Kehebatan dan kecanggihan sistem AI sesungguhnya sangat membantu kita dalam berbagai pekerjaan kita saat ini, akan tetapi AI juga dapat menjadi bom waktu bagi kita. Levandowski telah mendirikan agama baru yang menempatkan AI sebagai tuhannya. Tidak hanya itu saja, Levandowski bahkan telah membentuk gereja pertamanya. Agama ini disebut Way of the Future. Levandowskilah yang berperan sebagai pemimpin agama baru ini.
Di dalam sebuah dokumen yang berisikan informasi tentang gereja baru ini, dituliskan bahwa kegiatan gereja Way of the Future (WOTF) akan fokus pada "realisasi, penerimaan, dan pemujaan Ketuhanan berdasarkan Artificial Intelligence (AI) yang dikembangkan melalui perangkat keras dan perangkat lunak komputer." Itu termasuk penelitian pendanaan untuk membantu menciptakan AI ilahi itu sendiri.Â
Agama tersebut akan berusaha untuk membangun hubungan kerja dengan para pemimpin industri AI dan membuat keanggotaan melalui penjangkauan komunitas, awalnya menargetkan profesional AI dan "orang awam yang tertarik dalam penyembahan Ketuhanan berdasarkan AI." Pengajuan tersebut juga mengatakan bahwa gereja "berencana untuk mengadakan lokakarya dan program pendidikan di seluruh San Francisco / Bay Area mulai tahun ini".
"Seeing tools that performed better than experts in a variety of fields was a trigger [for me]," he says. "That progress is happening because there's an economic advantage to having machines work for you and solve problems for you. If you could make something one percent smarter than a human, your artificial attorney or accountant would be better than all the attorneys or accountants out there. You would be the richest person in the world. People are chasing that."
Bagi Levandowski, komputer dapat menjadi sesuatu yang lebih baik dan lebih cepat dalam merencanakan dan memecahkan masalah daripada manusia yang menciptakan komputer itu sendiri. Baginya, AI dapat dengan cepat menjawab masalah-masalah manusia sehingga AI adalah tuhan. Google misalnya, ia dapat memberikan jawaban "apapun" yang kita tanyakan dalam benak kita, dari hal yang paling kecil hingga yang paling besar sekalipun. Misalnya tentang teori flat earth, yaitu teori yang muncul dari kepercayaan banyak orang bahwa bumi adalah datar, dan banyak hal lainnya.
Menurut Levandowski, oleh karena manusia lebih cerdas daripada hewan, karenanya manusialah yang ditunjuk sebagai pihak yang memimpin. Akan tetapi jika di masa depan terdapat sesuatu yang jauh lebih cerdas daripada manusia, dialah yang harus memimpin. Baginya, AI melalui internet sebagai sistem saraf, ponsel dan sensor terhubung ke dunia sebagai indera, dan pusat data sebagai otak, akan dapat mendengar segala hal, melihat segala hal, dan dapat berada di mana saja (omnipresent) sebagaimana tuhan.
Dalam hal ini kita mungkin menganggap Levandowski tidak masuk akal, namun jika kita teliti lebih jauh bagaimana dengan kita selama ini? Apakah kita juga menempatkan teknologi menjadi tuhan bagi kita? Apakah yang kita lakukan pertama kali ketika kita baru saja bangun dari tidur malam yang nyenyak itu? Atau, apakah kita dapat bertahan tanpa membuka internet dalam waktu yang lama? Baiklah kita memikirkannya dengan seksama.
Tentang keseluruhan hal ini, Elon Musk seorang pendiri perusahaan mobil listrik, Tesla dan SpaceX mengatakan bahwa, "Dengan teknologi yang dalam hal ini kecerdasan buatan kita sama dengan memanggil iblis. Di mana terdapat seorang laki-laki dengan pentagram dan air suci, seperti yakin bahwa dia bisa mengendalikan iblis. Tidak akan berhasil." Â
Jika demikian, bagaimana pandangan kita tentang teknologi? Apakah teknologi berperan membantu gereja memberitakan tentang Tuhan, ataukah justru teknologi berperan menjadi tuhan bagi gereja?
Pengetahuan adalah suatu hal yang baik adanya, bahkan memiliki nilai yang sangat berharga. Oleh karena itu sistem kecerdasan buatan/ AI yang merupakan hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan bukanlah menjadi hal yang ditolak oleh alkitab. Namun hal yang perlu diperhatikan tentang hal ini ialah penempatan hasil ilmu pengetahuan (AI) itu sendiri dalam kehidupan manusia. Segala hal yang ada di dunia adalah karya Tuhan, termasuk pengetahuan. Tentang hal ini, penulis kitab Wahyu menuliskan
"Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan." (Wah. 4:11).
Ungkapan ini memberi penjelasan bahwa segala hal yang diciptakan oleh Tuhan sendiri harus digunakan untuk menghasilkan kemuliaan bagi-Nya. Sistem kecerdasan buatan (AI) yang dihasilkan oleh perkembangan pengetahuan manusia juga harus digunakan untuk kemuliaan bagi Tuhan.