Mohon tunggu...
Cintia Gita
Cintia Gita Mohon Tunggu... Penulis - #MenjadiSukses #MenjadiHidup #MenjadiBermakna | Sharing Oriented

❝Manusia terhebat dengan ide terhebat sekalipun bisa dijatuhkan oleh orang terkecil dengan pola pikir tersempit—tetaplah berpikir besar.❞ (John Maxwell)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Emansipasi Wanita di Pameran Herstory: Berikan Ruang Untuk Mengekspresikan Dirinya

19 Januari 2025   13:01 Diperbarui: 20 Januari 2025   18:55 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi di Pameran Herstory Museum Indonesia

R.A. Kartini pernah berkata, "Bukanlah laki-laki yang kami lawan, melainkan pendapat kolot dan usang."

Wanita seringkali dituntut untuk bisa mengerjakan pekerjaan rumah dengan alasan karena "wanita harus jago urusan dapur", namun di sisi lain wanita juga dituntut untuk bisa mandiri dengan alasan "tidak bisa bergantung pada orang lain", tetapi di sisi lain lagi wanita juga dituntut untuk "menurut pada laki-laki karena wanita lebih lemah daripada laki-laki". 

Tuntutan demi tuntutan yang disampaikan oleh orang-orang di sekitar, di lingkungan sosial, bahkan di sosial media membentuk stereotip bahwa wanita adalah manusia yang memiliki kedudukan di bawah laki-laki, stereotip bahwa pemimpin adalah seorang laki-laki, dan wanita harus mengurus rumah tangga sendirian; memasak, mencuci pakaian, menyapu, dan kegiatan bersih-bersih lainnya.

Terlalu banyak yang mengkotak-kotakan wanita ke dalam ruang yang dibentuk untuk mengatur dan membatasi aktivitas wanita. Padahal, wanita juga punya hak untuk memimpin, wanita punya hak untuk menjadi dominan, dan pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan semua orang; laki-laki maupun perempuan. 

Pekerjaan rumah tangga adalah kerja sama bagi setiap orang yang ada di rumah. Mencuci piring, mencuci baju, menyapu, mengepel, dan bersih-bersih rumah adalah tanggung jawab setiap individu pribadi untuk kebersihan, kesehatan, dan kenyamanan.

Apabila pekerjaan tersebut dianggap sebagai pekerjaan wanita, lalu bagaimana jika mereka--orang orang di luar sana--tidak memiliki sosok wanita di dalam rumahnya? Apakah rumah itu akan dibiarkan kotor dengan piring menumpuk dan makanan yang membusuk, lantai yang berdebu, hingga tumpukan baju kotor yang mulai bau? Tidak, kan? Siapapun yang menggunakannya memang harus punya kesadaran untuk membersihkannya.

Apabila stereotip itu muncul karena terbiasa melihat ibu membersihkan segalanya di rumah, melihat nenek yang rajin sekali beres-beres rumah, atau melihat kakak perempuan yang selalu menjaga kebersihan rumah, lalu membentuk pemikiran bahwa itu semua adalah pekerjaan wanita ...

Hal tersebut adalah pemikiran yang harus diluruskan bahwa pekerjaan di rumah adalah pekerjaan bersama.

Kemudian, di lingkungan pekerjaan. Ketidakadilan tidak hanya berasal dari tuntutan berdasarkan stereotip tanggung jawab dan pekerjaan wanita adalah beres-beres rumah, namun ketidakadilan juga muncul di lingkungan kerja, yaitu wanita kesulitan untuk mendapatkan kesempatan untuk bekerja karena mencari pegawai wanita yang belum menikah dan diikat kontrak untuk tidak menikah dalam masa tertentu sehingga wanita yang sudah menikah/punya anak semakin sulit mendapatkan pekerjaan.

Bukan hanya itu saja, kesempatan wanita untuk bekerja sebagai pemimpin pun sulit didapatkan dengan berbagai bentuk alasan, salah satunya adalah stereotip "pemimpin harus laki-laki" dan "Laki-laki tidak boleh dipimpin oleh perempuan"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun