Mohon tunggu...
Cinthya Namira
Cinthya Namira Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Literasi Media Digital untuk Tercipatanya Generasi Anti Hoax

5 Desember 2018   22:11 Diperbarui: 5 Desember 2018   22:17 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di zaman yang sudah serba digital seperti sekarang kebanyakan masyarakat -- khususnya masyarakat kota - sudah tidak mendapatkan informasi melalui televisi, koran, atau media konvensional lainnya. Mereka biasanya lebih memilih untuk mencari berita terbaru melalui media sosial atau internet. Sisi positif dari hal ini adalah informasi dapat lebih cepat dan lebih mudah tersebar, namun sisi negatifnya adalah informasi yang tersebarluaskan tidak diverifikasi terlebih dahulu yang menyebabkan banyaknya hoax, fake news, atau berita yang tidak benar. Rendahnya tingkat literasi media digital di Indonesia memiliki peran yang besar dalam maraknya hoax yang tersebar di Indonesia.

Pengertian literasi sendiri adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Education Development Center (EDC) juga menyatakan, literasi lebih dari sekadar kemampuan baca tulis melainkan kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan keterampilan yang dimiliki dalam hidupnya. Maka dari itu, literasi media digital adalah kemampuan memahami dunia media massa sehingga kritis dan selektif dalam menerima informasi dari media dan tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak benar. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media menjadi sadar tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses. Seseorang yang tidak memiliki literasi media digital akan mudah terpengaruh dan mempercayai segala hal yang terdapat di media digital.

Rendahnya literasi merupakan masalah mendasar yang memiliki dampak sangat luas bagi kemajuan bangsa. Literasi rendah berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas bangsa. Ini berujung pada rendahnya pertumbuhan dan akhirnya berdampak terhadap rendahnya tingkat kesejahteraan. Literasi rendah juga berkontribusi secara signifikan terhadap kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan.

Menurut data statistik dari The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), tingkat literasi Indonesia berada di urutan ke-60 dari 61 negara. Peringkat ke-59 diisi oleh Thailand dan peringkat terakhir diisi oleh Botswana. Sedangkan Finlandia menduduki peringkat pertama dengan tingkat literasi yang tinggi, hampir mencapai 100%. Data ini menunjukkan rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia di kalangan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura atau Malaysia. Hal ini tentunya sangat mengkawatirkan, terlebih lagi saat diteliti oleh United Nations Development Programme (UNDP), tingkat pendidikan berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu 14,6%. Persentase ini jauh lebih rendah dibandingkam Malaysia yang mencapai angka 28% dan Singapura yang mencapai angka 33%. Untuk menaruh hal ini dalam perspektif yang lebih sederhana, di Indonesia dari 1.000 orang hanya 1 orang yang rajin membaca.

Data di atas tentunya sangat mengkawatirkan, namun sayangnya sampai sekarang pemerintah maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan di Indonesia belum memberikan perhatian khusus untuk tingkat literasi media. Padahal, literasi media sangat penting agar public cerdas dan kritis dalam menerima informasi yang tidak dapat dibendung di era internet seperti sekarang. Padahal tingkat literasi media digital amat penting, bahkan beberapa pakar komunikasi telah mengusulkan agar pemerintah menjadikan literasi media sebagai bagian dari kurikulum pendidiakn nasional.

Rendahnya literasi media memiliki dampak yang terlihat jelas. Maraknya akun-akun media sosial yang menyebarkan berita hoax khususnya di Instagram dan Twitter merupakan dampak yang paling mudah untuk kita lihat. Bila kita bertanya kepada masyarakat kota -- khususnya para remaja -- apakah mereka pernah membaca berita dari media-media seperti Kompas, Tempo, dan sebagainya mungkin sebagian besar dari mereka akan menjawab dengan: tidak. Namun, bila kita bertanya apakah mereka mengetahui akun-akun di media sosial seperti @lambe_turah di Instagram, sebagian besar pasti mengetahuinya. Sudah tidak jarang juga kita melihat pertengkaran di keluarga yang hanya diakibatkan oleh sebuah berita hoax yang dikirim melalui media sosial whatsapp. Kedua hal itu hanyalah dua contoh dari berbagai banyak dampak negatif rendahnya tingkat literasi media masyarakat Indonesia.

Dampak antara literasi rendah juga muncul dalam persoalan kesehatan masyarakat, karena masyarakat dengan literasi rendah juga umumnya memiliki kesadaran rendah akan kebersihan makanan dan gizi buruk dan memiliki perilaku seksual berisiko tinggi. Akibatnya, prevalensi penyakit seksual, kehamilan, aborsi, kelahiran, kematian tinggi. Kriminalitas, penyalahgunaan obat dan alkohol, serta kemiskinan dan kesenjangan, juga merupakan dampak dari rendahnya tingkat literasi.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Pertama, belum ada kebiasaan membaca yang ditanamkan sejak dini. Orang tua merupakan role model anak di keluarga, dan biasanya anak akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang tua. Oleh karena itu, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan literasi anak. Sayangnya, para orang tua masih mengaggap sepele menanamkan kebiasaan membaca di anak sejak dini.

Faktor yang kedua, minimnya kualitas sarana pendidikan dan akses ke fasilitas pendidikan yang belum merata. Meskipun jumlahnya menurun dari tahun ke tahun, namun masih ada jutaan anak Indonesia yang putus sekolah atau bahkan tidak sekolah sama sekali di Indonesia hal ini biasanya disebabkan oleh faktor ekonomi. Selain itu, sarana pendidikan yang tidak mendukung kegiatan belajar mengajar, dan panjangnya rantai birokrasi dalam dunia pendidikan juga menjadi faktor yang menghambat perkembangan kualitas literasi di Indonesia.

Faktor yang ketiga adalah masih kurangnya produksi buku di Indonesia yang dikarenakan belum berkembangnya penerbit di daerah, insentif bagi produsen buku dirasa belum adil, dan wajib pajak bagi penulis yang mendapatkan royalty rendah sehingga memadamkan keinginan mereka untuk melahirkan buku yang berkualitas.

Untuk mengatasi masalah rendahnya tingkat literasi di Indonesia, ada beberapa upaya yang dapat dan perlu dilakukan. Merekrut dan meningkatkan kualitas guru, kita harus memastikan bahwa seluruh pelajar dididik oleh guru-guru yang memenuhi kualifikasi, terlatih secara profesional, memiliki motivasi, dan mendapatkan dukungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun