Mohon tunggu...
Cintaonela Artti Benecia
Cintaonela Artti Benecia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Optimalisasi Pelayanan Publik melalui Reformasi Birokrasi di Bea Cukai

20 Juni 2024   01:02 Diperbarui: 20 Juni 2024   01:02 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini DJBC ramai diperbincangkan di media sosial terkait keluhan dan protes beberapa orang terhadap kinerjanya. Maraknya kritikan tersebut akan semakin memicu timbulnya sentimen negatif yang lebih besar terhadap Bea Cukai. Pertama, soal alat peraga bantu tunanetra yang dihibahkan pihak swasta dari Korea Selatan. Alat tersebut ditahan oleh pihak Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta. Dalam hal ini, pihak sekolah mendapatkan tagihan bea masuk hingga ratusan juta rupiah sebelum akhirnya diketahui bahwa status barang tersebut adalah barang hibah. Meskipun saat ini telah ditetapkan bebas bea masuk, namun pengurusan alat peraga bantu tunanetra ini sempat terhambat selama hampir dua tahun, tepatnya sejak tahun 2022. 

Kedua, keluhan mengenai pembelian sepatu olahraga impor yang dikenakan bea masuk lebih besar dibandingkan dengan harga produk yang dibeli, yakni sebesar Rp31,8 juta. Besarnya bea masuk tersebut ditetapkan karena adanya denda administrasi atas pengiriman yang dilakukan importir atau jasa pengiriman yang bersangkutan. Denda administrasi diberikan karena adanya kesalahan penetapan nilai pabean atau CIF. 

Ketiga, keluhan dari seorang konten kreator produk mainan yang kecewa akibat produk mainannya harus tertahan di Bea Cukai selama hampir dua minggu. Hal ini karena ia diminta untuk mengirimkan bukti pembelian produk tersebut. Namun, ia tidak memiliki bukti pembayaran tersebut karena produk tersebut adalah kiriman eksklusif dari pihak robosen. Kekecewaannya berlanjut ketika menerima produk tersebut dalam keadaan kemasan yang robek, rusak, dan isi dalamnya yang berantakan. 

Selain tiga kasus di atas yang viral di media sosial, masih banyak lagi kasus-kasus serupa lainnya yang tentunya dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi DJBC. Jika dilihat dari beberapa kasus yang sempat ramai diperbincangkan, sesungguhnya tidak dapat dijustifikasi bahwa pihak DJBC yang melakukan kesalahan. Namun, karena adanya rasa ketidakpercayaan publik terhadap DJBC, publik langsung menyalahkan DJBC tanpa melihat duduk permasalahan serta prosedural yang semestinya dilakukan. 

Maraknya keluhan-keluhan masyarakat mengenai Bea Cukai ini, seharusnya bisa dijadikan momentum pembenahan oleh pemerintah, terutama Kementrian Keuangan, baik secara internal maupun secara pelayanan. Perlunya mendalami penyebab dari terjadinya berbagai kelalaian semacam itu untuk mengetahui akar persoalannya, apakah karena faktor human error, kesengajaan, atau memang terdapat oknum yang kurang baik dalam bekerja. Selain itu, Kemenkeu juga perlu meningkatkan pengawasan internal, dengan harapan dapat membangun kembali kepercayaan publik. 

Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, saran yang bisa diberikan, yakni: 

1. Terus meningkatkan sosialisasi di masyarakat dan menyampaikan informasi yang lengkap terkait ketentuan yang berlaku, untuk menghindari adanya kesalahpahaman seperti pada kasus-kasus yang sudah terjadi. 

2. Pihak Bea Cukai juga perlu melakukan evaluasi mengenai besaran bea masuk dan sanksi, karena besaran kepabean dan sanksi yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak sebanding dengan nilai impor itu sendiri. 

3. Pemerintah harus lebih tegas dan serius dalam menindak setiap oknum petugas Bea Cukai yang melanggar, seperti korupsi dan pungli. Pemerintah juga perlu segera mengesahkan undang-undang penyitaan asset hasil korupsi (memiskinkan), agar menimbulkan efek jera bagi oknum. 

Terlebih lagi, akan ada banyak masyarakat yang melakukan impor barang kiriman sebagai dampak dari digitalisasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun