Mohon tunggu...
Cinta manda Roudhotun
Cinta manda Roudhotun Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa ilmu komunikasi universitas muhammdiyah malang (UMM)

saya adalah orang yang mencintai kuliner dan traveling karena saya memiliki ketertarikan dengan hal yang baru dan saya juga sangat menyukai berswafoto. dan sangat menyukai kucing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Undang-Undang Pers terhadap Kebebasan Pers di Indonesia Saat Ini

20 Mei 2022   23:31 Diperbarui: 20 Mei 2022   23:37 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apakah benar dengan adanya undang – udang perlindungan pres dapat melindungi kebebasan pers ?

 

Negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi yang dimana pemerintahnya dari rakyat oleh rakyat dan untuk rayat, tetapi mengapa pada saat wartawan pers menguak suatu berita malah di bungkam?, padahal wartawan pers telah di lindungi oleh undang udang pers yang berbunyi 1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. 2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. 3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Mengapa Bentuk perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan profesi yaitu adanya Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia. Pasal 8 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 mengatur secara tegas bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum rasanya tidak memiliki makna yang kuat dan jelas, contoh kasus pada tahun 2021 tercatat telah terjadi 43 kasus kekerasan kepada jurnalis.

Jenis kekerasan yang paling banyak terjadi sepanjang tahun 2021 berupa teror dan intimidasi, yakni 9 kasus. Disusul kekerasan fisik 7 kasus, serta pelarangan liputan dan ancaman 7 kasus. Selain itu, ada juga serangan digital sebanyak 5 kasus. Kemudian ada 4 kasus berupa penuntutan hukum, 3 kasus penghapusan hasil liputan, dan 1 kasus penahanan.bukankah ini menandakan bawasanya dengan ada dan tidak adanya undang – undang pers sama saja ?, wartaman pers masih saja di bungkam walaupun telah memiliki undang – undang yang melindunginya. jadi dengan masih adanya kasus kekerarasan terhadap wartawan pers kita harus sadar bawasanya dengan adanya perlindungan dari Undang – undang belum tentu kita aman dari bebagai ancaman kekerasan.

Kita tidak bisa mengandalkan undang – undang untuk melingdungi kita karena Jika dilihat dari sisi pelaku, menurut AJI aktor yang paling banyak melakukan kekerasan terhadap jurnalis adalah polisi, yakni 12 kasus. Ada pula 10 kasus kekerasan yang dilakukan oleh orang tidak dikenal. Lalu, ada pelaku kekerasan terhadap jurnalis dari kalangan aparat pemerintahan sebanyak 8 kasus, dari pekerja profesional 4 kasus, dan dari warga 4 kasus. Sementara itu pelaku dari kalangan perusahaan, birokrat, jaksa, TNI, dan ormas masing-masing 1 kasus. dilihat dari back ground pekerjaan  pelaku semua kalangan Dapat melakukan kekerasan terhadap wartawan pers.

Contoh kasus pada tanggal 15 maret 2022 telah terjadi kekerasan kepada wartawan di medan sumatra utara, motifnya karena adanya pemberitaan oleh rekan wartawan terkait dengan salah satu perkra yang dialami oleh ketua OKP (organinasi kemasyarakatan dan pemuda). kemudian para tersangka meminta kepada korban untuk menghapus pemberitaan tersebut pada saat dia meminta untuk menghapuskan pemberitaan tersebut dan pada saat permintaan penghapusan tersebut kemungkinan tidak di indahkan atau di infginkan sehingga terjadi pemukulan, peristiwa itu terjadi pada hari jumat di salah satu caffe di kecamatan payambungan, madina.

 Korban peganiayaaya itu salah satu awak media berinsial JBL dari penyelidikan yang di lakukan ada 4 terduga pelakukan penganiayaan akibat perbuatanya para tersangka di sangkakan pasal 170 ayat 1, sub pasal 351 ayat 1 KHU AP, akibat kejadian tersebut pelapor mengalami luka robek pada bagia wajah dan memar pada tubuh.

Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa belum adanya pelaksanaan atau bukti aksi yang membuktikan bahwa kebebasan kepada wartawan media dari pemerintah bahkan oknum –oknum masyarakat sendiri berjalan sesuai undang undang pers. oknum-oknum  masih belum bisa menghargai kebebasan pers yang bahkan sudah diatur dalam aturan negara yang dimana aturan tersebut seharusnya dijalankan oleh semua pihak karena peraturan tentang kebebasan pers ini bertujuan untuk mentranparansi segala kejadian atau fenomena yang terjadi dengan sesuai fakta keadaannya dan sudah tentu didasari dengan kode etik sebagai wartawan.

Saya memandang bahwa indonesia tidak akan pernah selesai dalam menyelesaikan masalah terkait kekerasan kepada wartawan media sampai aparat serta pemerintahan mampu memulai untuk menjalankan aksi pembuktian bahwa wartawan harus dengan sangat dihargai kebebasan nya,karena  pada data kasusnya sendiri membuktikan bahwa yang lebih banyak melakukan kekerasan kepada wartawan adalah aparat sendiri sebagai pelaksana dan penindak pelanggar peraturan yang sah. maka dari itu, harus dimulai dari aparat serta pemerintahan sebagai perangkat negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun