Pengasingan di Ceylon dan Afrika Selatan
Di tempat pengasingannya, Syekh Yusuf tetap aktif berdakwah. Di Ceylon, ia membangun hubungan dengan komunitas Muslim setempat, menyebarkan ajaran tasawuf, dan menjadi figur sentral dalam komunitas tersebut. Selama berada di sana, ia melahirkan banyak murid yang kemudian meneruskan ajarannya.
Pada tahun 1694, Belanda memindahkan Syekh Yusuf ke Cape Town, Afrika Selatan. Di tempat ini, ia kembali menjadi tokoh penting bagi komunitas Muslim setempat. Pengaruhnya begitu besar sehingga ia dianggap sebagai salah satu pendiri Islam di Afrika Selatan. Syekh Yusuf mendirikan komunitas Muslim yang hingga kini tetap menjaga ajaran-ajarannya. Di Cape Town pula, Syekh Yusuf menulis sejumlah karya tasawuf yang menjadi warisan penting bagi dunia Islam.
Ajaran Neo-Sufisme Syekh Yusuf
Neo-sufisme yang diajarkan oleh Syekh Yusuf berfokus pada integrasi antara spiritualitas dan tanggung jawab sosial. Menurutnya, tasawuf bukan hanya tentang pencapaian spiritual individu, tetapi juga mencakup tanggung jawab sosial dalam menciptakan masyarakat yang adil dan bermoral. Dalam konteks kolonialisme, ajaran ini menjadi inspirasi perjuangan melawan penindasan.
Syekh Yusuf menekankan pentingnya dzikir sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga mendorong murid-muridnya untuk berkontribusi aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Ajarannya yang menyatukan dimensi esoteris dan eksoteris Islam membuatnya tetap relevan dalam berbagai konteks sosial dan politik.
Akhir Hayat dan Warisan
Syekh Yusuf wafat di Cape Town pada tahun 1699. Namun, pengaruhnya terus hidup melalui karya-karyanya, murid-muridnya, dan komunitas Muslim yang ia dirikan. Pada tahun 1705, atas permintaan Kesultanan Gowa, jenazahnya dipindahkan ke Gowa dan dimakamkan di sana.
Warisan Syekh Yusuf tidak hanya terasa di Nusantara, tetapi juga di Sri Lanka dan Afrika Selatan. Ajaran-ajarannya terus dipelajari dan menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya. Sebagai tokoh neo-sufisme, Syekh Yusuf mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang menyeimbangkan spiritualitas dan tanggung jawab sosial, sebuah pelajaran yang tetap relevan hingga kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H