Mohon tunggu...
Cinthya Yuanita
Cinthya Yuanita Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

bermain dengan aksara, merenda kata, menciptakan makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dini Hari yang Frustasi

14 November 2012   20:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:21 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lapangan hijau semakin riuh.

Ada gemerisik gaduh di kolong dipan.

Tidak ada yang mau mengalah karena kemenangan adalah absolut.

Orang bilang merajuk adalah bumbu dan cemburu serupa hati merah jambu. Awalnya memang seperti itu. Tapi kini semuanya bagai sembilu. Ini bukan kali pertama gadisnya menjadi belenggu.

Bukan salah wanita jika mereka begitu perasa. Tapi ada beberapa dari mereka yang hatinya lebih rapuh daripada kaca. Dan itu menyebalkan, pikirnya. Ia lebih suka ditantang satu lawan satu ketimbang menghadapi batu. Mereka memang tak memiliki daya sekuat Samson, tapi mereka bisa menyakiti lebih daripada amukan bison.

Wanita itu selalu mampu membuatnya didera rasa bersalah. Seketika menjadi pendosa yang selalu mematahkan hati hawa. Mungkin Anto, Budi, dan Carlie cukup beralasan. Adakalanya melepaskan adalah jawaban yang paling tepat. Ia mencintai gadisnya, sangat, melebihi apapun. Tapi mencintainya tidak pernah mudah, tidak pernah tanpa menciptakan bulir di pelupuk sang dara. Dan ia tidak pernah ingin menjadi alasan di balik air mata.

Seseorang berkaus putih menyundulkan bola tepat ke gawang! Seketika ia membuat tanda kemenangan lantas mencium cincin kawin pada jari manisnya. Sorak sorai kemudian membahana mengiringi prosesi kemenangan. Kebekuan tercairkan sudah.

Sontak, dari kolong dipan, seekor cicak berjalan keluar dengan perut yang membuncit. Ada sesuatu yang bisa mengganjal perutnya seharian ini. Konfrontasi usai. Memang harus ada yang menang dan kalah. Hukum alam.

Ia telah memutuskan. Anto, Budi, dan Carlie benar.

Senyum menyungging di sudut bibirnya, menemani lapisan kaca yang membentuk selaput pada biji matanya.



HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun