Mohon tunggu...
Cinta Anindita Aji
Cinta Anindita Aji Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Dosen Pengampu: Indri Arrafi Juliannisa, SE., ME Kelompok 13: Cinta Anindita Aji (2010115017); Tias Handayani (2010115018) Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Vaksin sebagai Barang Publik, Bagaimana Pendistribusiannya dan Apakah Merata?

9 November 2021   19:48 Diperbarui: 9 November 2021   20:05 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dragonimages(2013)

Vaksinasi kini menjadi salah satu kewajiban warga negara Indonesia untuk dilakukan sebagai bentuk perlindungan tubuh dari virus Covid-19 agar kita tidak terpapar. Di Indonesia, anak tangga pandemi covid sangat tinggi di tahun 2020, kemudian mengalami fluktuatif di tahun 2021 sebab adanya new normal.

Disaat yang bersamaan, pemerintah mengeluarkan aturan vaksinasi untuk warga Indonesia dengan berbagai jenis vaksin yang dibuat oleh pihak farmasi asing. Banyak warga Indonesia yang belum mengetahui dan masih takut akan penggunaan vaksin saat itu, karena kasus yang dikatakan setelah melakukan vaksinasi terdapat adanya efek samping yang begitu menakuti.

Menangkap pemanfaatan vaksin

Manfaat vaksin ini adalah menjaga kesehatan dan memulihkan keadaan perekonomian yang disebabkan tumbangnya beberapa warga negara akibat terdampak virus pandemi.  Vaksin yang dinyatakan sebagai barang publik dapat dimanfaatkan oleh semua orang tanpa terkecuali dan tidak ada orang lain yang dirugikan. Semua bisa mendapatkan vaksin secara gratis yang disediakan oleh pemerintah dengan penggunaan dari uang subsidi tanpa dipungut biaya sedikit pun. Bahkan pemberlakuan vaksin yang digunakan sebagai barang publik ini diterapkan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Korea, dan lainnya.

Vaksin sesungguhnya menjadi jaminan warga negara Indonesia akan mendapatkan vaksinasi, namun ternyata adanya kesalahpahaman pada kemampuan vaksin yang tidak dapat dimanfaatkan secara bebas dengan adanya biaya yang harus dikeluarkan, sedangkan dalam peraturan yang ditetapkan WNI harus wajib vaksin karena semua kegiatan dalam penggunaan layanan publik seperti angkutan umum ok-trip, busway, kereta, mall, dan lainnya harus menunjukkan bukti bahwa sudah melakukan vaksin. Maka, hal tersebut tidak dibenarkan dalam teori kesehatan publik maupun ekonomi publik.

"Masyarakat wajib vaksin, maka vaksin seharusnya vaksin diberikan secara gratis"

Virus Covid-19 yang menjelma menjadi pandemi secara global menular dengan sangat cepat dan menjadi ancaman bagi seluruh manusia yang ada di dunia ini. Maka dari itu, vaksin yang berfungsi untuk memberi perlindungan bagi tubuh menjadi barang publik.

Dengan dilaksanakan vaksinasi secara serentak dan merata di Indonesia maka diharapkan negara kita bisa mencapai herd immunity yaitu kondisi dimana masyarakat memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit. Ketika semakin banyak orang yang sudah mendapatkan vaksin dan kebal terhadap penyakit tersebut, maka penyakit yang tersebar tersebut akan kesulitan untuk menyebar pada orang-orang.

Bagaimana Distribusi Vaksin di Indonesia?

Kementerian Kesehatan di Indonesia menyatakan telah melakukan penyuntikkan 124.87 juta dosis vaksin, yang terdiri dari 79,65 juta dosis pertama dan 45.22 juta dosis kedua. Kecepatan dalam pemberian vaksin kepada masyarakat di beberapa provinsi ini sudah tergolong cepat dalam beberapa bulan terakhir. Namun, kecepatan yang ada tidak menutup pada permasalahan ketidakmerataan pada pendistribusian vaksin ke beberapa provinsi seperti di Sumatra Barat 27,8 persen dan Lampung 22,9 persen. Hal tersebut dikarenakan dalam dua faktor yaitu jalur impor dan kapasitas rantai dingin di setiap daerah berbeda, sehingga seringkali terhenti di dinkes provinsi. Harapan untuk mencapai herd immunity pun terasa sulit, terlebih lagi herd immunity baru dapat tercapai jika pendistribusian vaksin dilakukan dengan cepat dan merata.

Belum meratanya pendistribusian ini menyebabkan beberapa warga harus menunda vaksinasinya yang padahal dibutuhkan segera untuk mereka yang ingin bekerja dan bepergian beraktivitas di luar rumah. Pergerakan pendistribusian ini tidak luput dari peran swasta yang ikut berpartisipasi dalam mendistribusikan vaksin kepada masyarakat. 

Sektor swasta menyediakan vaksin melalui program vaksin gotong royong, dimana masyarakat yang bekerja dalam suatu badan/hukum usaha atau keluarga bersangkutan mendapat secara gratis sesuai penyediaan. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 3 ayat 4(a) dan 4(b). Pendistribusian vaksin oleh sektor swasta memiliki ketentuan tersendiri yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 10 Tahun 2021, tentang pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19.

Juru Bicara Bio Farma Bambang Heriyanto menyampaikan, pihaknya memang mendapat penugasan dari pemerintah untuk mendistribusikan vaksin Covid-19 sesuai Permenkes No. 10/2021. Namun, dalam konteks vaksinasi gotong royong, perusahaan swasta juga terbuka untuk membantu proses distribusi vaksin tersebut. Vaksinasi yang didistribusikan oleh pihak swasta tentunya memiliki jenis vaksin yang berbeda dengan vaksin yang disediakan secara gratis oleh pemerintah. Pihak swasta ini akan ditunjuk oleh Bio Farma yang terasa layak menjadi mitra distribusi vaksin. Hal ini dengan catatan, perusahaan swasta tersebut memenuhi syarat sebagai distributor vaksin. Misalnya, memenuhi standar Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan memiliki fasilitas penyimpanan rantai dingin (cold chain) sesuai standar yang berlaku.

Hal tersebut disebutkan secara jelas oleh salah satu perusahaan sebagai mitra yang terpilih oleh Bio Farma yaitu PT Enseval Megatrading Tbk, bahwa distribusi vaksin gotong royong ini dilakukan untuk bentuk kontribusi perusahaan terhadap penanganan Covid-19 di Indonesia dan peningkatan kondisi kesehatan masyarakat tanah air. Alhasil, pihaknya tidak mengincar keuntungan dalam kegiatan tersebut.  

Pihak swasta yang mendistribusikan akan membeli dari Bio Farma dengan catatan tidak mengambil keuntungan dari karyawannya dalam pemberian vaksin. Kalau begitu, apa pihak swasta tidak merasa dirugikan? Hal tersebut dijelaskan perusahaan yang membantu pendistribusian itu juga atas dasar keuntungan mereka, dimana keadaan karyawan dalam sebuah perusahaan sangat mempengaruhi produktivitas perusahaan sehingga pengadaan vaksin ini dilakukan untuk meminimalisir kerugian perusahaan yang lebih lanjut akan kendala karyawan yang terpapar virus Covid-19.

Barang Publik ke Barang Swasta

Pemerintah boleh mengalokasikan barang publik menjadi barang swasta karena terdapat keterbatasan dalam penyediaan barang publik tersebut hingga disebabkan oleh pemerintah yang kekurangan anggaran untuk menyediakannya.

Peralihan barang publik tersebut menjadi barang swasta dilakukan dengan persyaratan bahwa pemerintah harus memiliki regulasi yang jelas mulai dari awal produksi hingga ketika dipasarkan kepada para konsumen. Dalam penggunaan vaksin sebagai barang publik maka pemerintah tentunya harus tegas dalam mengontrol pihak swasta dalam mendistribusikan vaksin kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalahan dan keributan. Karena pihak swasta saat ini juga sangat dibutuhkan perannya untuk mempercepat pendistribusian vaksin dan jangkauan pendistribusian yang lebih luas lagi.

Cinta Anindita Aji (2010115017) 

Tias Handayani (2010115018)

Dosen Pengampu: Indri Arrafi Juliannisa, SE., ME

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun