan bulan istimewa bagi kami sekeluarga. Sebab seumur hidup kami belum pernah menginjakkan kaki di luar Pulau Jawa, kecuali di Bali. Itu pun karena mendampingi peserta didik  melaksanakan kegiatan study tour.
Pada bulan Desember 2020, kami  berkesempatan menapakkan kaki di wilayah Jambi. Walaupun intinya adalah acara keluarga, kami sekeluarga menyempatkan diri melihat keindahan dan kebesaran Candi Muara Jambi yang disebut-sebut sebagai peninggalan kerajaan Sriwijaya yang berkuasa dari abad ke 7 - 12 M.
Candi Muara Jambi terletak di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muara Jambi. Mungkin saja nama candi diambil dari nama Kabupaten Muara Jambi.
Ada beberapa hal yang menarik dari candi ini.
Pertama, candi ini terbuat dari batu bata. Semua bangunan yang ada baik pagar, bangunan untuk pemujaan, stupa dan bangunan yang lain semua berbahan batu bata. Sehingga kami menyaksikan hamparan batu batu yang tersusun dalam berbagai bentuk bangunan kompleks candi.
Bahan candi yang terbuat dari batu bata semacam ini, mengingatkan kita pada peninggalan candi di Jawa Timur seperti Candi Bajang Ratu, Candi Tikus dan Candi Brahu. Candi-candi tersebut juga berbahan baku batu bata.
Beberapa candi  inilah yang disebut  Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano. Menurut sumber yang ada, jumlah candi terdapat 110 candi. Candi Muara Jambi ini disebut-sebut sebagai kompleks candi terbesar di Asia Tenggara pada masa itu.
Menurut Junus Satrio Atmodjo (Wikipedia) daerah itu dulu banyak dihuni dan menjadi tempat bertemu berbagai budaya. Sebab di situs ini ditemukan manik-manik yang berasal dari Persia, China, dan India. Agama Buddha Mahayana Tantrayana diduga menjadi agama mayoritas bagi masyarakatnya. (Wikipeldia: Kompleks Candi Muara Jambi).
Keempat, lokasi candi berada di tepi aliran Sungai Batang Hari. Inilah bukti kearifan local yang dimiliki nenek moyang kita. Banyak percandian yang dibangun ditepi aliran sungai. Â Percandian di Jawa banyak yang berada di tepi aliran sungai. Filosofis sungai barangkali merupakan sumber kehidupan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H