[caption id="attachment_303355" align="alignleft" width="300" caption="foto:lensaindonesia.com"][/caption] Nasib PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) terkatung-katung. Sejauh ini, belum ada titik temu adanya silang pendapat mengenai kelanjutan bisnis Merpati. Banyak kritik terhadap pemerintah, karena tidak segera memutuskan nasib Merpati. Padahal, permasalahannya bukan pada pemerintah. Masalah utama Merpati adalah karena yang bersangkutan belum menyerahkan business plan kepada pemerintah.
Awalnya, banyak pihak berharap, khususnya dari Merpati, dengan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), denyut bisnis perusahaan tersebut akan terus berjalan. Namun apa lacur, sejauh ini pemerintah belum bisa menentukan nasib Merpati. Kemana Menteri BUMN Dahlan Iskan? Padahal sebelumnya Dahlan dikenal cekatan dalam menangani persoalan?
Persoalan Merpati ada pada business plan-nya. Sampai sekarang, menurut versi pemerintah, Merpati belum menyerahkan business plan. Padahal syarat utama untuk keberlangsungan nasib Merpati terletak pada bussness plan-nya. Pemerintah tidak mungkin menyuntikkan atau mensubsidi modal kepada Merpati, kalau bussiness plannya tidak jelas. Kenyataan ini sangat kontradiktif dengan pernyataan Menteri BUMN Dahlan Iskan bahwa permasalahan yang dihadapi Merpati sudah beres.
Masalah yang dihadapi Merpati sebenarnya bisa cepat selesai, kalau Dahlan sebagai Menteri BUMN fokus pada penyelesaian masalahnya, khususnya menyangkut business plan. Karena, jika pemerintah menyetujuinya, dengan menjadi BUMN, Merpati akan berada dalam pengawasan Dahlan. Namun pada prosesnya, Dahlan sepertinya acuh dengan nasib Merpati. Padahal, sebelumnya dialah yang getol mendorong Merpati untuk menjadi BUMN. Alih-alih mencari solusi dari permasalahan Merpati, Dahlan justeru sibuk bersafari ke daerah, berkampanye untuk memenangkan Konvensi Calon Presiden (Capres) Partai Demokrat.
Padahal sebelumnya pemerintah sudah menjadwalkan rapat koordinasi (rakor) di Kementeri Koordinator Perekonomian, 23 Desember 2013. Menurut Menko Perekonomian Hatta Rajasa, rakor tersebut dimaksudkan untuk membahas business plan Merpati. Namun rakor tersebut batal dan hingga kini belum terlaksana. Masalahnya apa? Karena Menteri BUMN tidak ‘nongol’. Bagaimana mau membahas nasib Merpati, sementara menteri yang bertanggung jawab atas keberlangsungan BUMN tidak ada.
Sebelumnya, Hatta pernah menegaskan bahwa dirinya siap 24 jam untuk membantu menyelesaikan krisis yang terjadi di Merpati. Sebenarnya kalau Dahlan bisa menyediakan waktu, masalah Merpati bisa segera diselesaikan. Semuanya tergantung Dahlan, karena dialah yang paling bertanggung jawab. Namun lagi-lagi, semuanya kembali kepada Dahlan, yang ternyata memilih sibuk ‘berkampanye’. "Orang menterinya nggak ada, jadi saya tunda, sampai menterinya ada. Mau tanggal berapa saja, kalau siap, ya ayo,” kata Hatta dalam sebuah kesempatan di kantornya.
Sebagai perwakilan pemerintah, sebenarnya Hatta juga tidak ingin melihat Merpati krisis. Dia ingin Merpati tetap menghiasi langit Indonesia. Namun tentu ada syaratnya, yaitu business plan-nya harus ada. Karena, dengan menjadi BUMN, pertanggungjawabannya harus jelas, karena modal yang disertakan diambilkan dari khas Negara.
Hatta juga memastikan, kalau permasalahan di Merpati beres, pasokan bahan bakan minyak (BBM)-nya juga akan aman. Dirinya sudah meminta PT Pertamina untuk mengamankan pasokan BBM untuk Merpati. Pernyataan Hatta ini menjadi sebuah jaminan, meskipun sebelumnya Pertamina sempat menolak untuk memberikan pasokan BBM ke Merpati. Namun, jaminan itu lagi-lagi harus diikuti business plan yang mantap. Hatta juga menjamin, pemerintah pasti akan menyetujui, jika Merpati bisa memberikan business yang masuk akan, dan tentu saja memiliki prospek yang bagus sebagai sebuah badan usaha. (***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H