Mohon tunggu...
Cipta Mahendra
Cipta Mahendra Mohon Tunggu... Dokter - Dokter yang suka membaca apapun yang bisa dibaca.

Kesehatan mungkin bukan segalanya, tapi segalanya itu tiada tanpa kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Keamanan Mononatrium/Monosodium Glutamat (MSG)

19 Mei 2021   15:37 Diperbarui: 19 Mei 2021   15:52 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi MSG. Sumber: brainmd.com

Mononatrium/monosodium glutamat (MSG) sudah sejak lama menjadi bumbu penyedap rasa yang sering digunakan untuk berbagai makanan baik di Indonesia sendiri maupun di negara-negara Asia lain. memunculkan kontroversi di kalangan masyarakat. Sejak penemuannya pada tahun 1907 oleh Kikunae Ikeda, seorang profesor Jepang, profil MSG sebagai salah satu bahan tambahan pangan hingga kini masih terbelit pro dan kontra. Sejumlah penelitian yang baru-baru ini dipublikasikan di berbagai jurnal pun juga memberi ulasan berbeda terkait MSG.

Di dunia Barat sendiri, MSG kerap kali dianggap menyebabkan sejumlah masalah bagi tubuh setelah mengonsumsi makanan mengandung MSG -- disebut sebagai MSG symptom complex -- seperti sakit kepala, berkeringat, baal dan rasa terbakar di wajah, merasa lemah, dan bahkan juga nyeri dada serta jantung berdebar. Pengalaman saya sendiri (dan mungkin juga para pembaca), anggapan yang sering terdengar sampai sekarang yaitu bahwa MSG tidak baik untuk anak-anak, yang notabene bisa membuat otaknya menjadi 'bodoh'. Bagaimana pendapat hasil-hasil penelitian mengenai MSG bagi tubuh manusia?

Biokimia MSG

Sebelumnya ada baiknya kita melihat sekilas MSG dan bagaimana zat ini dimetabolisme dalam pencernaan tubuh. MSG memiliki rumus kimia C5H8NNaO4, yang merupakan garam sodium dari asam glutamat, yang merupakan salah satu dari 20 jenis molekul asam amino yang menyusun berbagai organ tubuh. Setelah dikonsumsi dan mencapai usus halus, MSG dicerna dan kemudian diserap oleh sel-sel usus itu. Mayoritas molekul MSG yang sudah tercerna ini dimanfaatkan sendiri oleh sel-sel usus ini sebagai bahan untuk menyusun zat-zat perantara yang menjadi mediator dalam siklus-siklus sel untuk menunjang kelangsungan hidup sel itu sendiri. Sebagian kecil MSG lain yang berlebih lalu dimetabolisme lebih lanjut dan dikonversikan menjadi molekul-molekul asam amino lain atau turunannya (arginin, sitrulin, alanin, ornitin, prolin) oleh dan dilepaskan ke aliran portal/sistemik pembuluh darah, baik oleh sel usus ataupun sel-sel hati saat sudah berada dalam pembuluh darah (Kazmi dkk, 2017).

Dalam fisiologi tubuh manusia, (asam) glutamat merupakan zat perangsang saraf (neurotransmiter) pengeksitasi utama untuk sistem saraf. Glutamat juga menjadi molekul prekursor penting untuk sintesis molekul glutation, sebuah antioksidan alami yang berfungsi untuk menetralkan radikal bebas dalam tubuh. Zat MSG sendiri sebenarnya bisa ditemukan dalam banyak jenis bahan pangan alam, terutama yang banyak mengandung protein. MSG yang ditemukan di dalamnya dapat berbentuk bebas atau terikat dengan asam-asam amino penyusun protein lainnya. MSG yang memberikan efek pengaya rasa (rasa umami) adalah yang dalam bentuk bebas; MSG bentuk terikat tidak memiliki efek tersebut. MSG memberi efek rasa umaminya melalui perangsangan reseptor-reseptor papila rasa (taste buds) pada lidah.

Penelitian MSG

Sebagian hasil studi terkait MSG menuliskan sejumlah dampak negatif yang bisa ditimbulkan akibat MSG. Studi preklinis pada hewan coba melaporkan bahwa MSG dapat memicu kaskade stres oksidatif dalam tubuh, menyebabkan obesitas, dan masalah-masalah terkait sistem persarafan (migrain, kejang, autisme, hiperaktivitas, penyakit Alzheimer dan Parkinson, dan sklerosis multipel) (Bera dkk, 2017). Selain dampak-dampak itu, konsumsi MSG juga disinyalir menyebabkan perubahan jaringan dan ritme jantung (Kazmi dkk, 2017), merusak hati, memicu diabetes, mengganggu fertilitas dan perkembangan janin, menyebabkan tumbuhnya jaringan tumor, dan mengganggu respon normal imun pada tikus-tikus coba (Zanfirescu dkk, 2019). Sementara dalam studi-studi tahap klinis, MSG dapat memicu MSG symptom complex dan memperparah kejadian dermatitis atopik serta asma (Husarova & Ostatnikova, 2013). MSG juga bahkan dikatakan bisa merusak DNA (kode genetik) dalam inti sel.

Namun studi-studi ini tampaknya memiliki beberapa kelemahan metodologi yang cukup banyak. Penggunaan kelompok kontrol yang tidak adekuat, ukuran sampel penelitian yang kecil, dan akurasi dosis MSG yang dipakai untuk percobaan yang rendah menjadikan berbagai studi preklinis terkait efek MSG tadi tidak begitu valid (Thuy dkk, 2020). Selain itu, penggunaan dosis uji MSG dalam penelitian-penelitian itu juga menggunakan dosis yang sangat tinggi, jauh melampaui jumlah yang biasanya dikonsumsi dalam makanan sehari-hari; rute pemberian MSG-nya pun juga bukan secara oral (ditelan melalui mulut) tetapi disuntikkan secara subkutan (melalui kulit) atau intraperitonium (langsung ke usus halus) (Zanfirescu dkk, 2019). Riset-riset klinis yang sudah ada pun juga masih tidak bisa membuktikan adanya hubungan sebab-akibat (kausalitas). Hasil-hasil studinya juga sering berkonflik satu dengan lainnya, yang mengindikasikan bahwa bukti kuat masih belum ada dan reprodusibilitas gejala/gangguan belum terbukti (Zanfirescu dkk, 2017). Lagipula sudah sejak lama pula hasil penelitian menunjukkan, glutamat ternyata tidak dapat menembus sawar darah-otak (Hawkins, 2009) sehingga efek asupan MSG terhadap sel-sel saraf otak secara teoritis tidak ada ataupun mungkin dalam jumlah kecil saja.

           

Pendapat Lembaga-lembaga Internasional

Lembaga keamanan pangan Amerika Serikat (FDA) sejak tahun 2012 sudah menyatakan MSG sebagai zat aditif/tambahan pangan yang aman untuk digunakan. Hingga kini, FDA sendiri belum pernah menemukan laporan bahwa MSG berefek negatif apapun. Tidak hanya FDA, sejumlah lembaga pangan internasional lain juga telah mengemukakan hal serupa seperti EFSA (European Food Safety Authority), IGIS (International Glutamate Information Service), dan IFIC (International Food Information Council). Sampai sekarang, belum ada batasan dosis asupan MSG yang ditetapkan. Walakin, laman Healthline -- sebuah situs daring ternama penyedia informasi-informasi kesehatan untuk awam - tetap menyarankan untuk mengonsumsi MSG secara wajar. FDA berpendapat bisa saja ada sebagian kecil orang yang sensitif terhadap MSG dan mengalami MSG symptom complex (dengan sebab tak diketahui), namun biasanya ringan saja dan solusinya juga mudah yaitu menghindari asupan MSG untuk orang-orang ini.

Studi MSG terhadap wanita hamil dan menyusui menyatakan tidak ada efek negatif MSG terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin dan bayi. Akademi pediatri Amerika Serikat (AAP) menyatakan bahwa MSG tidak menaikkan kadar glutamat dalam ASI ibu dan tidak memberi dampak negatif kesehatan untuk bayi yang mengonsumsinya. Hal serupa juga berlaku untuk populasi anak. Penelitian oleh Stegink dkk tidak menemukan adanya hubungan konsumsi MSG dan kejadian attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD) pada anak, sebuah kelainan neurologi yang sering disebut-sebut bisa ditimbulkan akibat konsumsi MSG pada anak (Bera dkk, 2017).

Di sisi lain, MSG memiliki potensi terapeutik untuk digunakan sebagai penambah nafsu makan untuk orang yang sulit makan karena efek penguat rasanya. Selain itu, MSG juga bisa dipakai sebagai pengganti garam untuk makanan yang lebih sehat karena kandungan natrium dalam MSG hanya sepertiga dari garam (NaCl) biasa (Halim dkk, 2020).

Pemahaman yang Bisa Diambil

Dari ulasan-ulasan diatas, bisa kita lihat bahwa MSG tampaknya tidak cukup bukti untuk bisa dikatakan berbahaya, selama dalam batas asupan wajar. Glutamat sebagai salah satu asam amino protein penyusun tubuh secara logis pun juga akan menjalani metabolisme normal seperti asam-asam amino lainnya, apalagi sudah dikatakan juga bahwa glutamat tidak bisa menembus sawar darah-otak. Ini berarti MSG kecil kemungkinan berdampak terhadap perkembangan otak, baik untuk orang dewasa maupun anak sekalipun. Jika kita melihat bagaimana MSG dicerna dalam usus, sebagian besar glutamat dipakai oleh sel-sel usus saja; sangat sedikit yang dilepas ke dalam sirkulasi darah dan itu saja pun juga mayoritas sudah dikonversi lebih dulu menjadi zat lain sebelumnya. Jadi, secara teoritis sangat minim jumlah molekul glutamat (MSG) yang masuk dan beredar dalam tubuh. Maka dari itu, sampai sekarang dapatlah kita anggap bahwa konsumsi MSG tidak berdampak buruk untuk tubuh manusia.

