Ketika seseorang memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader—membuat keputusan, menyampaikan perintah, memimpin rapat, dan berperan penting dalam sebuah organisasi/bisnis—tetapi tidak mampu berempati, artinya ia tidak benar-benar hadir dan terhubung dengan anggota tim yang dipimpinnya. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya kepercayaan, komunikasi yang buruk, dan hilangnya rasa kebersamaan dalam mencapai tujuan bersama.
Apa artinya jika ia tidak benar-benar ada bersama anggota yang ia pimpin?
Orang-orang mungkin akan mulai memberikan label kepadanya sebagai pemimpin yang otoriter, pemimpin anti kritik, pemimpin yang sombong, dan konotasi negatif lainnya.
Ketika seorang pemimpin membahas tujuan yang perlu dicapai oleh tim, penting bagi mereka untuk memahami bahwa keputusan yang diambil harus mempertimbangkan kemampuan anggota tim. Jika seorang pemimpin menyusun rencana tanpa memperhatikan kapasitas anggota, mengabaikan kendala yang dihadapi, dan tidak menyadari kelemahan ini, maka kerja sama tim dapat menjadi tidak sevisi dan malah memberatkan anggota-anggota tim.
Dampaknya adalah kinerja tim tidak maksimal dan cenderung tidak bersemangat.
Pertanyaannya, kenapa ada pemimpin yang tidak berempati?
Tentu akan muncul banyak alasan untuk mencari jawaban atas pertanyaan ini, setiap orang memiliki jawaban dan argumentasinya masing-masing, dan tidak apa-apa apabila ada jawaban yang berbeda-beda. Argumentasi dalam pembahasan kali ini memungkinkan salah satu penyebabnya adalah perbedaan tujuan, seperti seorang pemimpin lebih memilih fokus pada kepentingan bisnis yang harus tercapai apapun rintangannya, sehingga hanya benar-benar fokus pada hasil akhir tanpa terlibat dalam proses-proses kecilnya.
Argumentasi lainnya, bisa saja sedang berada di dalam tekanan stress dalam pekerjaan, atau pengalaman-pengalamannya di masa lalu yang membentuk karakternya saat ini hingga membentuk gaya kepemimpinannya yang kurang berempati.
Apapun alasannya, seorang pemimpin tidak seharusnya mengabaikan pentingnya empati. Empati adalah kemampuan yang dimiliki setiap orang untuk memahami kondisi, kekhawatiran, sudut pandang, dan pengalaman orang lain, serta meresponsnya secara baik, dengan respon intelektual maupun emosional.
Namun, jika tidak berempati itu benar terjadi, kabar baiknya adalah masih ada kesempatan untuk bisa menjadi seorang pemimpin atau leader yang lebih berempati dan berdampak baik untuk anggotanya.
Leader yang baik perlu terlibat dan memahami kondisi yang dialami oleh anggotanya. Dengan berempati, seorang leader dapat lebih memahami tantangan yang dihadapi tim dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih mendukung.