Mohon tunggu...
Skolastika Cinta Febrien
Skolastika Cinta Febrien Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada jurusan Pariwisata yang memiliki motivasi tinggi untuk melakukan perubahan. Dia berbagi kebahagiaan dengan orang-orang di sekitarnya melalui langkah-langkah kecil yang konsisten.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pariwisata Inklusif: Akankah Indonesia Menjadi Destinasi Ramah Disabilitas?

19 Desember 2022   16:06 Diperbarui: 19 Desember 2022   16:44 2243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Skolastika Cinta Febrien

Menurut data World Health Organization (WHO), 15% dari jumlah populasi dunia (1 miliar orang) adalah penyandang disabilitas. Aksesibilitas untuk semua fasilitas, produk, dan layanan pariwisata harus menjadi perhatian utama dari setiap kebijakan pariwisata berkelanjutan. 

Pariwisata yang inklusif tidak hanya semata-mata menyorot mengenai hak asasi manusia. Namun, hal ini menjadi salah satu peluang bisnis bagi destinasi wisata juga seluruh pemangku kebijakan untuk merangkul semua wisatawan dan meningkatkan pendapatan mereka. Lebih lanjut, pariwisata inklusif menjadi salah satu sarana perwujudan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 11, yaitu menciptakan kota dan pemukiman yang aman, inklusif, dan berkelanjutan.

Sementara di Indonesia, pariwisata inklusif belum menjadi fokus pembangunan yang diperhatikan karena kurangnya kesadaran, pemahaman, dan kepekaan para penyedia objek wisata terhadap kebutuhan para difabel. Sarana dan prasarana publik masih belum terfasilitasi dan terpenuhi bagi para penyandang disabilitas. Para penyandang disabilitas memiliki banyak sekali tantangan dalam dunia pariwisata, antara lain:

  • Keterbatasan kemampuan para staf profesional untuk menginformasikan dan memberi solusi tentang aksesibilitas layanan pariwisata
  • Layanan pemesanan dan sumber web terkait yang sulit diakses untuk mendapatkan informasi mengenai kelayakan dan tingkat aksesibilitas destinasi wisata tertentu
  • Tidak tersedianya fasilitas umum seperti kamar hotel, restoran, toko, bandara, dan toilet yang memberikan kemudahan untuk digunakan para penyandang disabilitas
  • Kurangnya peralatan disabilitas juga akses jalan bagi para penyandang disabilitas (kursi roda, ramp, guiding block, dan lain sebagainya)

Indonesia yang merupakan negara kaya akan destinasi wisata, mulai dari keindahan alam yang luar biasa, ragam budaya yang mempesona, kekayaan variasi kuliner tradisional yang memanjakan lidah, sampai inovasi destinasi modern yang tidak kalah memukau harus memperhatikan kondisi ini sebagai peluang besar untuk meningkatkan kualitas sektor pariwisata.

Lalu, Mengapa Pariwisata Inklusif itu penting?

Pembangunan infrastruktur pariwisata yang inklusif, accessible, dan ramah bagi seluruh ragam wisatawan tidak hanya memberikan keuntungan bagi para penyandang disabilitas, tetapi juga bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

Perwujudan pariwisata inklusif menjadi bukti aktualisasi pariwisata yang berkualitas, adil, dan berkelanjutan. Pendekatan ini mengizinkan manfaat akan kebangkitan pariwisata dan ekonomi kreatif. Apabila dioptimalkan, pariwisata inklusif akan membawa potensi ekonomi yang menjanjikan.


Kenyataan di Lapangan

Saat ini, masih banyak tempat wisata di Indonesia yang belum menyediakan sarana prasarana yang accessible bagi semua ragam wisatawan.  Hal ini dapat dilihat dari berbagai fasilitas umum yang tersedia, seperti sarana transportasi, terminal, rambu lalu lintas, petunjuk arah jalan, tempat-tempat penyeberangan, dan toilet-toilet umum belum sepenuhnya dilengkapi dengan kemudahan akses untuk masyarakat penyandang disabilitas. 

Di samping itu, keterbatasan informasi yang bisa diakses melalui berbagai bentuk media seperti misalnya alat komunikasi khusus bagi wisatawan tuna rungu dan juga fasilitas huruf braille bagi penyandang tuna netra juga sangat jarang ditemui di destinasi wisata Indonesia.

Berbagai faktor menjadi latar belakang sistem kebijakan Indonesia belum mampu menghilangkan kendala yang dihadapi masyarakat untuk mengakses pelayanan publik yang inklusif.  Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kesenjangan kemampuan ekonomi antara satu kawasan destinasi dengan destinasi lain, kondisi fisik dan demografis penduduk sekitar, tingkat intelektual akan pemahaman kebutuhan para difabel oleh masyarakat setempat, juga rendahnya permintaan.

Pemenuhan Hak Difabel atas Aksesibilitas Pariwisata Indonesia

Situs Warungboto, Yogyakarta (Sumber: Skolastika Cinta Febrien)
Situs Warungboto, Yogyakarta (Sumber: Skolastika Cinta Febrien)

Di Indonesia sendiri, hak setiap warga negara termasuk penyandang disabilitas untuk mendapatkan fasilitas di sektor kebudayaan dan pariwisata telah tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

Pada pasal 16, hak tersebut dijabarkan dalam tiga hal, yaitu memperoleh kesamaan dan kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan seni dan budaya; memperoleh kesamaan kesempatan untuk melakukan kegiatan wisata, melakukan usaha pariwisata, menjadi pekerja pariwisata, dan/ atau berperan dalam proses pembangunan pariwisata; dan mendapatkan kemudahan untuk mengakses, perlakuan, dan akomodasi yang layak sesuai dengan kebutuhannya sebagai wisatawan.

Paradigma negara kepada masyarakat penyandang disabilitas harus bergeser dari paradigma karitatif (charity based) menjadi paradigma perlindungan dan pemenuhan hak (human rights based). Sen (2007) menyatakan bahwa ada tiga kebutuhan utama penyandang disabilitas dalam berwisata yaitu: tersedianya aksesibilitas, transportasi, dan akomodasi. 

Dalam mewujudkan pemenuhan aksesibilitas, transportasi, dan akomodasi bagi penyandang disabilitas, dibutuhkan pembangunan yang universal dengan memperhatikan kebutuhan yang menyentuh semua kalangan karena setiap individu dalam berwisata memiliki kebutuhan yang berbeda tergantung dengan kelemahan yang dimiliki. 

Konsep pariwisata yang ramah terhadap penyandang disabilitas dapat diwujudkan melalui beragam cara, diantaranya seperti menyediakan akses transportasi umum yang aman, terjangkau, mudah diakses dan berkelanjutan bagi semua; alternatif informasi dengan format yang accessible melalui jasa pemandu wisata yang memiliki keterampilan bahasa isyarat untuk teman tuli dan narator untuk penyandang netra; fasilitas umum seperti toilet dan lift yang dapat digunakan oleh penyandang disabilitas; peralatan disabilitas (kursi roda) yang tersedia untuk umum dilengkapi dengan akses jalan yang memfasilitasi kebutuhan penyandang disabilitas (guiding block); dan lain sebagainya.

Di samping penyediaan fasilitas bagi kelompok difabel, diperlukan juga sosialisasi untuk menyiapkan masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam kesuksesan pembangunan pariwisata inklusif. Masyarakat juga harus ikut berkontribusi melalui tindakan-tindakan yang mencerminkan nilai anti diskriminasi terhadap kelompok penyandang disabilitas hingga pemahaman mengenai penggunaan fasilitas yang diperuntukkan khusus bagi difabel sehingga masyarakat nondifabel dapat memprioritaskan penggunaan fasilitas untuk mewujudkan manfaat yang tepat sasaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun