Sampai sekarang, sekolah masih belum dibuka kembali untuk pembelajaran tatap muka karena--lagi-lagi--Covid-19 masih mengganas.
Saya punya sepupu yang masih duduk di bangku sekolah, sekarang sudah kelas 7. Ada kalanya saya membantu dia mengerti beberapa pelajaran sekolah seperti matematika dan fisika, yang kadang agak kesulitan baginya.
Saya bisa mengerti. Kasihan sebetulnya, masa dasar pendidikan yang penting ini untuknya harus terhambat pandemi akibat learning loss gara-gara semua pembelajaran harus serba online.
Untuk sepupu saya itu, matematika dan fisika cenderung menjadi momok. Susah katanya. Saya ajarkan berkali-kali tips praktisnya untuk bisa mengerti, tapi tetap saja tidak sesulit biologi yang tinggal baca dan dihafal, katanya lagi.
"Buat apa sih matematika itu.. ngapain belajar aljabar coba?".
Akibat celetukan dia itu, saya jadi terpikirkan tentang sekolah...
Semua orang di jagat raya ini tentu sudah tahu kalau sekolah dasar (SD), menengah pertama (SMP), menengah atas (SMA) itu wajib hukumnya. Katanya pendidikan itu penting. Kalau tidak sekolah nanti hidupnya susah, merana, sengsara...
Saking pentingnya itu pendidikan, sampai sekolah mahal pun rela ditebus--kalau kantong mencukupi--demi bisa menyertakan sang anak di dalamnya. Sekolah sepintar mungkin. Seaktif mungkin.
Seakan sudah menjadi tradisi setiap insan manusia, bersekolah seakan menjadi rutinitas alamiah yang harus ditempuh untuk menjalani hidup.
Tentulah kita semua masih ingat apa saja yang pernah diajarkan di sekolah itu; mulai dari itung-itungan, baca-tulis, berbicara, sampai setiap cabang ilmu dicicipi satu persatu kayak biologi, fisika, kimia, sosiologi, ekonomi, geografi, sejarah, dan ini dan itu; bahkan sampai kesenian, musik, dan olahraga juga ikut diajarin dan harus lewat nilai batas lulus. Banyak banget! Semua ilmu - entah kita suka atau tidak, dijejali dan dicekoki para gurunya untuk makanan otak kita.
Sekarang ketika kita sudah dewasa, udah gede, tampaknya lebih banyak dari ilmu-ilmu itu yang akhirnya tidak terpakai di kehidupan kita. Jadi akuntan atau businessman, misalnya, gak kepake tuh biologi, apalagi fisika dan kimia. Jadi dokter, seperti saya ini, kayaknya gak guna tuh sejarah, ekonomi, sosiologi. Jadi insinyur, mana terpakai itu ilmu pelajaran musiknya, keseniannya? Lipat kertas origami, main angklung, tiup-tiup pianika, ngga kepake tuh sekarang...