Menjadi mahasiswa di tengah Ibu Kota rasanya kurang lengkap kalau belum dihadapkan dengan banyak pilihan, salah satunya yaitu pilihan transportasi menuju kampus. Mungkin tak jarang mahasiswa memilih untuk membawa kendaraan pribadi, ada juga yang memilih untuk menyewa indekos (kos-kosan) supaya tidak perlu menggunakan transportasi, selain itu juga ada yang lebih memilih menggunakan transportasi umum karena lebih mudah dan cepat.
Membahas transportasi umum, mahasiswa kembali diberikan pilihan transportasi apa yang akan digunakan untuk menuju kampus? Kalau saya pribadi, lebih memilih transportasi yang murah dan cepat, yaitu kereta.
Dunia perkuliahan berbeda dengan dunia sekolah yang memiliki jadwal jam pelajaran yang pasti dan konsisten, sementara di sebagian besar perkuliahan, mahasiswa diberikan hak untuk memilih jam perkuliahan. Jadi, tidak setiap hari jam 7 pagi, tetapi lebih beragam dan berbeda-beda di setiap harinya.
Sejak tahun 2019, intensitas saya menggunakan kereta sangat meningkat karena dimanfaatkan sebagai transportasi utama menuju kampus. Sebenarnya bisa pakai angkot, TransJakarta dan ojek online, tapi biasanya jalan raya itu sering macet, jadi memakan waktu lebih lama. Sedangkan kereta menawarkan kualitasnya yang lebih terstruktur mulai dari jam keberangkatan, estimasi tiba di stasiun tujuan, kualitas, hingga metode pembayarannya yang sudah menggunakan teknologi digital.
Menempuh jarak puluhan kilometer dengan tarif Rp.3000,- dengan kualitas kereta ber-AC, dilengkapi dengan bangku disabilitas, dan gantungan-gantungan untuk pegangan tangan, menurut saya sudah sangat cukup dan membantu kebutuhan pengguna yang berdiri di dalam kereta. Kendala selama saya menjadi pengguna KRL sampai saat ini tidak jauh dari kendala teknis dan cuaca.
Pada tahun 2022 ini tarif kereta direncanakan naik menjadi Rp.5000,- di 25 km pertama. Saya tidak begitu keberatan dengan apa yang direncanakan yang terpenting saya bisa tiba di kampus dengan cepat dan tidak terlambat. Harapan saya dengan adanya kenaikan tarif ini semoga pembangunan dan pengembangan mengenai kualitas fasilitas umum di stasiun dan kereta lebih meningkat sehingga kita sama-sama bisa merasakan dampak positif dari kenaikan tarif.
Sekilas balik ke masa lalu, saya mengingat begitu jelas bagaimana kereta di Indonesia (khususnya Jabodetabek) memiliki tarif yang begitu murah, kalau tidak salah Rp.1.000,- bahkan ada yang gratis. Tetapi, kualitas dan teknologinya belum secanggih sekarang.
Memori yang terlintas di benak saya jika mengingat suasana kereta jaman dahulu adalah banyak orang berlari dan berbondong-bondong memanjat kereta untuk duduk di atas atap, bergelantungan di pintu kereta, bahkan ada yang merelakan dirinya hinggap di besi-besi bagian depan kereta. Terlihat jelas bagaimana masyarakat memanfaatkan kereta sebagai transportasi untuk kegiatan sehari-hari hingga secara sadar atau tidak disadar mereka sedang mempertaruhkan keselamatannya.
Menurut saya, dengan naiknya tarif KRL tidak begitu memberatkan karena keselamatan dan kenyamanan penumpang terjamin dan fasilitas umum di stasiun pun sudah memadai. Selain itu, pihak KRL harus melakukan sosialisasi secara merata kepada seluruh pengguna KRL untuk mengantisipasi adanya missed communication supaya dapat membangun informasi yang baik kepada pengguna KRL agar mempersiapkan diri untuk kenaikan tarif.
Sobat Kompasiana pernah ada di posisi seperti foto dokumentasi di atas? Atau ada yang berkuliah/kerja dengan menggunakan KRL? Kalau ada, boleh sharing pengalamannya di kolom komentar, yaa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H