Mohon tunggu...
Siti Fadilah
Siti Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa PGSD Universitas Negeri Padang yang saat ini sedang mengikuti program MBKM/Pertukaran Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pergeseran Nilai Kewarganegaraan Akibat Pengaruh Media Sosial pada Generasi Alpha di Sekolah Dasar

25 Desember 2024   21:32 Diperbarui: 25 Desember 2024   22:15 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis: Siti Fadilah(2421695), Dr. Dinie Anggraeni Dewi, M.Pd. M.H. , dan Atri Waldi, M.Pd.

Di era digital, media sosial telah menjadi bagian penting dalam kehidupan anak-anak Generasi Alpha, yang lahir setelah tahun 2010. Kehadiran media sosial membawa pengaruh besar terhadap cara mereka memahami dan menerapkan nilai-nilai kewarganegaraan seperti tanggung jawab, gotong royong, dan toleransi. Namun, pengaruh ini tidak selalu hal baik. Dalam hal pendidikan kewarganegaraan di sekolah dasar, tantangan ini semakin banyak ketika nilai-nilai kebersamaan tergeser oleh budaya individualisme, seperti kebiasaan 'selfie' yang lebih diutamakan daripada interaksi langsung. Dampaknya tidak hanya merusak nilai sosial, tetapi juga memiliki hubungan terhadap hukum dan undang-undang yang mengatur kehidupan bermasyarakat.

Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dasar bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai dasar yang dapat membentuk karakter anak-anak agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab, bisa saling menghargai, dan aktif dalam kehidupan sosial. Namun, dengan adanya media sosial, proses pembelajaran ini menghadapi tantangan baru. Media sosial, walaupun bisa menjadi alat/sarana edukasi yang efektif, juga sering memperkenalkan anak-anak pada nilai-nilai yang bertentangan dengan prinsip kewarganegaraan yang seharusnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari atau di dunia nyata.

Generasi Alpha, yang tumbuh di tengah perkembangan teknologi digital, lebih terbiasa dengan interaksi online/daring dibandingkan dengan interaksi tatap muka. Hal ini membawa pengaruh terhadap cara mereka memahami dan mengamalkan nilai-nilai sosial, termasuk kewarganegaraan. Nilai-nilai seperti gotong royong, toleransi, dan rasa tanggung jawab sosial yang seharusnya ditanamkan dalam kehidupannya, malah menjadi terkikis oleh pengaruh media sosial yang lebih mengutamakan individualisme dan konsumtivisme. Anak-anak cenderung terpapar pada budaya individual yang mengutamakan popularitas dan jumlah 'likes' daripada interaksi sosial yang bermakna. Hal ini bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), khususnya Pasal 28C Ayat (1) yang menjamin hak pendidikan sebagai sarana pembentukan karakter.

Meskipun demikian, penting untuk diakui bahwa media sosial juga membawa dampak positif dalam kehidupan anak-anak. Salah satunya adalah kemampuannya untuk mengajarkan atau mengedukasi anak-anak tentang isu-isu lokal, nasional, bahkan global yang berkaitan dengan kewarganegaraan. Misalnya, anak-anak bisa belajar tentang keberagaman budaya, hak asasi manusia, serta masalah yang dapat muncul di lingkungan melalui media sosial. Platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok memiliki potensi besar untuk menyampaikan pesan-pesan positif yang dapat memperkaya pemahaman mereka tentang dunia.

Selain itu, media sosial juga bisa dijadikan pendorong partisipasi aktif dalam kampanye dan gerakan sosial yang mendukung nilai-nilai kewarganegaraan. Anak-anak dapat ikut berperan dalam penyebaran informasi yang berkaitan dengan toleransi, perdamaian, dan keadilan sosial. Melalui kampanye-kampanye online yang mendukung nilai-nilai positif, media sosial dapat menjadi alat yang baik untuk menanamkan sikap proaktif dalam masyarakat.

Namun, dampak negatif media sosial terhadap nilai kewarganegaraan jauh lebih banyak/dominan. Salah satu dampak yang paling terlihat yaitu munculnya pola pikir individualistik pada anak-anak. Dalam dunia maya, anak-anak sering kali melihat sesuatu budaya yang menekankan pada pemenuhan keinginan pribadi dan gaya hidup konsumtif. Hal ini bisa menurunkan rasa solidaritas dan gotong royong yang seharusnya menjadi bagian dari kehidupan sosial mereka.

Selain itu, penyebaran berita palsu (hoaks) dan ujaran kebencian yang marak di media sosial juga dapat mengancam rasa toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman dan perbedaan. Generasi Alpha, yang masih dalam tahap perkembangan sosial mudah terpengaruh oleh informasi yang salah dan dapat terbawa pada polarisasi sosial. Media sosial juga memperburuk perpecahan antar kelompok yang berbeda pandangan/pendapat, bahkan menciptakan budaya saling menilai dan menghina satu sama lain, yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai kewarganegaraan yang mengajarkan pentingnya menghargai perbedaan. Ketika nilai-nilai seperti gotong royong dan toleransi terkikis, Generasi Alpha tidak hanya kehilangan bagian penting dari kewarganegaraan, tetapi juga berpotensi melanggar hukum yang diatur dalam UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), seperti Pasal 27 Ayat (3) tentang penghinaan dan Pasal 28 Ayat (2) tentang ujaran kebencian.

Kecanduan media sosial juga menjadi masalah yang semakin mengkhawatirkan. Anak-anak yang terlalu banyak menghabiskan waktu di dunia maya bisa kehilangan waktu untuk berinteraksi langsung dengan teman sebaya atau keluarga, yang ikut serta pada pengurangan nilai kebersamaan dan kerja sama dalam kehidupan nyata. Bahkan, mereka menjadi kurang sensitif terhadap permasalahan sosial di sekitar mereka karena lebih sibuk dengan dunia digital masing-masing.

Meskipun media sosial memiliki dampak negatif, kita dapat memanfaatkannya secara bijak dalam pendidikan kewarganegaraan. Salah satu strategi yang bisa dilakukan adalah dengan memperkenalkan penggunaan media sosial yang positif dalam pembelajaran. Misalnya, guru memanfaatkan platform seperti WhatsApp atau Telegram untuk membuat grup diskusi tentang nilai-nilai kewarganegaraan, seperti toleransi, keadilan, dan gotong royong. Disini, siswa bisa berbagi ide, pendapat/opini, dan pengalaman mereka mengenai isu-isu kewarganegaraan yang sesuai.

Selain itu, media sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan gerakan atau kegiatan sosial yang mendukung nilai-nilai kewarganegaraan. Guru bisa meminta siswa untuk membuat proyek berupa video pendek atau poster digital yang berisi pesan tentang pentingnya menghargai perbedaan, menjaga lingkungan sekitar, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Kegiatan ini akan membantu siswa tidak hanya memahami nilai-nilai kewarganegaraan, tetapi juga berperan aktif dalam menyebarkannya melalui media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun