Gunung Kawi adalah suatu tempat atau daerah yang terletak di Jawa Timur, Indonesia, di perbatasan Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar. Tepatnya, Gunung Kawi terletak di Kecamatan Wonosari. Lokasi ini dapat diakses dari beberapa kota di sekitarnya, seperti Malang dan Blitar, sehingga cukup mudah dijangkau oleh pengunjung yang ingin melalkukan ziarah atau menikmati wisata alamnya. Gunung Kawi terkenal dengan lokasi ziarah dan pusat kegiatan spiritual yaitu pesarean, ciam si, klenteng, dan kuliner di sekitar. Di Pesarean terdapat makam Eyang Djugo/Kyai Zakaria II (wafat 22 Januari 1871) dan Raden Mas Imam Soedjono (wafat 8 Februari 1876).
Gedung ngesti budoyo adalah tempat untuk melakukan kegiatan seni seperti karawitan dan lainnya.
Wayang kulit ada 2 jenis yaitu wayang ruwatan dan wayang syukuran. Wayang syukuran tujuannya untuk melakukan rasa syukur, biasanya pengunjung punya nazar atau janji apabila tercapai akan nanggap wayang. Wayang ruwatan tujuannya untuk meruwat atau membersihkan diri manusia dari kesialan-kesialan yang ada.
Kita bisa berkunjung atau berziarah ke makam dengan membeli bunga. FYI apabila sedang haid kita tidak diperbolehkan ikut berziarah hanya boleh menunggu di depan. Jadi yang dimakamkan di Pesarean Gunung Kawi ini adalah Eyang Djugo atau Kyai Zakaria II yang bernama asli Raden Mas Surya Kusumo atau Raden Mas Surya Dwi Atmaja keturunan dari keraton Kartosuro dan Raden Mas Imam Soedjono asalnya dari keraton Yogyakarta. Pasti banyak yang bertanya, "sebenarnya siapa beliau ini, dan kenapa makamnya selalu dikunjungi orang banyak?". Jadi Eyang Djugo ini adalah pasukan dari Pangeran Diponegoro, dulu waktu perang dengan Belanda Pangeran Diponegoro ini memiliki penasehat spiritual namanya Eyang Djugo.
Raden Mas Imam Soedjono selama menjadi guru kunci menanam banyak tanaman di sekitar makam, salah satunya yaitu pohon dewandaru, pohon cendana, pohon nangka, pohon langsep, dan pohon lainnya. Tapi pohon yang istimewa di Pesarean Gunung Kawi ini adalah pohon dewandaru. Mitosnya siapapun yang kejatuhan daun, buah, atau rantingnya itu akan mendapatkan keberkahan, tapi itu balik kepada kepercayaan masing-masing. Maka dari itu banyak pengunjung yang duduk di bawah pohon ini dengan alasan tersebut. Pohon ini usianya sudah lebih dari 100 tahun karena peninggalan dari Raden Mas Imam Soedjono. Buahnya sendiri berwarna hijau yang artinya belum matang, warna orange yang artinya setengah matang, dan yang warna merah artinya sudah matang. Untuk rasa buah ini sedikit asam dengan after taste sedikit pedas.
Di sebelah masjid Kyai Zakaria II terdapat guci peninggalan Kyai Zakaria II. Kita dapat meminum air tersebut dan memberi sedekah seikhlasnya.
Ciam si adalah tempat pertanyaan tentang pendidikan atau apapun. Media yang digunakan yaitu stik bambu bernomor, kita masuk ke dalam mengambil "bumbung bambu" terdapat 60 stik yang bernomor. Kita berdoa sesuai keyakinan masing-masing, tidak hanya digunakan untuk agama islam atau Tionghoa, tetapi semua agama diperbolehkan. Setelah mengambil bumbung bambu kita berdoa dan mengocok hingga satu stik terjatuh. Kemudian dilihat nomornya dan dikasih jawaban melalui kertas nomor tersebut. Tarifnya sukarela.
Klenteng Dewi Kwan Im, Klenteng ini sudah ada pada tahun 1950-an. Klenteng ini berpindah-pindah tempat dulu pernah di masjid, di atas, dan pindah di tempat ini satu wilayah sama Ciam Si. Tahun 2009 klenteng terbakar habis dan hanya menyisakan bangunan Ciam Si, kemudian baru dibangun pada tahun 2013 dan diresmikan tahun 2015. Klenteng buka setiap hari mulai pukul 07.30-21.30. Pengunjung non Tionghoa tetap bisa berkunjung ke klenteng untuk melihat arsitektur dan apa saja bagiannya. Untuk masuk ke klenteng alas kaki harus dilepas. Di klenteng terdapat beberapa hewan yang menurut mitologi Tionghoa ini punya filosofi. Seperti naga melambangkan keagungan, kekuatan. Singa Kilin yaitu hewan tunggangan para dewa di mitologi Tionghoa. Terdapat lilin besar yang filosofinya adalah doa para pengunjung yang datang ke Pesareaan Gunung Kawi , harapannya supaya usaha, umur, ekonomi mereka selalu terang seperti nyala lilin. Asap yang menguap ke atas ini bentuk manifestasi dari doa mereka untuk bisa sampai ke Tuhan Yang Maha Kuasa.
Gunung Kawi terkenal dengan alamnya, selain itu tempat ini sering kali dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah, terutama pada hari hari tertentu, untuk berziarah. Tradisi ini yang menjadikan Gunung Kawi sebagai destinasi unik yg menggabungkan aspek alam dan budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H