Meskipun belum ada dosis asupan aman yang ditetapkan, MSG selayaknya dikonsumsi secukupnya agar tidak menimbulkan dampak yang bisa saja negatif -- meskipun juga sangat kecil kemungkinan - bagi tubuh kita. Di sisi lain, MSG bisa menjadi alternatif garam yang biasa kita konsumsi sehari-hari untuk mengurangi asupan garam dan menurunkan risiko penyakit hipertensi, sekaligus juga menambah rasa pada makanan. Tidak seperti MSG, batas asupan garam harian orang dewasa normal sudah ditetapkan sejak lama yaitu <5 gram per hari (setara <2 gram natrium per hari). Secara intuitif, batas asupan MSG secara teoritis sekiranya sekitar <15 gram per hari karena kandungan natriumnya yang sepertiga garam biasa meskipun, kembali menekankan, belum ada badan atau lembaga manapun sejauh ini yang mengeluarkan pernyataan atau pendapat resmi terkait hal ini.

---000---

Referensi

  • Healthy Lifesytle – Nutrition and healthy eating. What is MSG? Is it bad for you? USA: Mayo Clinic; [updated 2020 Apr 3; cited 2021 Apr 9]. Available from: https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/nutrition-and-healthy-eating/expert-answers/monosodium-glutamate/faq-20058196
  • National Library of Medicine – National Center for Biotechnology Information. Monosodium glutamate. USA: NIH; [cited 2021 Apr 9]. Available from: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Monosodium-glutamate
  • Kazmi Z, Fatima I, Perveen S, Malik SS. Monosodium glutamate: review on clinical reports. Int J Food Prop. 2017;20(S2): S1807-15.
  • Airaodion AI, Ogbuagu EO, Osemwowa EU, Ogbuagu U, Esonu CE, Agunbiade AP, et al. toxicological effect of monosodium glutamate in seasonings on human health. Glob J Nutr Food Sci. 2019;1(5): 1-9.
  • Nguyen LT, Socaci S, Salanta LC, Tofana M. A mini review about monosodium glutamate. Food Sci Technol. 2020;77(1): 1-12.
  • Bera TK, Yadav P, Sk K, Yadav S. Effects of monosodium glutamate (MSG) on human health: a systematic review. World J Pharm Sci. 2017;5(5): 139-44.
  • Zanfirescu A, Ungurianu A, Tsatsakis AM, Nitulescu GM, Kouretas D, Veskoukis A, et al. A review of the alleged health hazards of monosodium glutamate. Compr Rev Food Sci Saf. 2019;18(4): 1111-34.
  • Husarova VM, Ostatnikova D. Monosodium glutamate toxic effects and their implications for human intake: a review. JMED Res. 2013;2013(608765): 1-12.
  • Hawkins RA. The blood-brain barrier and glutamate. Am J Clin Nutr. 2009;90(suppl): 867S-74S.
  • Nutrition. MSG (Monosodium Glutamate): Good or Bad? USA: Healthline; [published 2018 Nov 19; cited 2021 Apr 9]. Available from: https://www.healthline.com/nutrition/msg-good-or-bad
  • Food Additives & Petitions. Questions and Answers on Monosodium glutamate (MSG). USA: FDA; [published 2012 Nov 19; cited 2021 Apr 9]. Available from: https://www.fda.gov/food/food-additives-petitions/questions-and-answers-monosodium-glutamate-msg
  • Newsroom. EFSA reviews safety of glutamates added to food. EU: EFSA; [published 2017 Jul 12; cited 2021 Apr 9]. Available from: https://www.efsa.europa.eu/en/press/news/170712
  • International Glutamate Information Service (IGIS). Scientific evaluations of MSG. IGIS; [cited 2021 Apr 9]. Available from: https://glutamate.org/safety/scientific-evaluations/
  • Diet & Fitness. The truth about MSG and Health, according to experts. USA: Today; [published 2020 Nov 5; cited 2021 Apr 9]. Available from: https://www.today.com/health/msg-bad-you-truth-about-msg-according-experts-t197207
  • Halim J, Bouzari A, Felder D, Guinard JX. The salt flip: sensory mitigation of salt (and sodium) reduction with monosodium glutamate (MSG) in “Better-for-You” foods. J Food Sci. 2020;85(9): 2902-14.
  • E-Library of Evidence for Nutrition Actions (eLENA). Sodium intake for adults and children – guidance summary. World Health Organization; [cited 2021 Apr 9]. Available from: https://www.who.int/elena/titles/guidance_summaries/sodium_intake/en/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun